BAB X

118 13 2
                                    

Wah, ternyata pas bisa update lebih cepat dari perkiraan

Selamat membaca, jangan lupa vote dan comment. Mau nandain typo juga boleh, kok

***

"Luna, bangun yuk, Nak."

Luna mengernyit merasakan kamarnya lebih terang. Kebiasaan perempuan itu untuk tidur dengan pencahayaan redup membuatnya cukup sensitif dengan cahaya matahari. Dengan malas perempuan itu meregangkan tubuhnya sebelum membuka mata.

"Hari ini kan libur, Ma. Aku mau tidur dulu aja," rengek Luna. Ditariknya selimut hingga menutupi kepala sebelum kembali memejamkan mata.

"Bangun dulu. Pamali anak perawan jam segini masih belum bangun. Keburu jodohnya dipatok ayam."

"Suruh lari, Ma. Repot amat, sih."

Luna menghela napas lega mendengar langkah kaki mamanya menjauh. Berhasil, dia bisa tidur lebih lama hari ini. Dengan rasa puas, Luna kembali bersiap menenggelamkan dirinya ke dunia mimpi.

Sayangnya, Luna baru saja tertidur kembali ketika selimutnya ditarik cepat disambut teriakan menggelegar, "Bangun, adik durhaka. Sudah malem-malem minta jemput, masih berani minta bangun telat?"

"Mas Ronald bawel!" teriak Luna tidak mau kalah. Dengan kesal dia mengambil bantalnya dan memukul-mukul kakaknya asal. Mendapat serangan seperti itu, tentu Ronald hanya tertawa sembari menangkis pukulan Luna.

"Di dapur ada pancake kesukaanmu tuh. Aku habisin, ya!" Tepat setelah berseru begitu, Ronald segera melesat keluar dari kamar Luna.

"Mas Ronald!"

Dengan cepat Luna bangkit dan berlari ke ruang makan. Bagaimana pun lelahnya dia tidak akan rela makanan kesukaannya dihabiskan Ronald. Dengan senyum lebar perempuan itu mengambil beberapa potong panekuk dan meletakkannya ke atas piring.

"Kamu itu Lun, giliran lembur sama cowok semangat. Coba suruh bangun pagi gini, susahnya minta ampun."

Luna berdecak mendengar sindiran Ronald namun enggan menanggapi. Dia menyelesaikan makannya dengan tenang sebelum membersihkan bibirnya dengan tisu.Perempuan itu melirik kakaknya yang tengah makan kripik kentang. Sebelah bibir Luna terangkat bersama pikiran jahil yang muncul di otaknya. Dilemparkan tisu bekasnya tepat ke Ronald, membuat pria itu terpekik keras.

"Ga bakal aku jemput lagi ya kamu, Lun!"

***

"Kamu mau ke mana, Lun? Kantormu liburnya nggak ngikuti kalender pemerintah?"

Luna menghentikan kesibukannya memakai sepatu dan menemukan mamanya tengah menatapnya khawatir. Luna mengerti, dengan kebiasaannya lembur untuk menyelesaikan tugas belakangan ini, tentu mamanya merasa khawatir Luna kurang istirahat. Ditambah lagi di hari libur seperti ini alih-alih istirahat, Luna justru pergi ke luar.

"Aku libur kok Ma, kan tadi pagi sudah bilang kalo libur. Aku emang pingin ke cafebook sebentar. Nanti sore aku usahakan sudah pulang, kok," balas Luna dengan senyum menenangkan. Perempuan itu mengambil ransel merah mudanya sebelum mencium tangan mamanya. "Luna baik-baik aja kok, Ma."

Setelah menaiki ojek online, kini Luna tengah duduk di salah satu kursi cafebook dengan laptop menyala. Tidak seperti niat awalnya, perempuan itu kini tengah asik menonton dengan ditemani sepiring kentang goreng. Layar laptopnya menampilkan seorang perempuan berbadan tambun yang tengah mengajar anak-anak jalanan dengan senyuman bahagia. Kekasihnya yang tampan itu menunggu si perempuan sembari sesekali mengambil gambar. Luna tersenyum melihat adegan itu. Di dalam otanya berputar imajinasi bagaimana jika dia mendapat kekasih sebaik itu.

"Tipe idamanmu yang seperti itu?"

Luna terlonjak dari kursinya mendengar bisikan tepat di telinganya. Dia menoleh cepat dan menemukan Adam tengah tersenyum jahil. Tanpa meminta maaf pria itu mengambil tempat di samping Luna dan meletakkan tasnya di sana.

Luna menghentikan film yang dia tonton sebelum bersendekap menghadap Adam. Matanya memintadi pria itu dari atas sampai bawah. "Mas Adam ini bukan stalker, kan? Kenapa muncul di sekitarku terus, sih?" tanya Luna curiga.

Adam terbahak mendengar pertanyaan Luna. Pria itu baru berhenti ketika menyadari perempuan itu tengah melotot kepadanya. Rupanya suaranya menarik perhatian pengunjung lainnya. Dengan cepat pria itu berdiri dan membungkuk, meminta maaf kepada orang-orang di sekitarnya. "Saya memang hampir setiap hari ke sini," jawab Adam santai. Pria itu mengeluarkan tablet dan keyboard, dua benda yang selalu dia bawa kemana pun. "Jadi tipemu yang seperti itu, Luna?" tanya Adam sekali lagi.

Luna berdecak. Bisa-bisanya pria di sampingnya ini mengulangi pertanyaan aneh seperti itu. "Nggak lah, Mas. Memangnya kalau aku nonton film berarti tipeku yang gitu?"

"Bukankah perempuan biasanya seperti itu?" Adam tampak berpikir.

"Pacar Mas aja kali yang kayak gitu," balas Luna ketus. Perempuan itu melanjutkan filmnya, mengabaikan pria yang kini tenggelam pada pikirannya sendiri. Luna melirik ketika menyadari pria di sampingnya tidak lagi mengganggunya. Ternyata pria itu telah sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Menyadari dirinya tidak akan diganggu, Luna tersenyum puas dan melanjutkan kesibukannya.

***

Luna meringis mendengar sendi-sendinya berderak setelah lebih dari satu jam tidak banyak bergerak. Tisu bekas membesit ingusnya terkumpul di samping laptopnya. Banyaknya adegan mengharukan membuatnya tanpa sadar menggunakan tisu sebanyak itu.

"Bagaimana menurutmu?"

Luna menoleh dan menemukan Adam dengan sebotol air mineral di tangan. Pria itu menyodorkan botol itu dan memberi isyarat agar Luna menerima botol itu.

"Kamu setuju dengan orang orang-orang yang mengubah dirinya demi menyesuaikan stigma?" tanya Adam sekali lagi setelah Luna meneguk air mineral.

"Mau nggak mau ada kondisi yang bikin kita kudu ngikuti stigma sih, Mas," balas Luna apa adanya. "Seperti si cewek itu, berhubung kerjanya di bidang kecantikan, ya tetep disuruh ngikuti stigma jadinya."

"Berarti kamu akan berubah dari perempuan penyuka merah muda dan pakaian feminim seperti ini menjadi kaus dan celana denim robek-robek?"

Luna tertegun mendengar pertanyaan Adam. Dirinya tersentil mendengar pertanyaan itu. Sama seperti pemeran filmnya, dia pun seorang yang tidak sama dengan stigma pekerjaannya. Bukankah itu salah satu penyebab teman-teman satu divisinya belum menerima dirinya?

HeartcodeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang