BAB XIV

119 11 11
                                    

Akhirnya bab ini selesai juga, meskipun nulis sambil disambi banyak hal. Semoga masih pada betah nunggu update cerita ini, ya.

Selamat membaca, semuanya. Jangan lupa selalu jaga kesehatan!

***

Luna melirik pria di sampingnya yang tengah asik bermain ponsel. Berbagai suara efek animasi yang mampir di telinga Luna membuat perempuan itu semakin kesal. Bayangkan saja, disaat dia harus berusaha mati-matian untuk menyelesaikan tugas setiap harinya, si pemberi tugas malah asik bermain game!

Luna melirik jam di sudut layar komputer dan berdecak. Lama sekali teman-teman divisinya salat. Memang laki-laki kalau di kamar mandi harus ngapain saja sih? Apa mereka juga berfoto di depan cermin toilet? Bukannya mereka semua mau keluar bersama?

Lelah dengan pekerjaannya, Luna pun memutuskan untuk mematikan layar komputer dan beristirahat sejenak. Dia tengah sibuk menggulir sosial medianya ketika suara Nathan terdengar.

"Lo ganti parfum?"

Luna menoleh cepat dan menatap Nathan terkejut. "Kok Mas Nathan tahu?"

"Gue kan setiap hari duduk di sebelah lo," balas Nathan tanpa menoleh. "Lagian gue dari pagi duduk di sini juga baru siang nyadar. Lebih enak yang kemarin, sih."

"Nggak ada yang minta pendapat Mas Nathan," balas Luna kesal. Enak saja, semuanya dikomentari pria itu. Memangnya siapa dia?

"Kan memang gue tadi yang nanya duluan."

Luna mengerutkan dahi, namun enggan berkomentar. Dia kembali menghadap ponselnya seakan tidak ada apa pun yang terjadi. Keheningan pun kembali menyelimuti keduanya. Setelah beberapa saat, Nathan kembali bersuara, "Lo tahu nggak ..."

"Nggak."

Nathan menoleh cepat dan mengacak rambut Luna, seolah memprotes tindakan perempuan itu. Luna yang kesal rambutnya berantakan pun menepis tangan Nathan. Kekehan pria itu terdengar sebelum dia bangkit dan meninggalkan Luna seorang diri.

Luna kembali memainkan ponsel. Dilihatnya keluaran baru pakaian dan make-up di luar sana. Sejujurnya sejak menjadi anak buah Nathan, dia merasa cukup ketinggalan tren. Dia bahkan lupa kapan terakhir kalinya berbelanja perlengkapan make-up. Yang ada di pikirannya hanya satu, segera menyelesaikan tugas dari Nathan yang seolah tak ada habisnya.

Luna baru hendak beralih melihat video seorang desainer ketika seseorang menepuk pundaknya. Rio tengah tersenyum dengan beberapa rekan lain di belakangnya. "Lo jadi ikutan kita makan siang, nggak?"

***

"Lo naik apa, Lun?"

Luna mengerjap mendengar pertanyaan yang akhirnya dilontarkan teman-temannya saat tiba di depan kantor. Tunggu, jadi mereka diam-diam sudah membicarakan ini? Lalu bagaimana kabarnya? Dia harus naik apa?

"Mas Andra... naik apa?"

Andra menggaruk kepalanya salah tingkah. "Saya bareng temen-temen naik taksi online, Lun."

"Masih ada slot?"

"Penuh!"

Luna melemas mendengar sahutan Dion. Tentu saja pria itu tidak akan membiarkan Luna bergabung dengan mereka. Pria itu rupanya masih belum menerima keberadaannya. "Aku makan di cafebook aja, deh," cicit Luna.

"Lho, Lun..." Rama terdiam, bingung harus bagaimana. Dia yang memprakarsai acara makan siang ini untuk memperkuat kedekatan anggotanya. Dengan karakter Luna, pria itu tahu kalau perempuan itu tidak mungkin berinisiatif mencari tumpangan. Masalahnya hari ini dia sendiri tidak membawa kendaraan, sehingga harus berboncengan dengan Rio.

HeartcodeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang