21. Hati yang geram

48 23 4
                                    

"Kenapa lambat sih!" geram Mina.

Mona sudah mempersiapkan minuman baru. Felix duduk tidak memperdulikan pertanyaan Mina, Mona terkekeh.

Felix membawa buku-bukunya, meletakkan semua dihadapannya, Mina mulai membaca satu persatu, kebohongan jika dia tak mengerti, Rea sangat handal berbahasa internasional. Inikan cuma taktik cerdas.

Moza datang, anak itu baru saja keluar dari toilet.

"Lo kenapa Moz?" tanya Mina heran karena Moza batuk-batuk. Moza menggeleng, duduk jauh dari mereka. Felix menghiraukan Moza, fokus membaca buku.

"Aku pinjam boleh?" tanya Mona mendekat. Felix mengangguk, mereka bertiga, Mona, Mina, Felix sekarang sibuk membaca.

Mina menyudahi kegiatannya, diikuti yang lainnya pula.

"Ahhh... Capek banget deh.

Mina menyelonjorkan kaki.

"Udah aja yuk, ngemil dulu aja."

Felix menutup bukunya, mengambil kripik, Mina masih mencari bahan obrolan ringan.

"Lix lo ga mau nyapa dia?" ucap Mina menggoda. Jari tangannya mengangkat, menunjuk arah seseorang.

Moza di sana ia memutar bola matanya malas, mengirim kode ke Mina jangan menggodanya.

Mina terkekeh geli. "Oh ya kalian mau ke Alfamart nggak?" Pas sekali, entah sudah berapa lama ingin ke Alfamart saja pakai drama segala. Mina menunjukkan mata berbinar, Mona menyutujui, hanya Moza dan Felix masih membisu.

"Hei kalian mau ikut kagak!" geram Mina mulai bersiap-siap.

"Lah, motor cuma ada satu, orangnya ada empat. Waras ga si lo Minari?" Moza cemberut, Mona memengang perutnya karena tak tahan tertawa. Mina hanya menyengir menggaruk wajahnya yang tak gatal.

"Ya kan motor Mona ada, gue sama Mona. Dan lo sama...."

"Gak gak. Gue mau sama lo," sergah Moza, Mina menutup mulut tertawa ringan.

Mereka berempat pun berangkat, jadilah Mona dengan Moza dan Mina dengan Felix.

Moza dan Mona tertinggal jauh, karena disana Mina mengendarai motor dengan brutal, belok kesana kemari tanpa berhitung.

"Lo stress apa sih hari ini Min." Felix menutup matanya, tak mau ambil pusing melihat jalanan yang buram.

"Gak usah takut, gue pro."

"Sejak kapan? Lo gak punya motor kan."

"Eh... Sejak..."

"Sejak... kenal sama Akhtar, ia kenal sama dia."

"Oh."

"Iya. Em... Lix lo sama Moza bisa putus gitu kenapa sih?"

"Kapan gue pacarannya, gue ga pacaran."

"Gue sama Moza itu cuma sahabat, sekarang udah nggak sahabatan lagi. Dia sendiri yang mau begitu," lanjutnya.

"Kenapa memangnya?"

Felix memunculkan gigi putihnya. "Alasannya si konyol banget. Dia ga suka aja gue peduli sama orang-orang."

"Ha? Kok gitu. Moza gak mungkin gitu Lix, dia anak baik."

"Ya kalo ga percaya udah aja, gapapa. Tapi faktanya emang gitu."

"Bisanya dia sahabatan sama lo juga karena apa tuh?"

"Dia gak punya temen di sekolah," singkat Felix.

Mina heran. "Masa sih?"

"Hm."

Transmigrasi Indigo [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang