3. Kesepakatan Bersama

772 90 3
                                    

Part 3 Kesepakatan Bersama

Selena berhasil memasukkan suapan terakhirnya meski ujung bibirnya masih terasa sakit dan perih. Meneguk jus jeruknya dengan ujung mata melirik ke arah Lucca. Yang sejak tadi sudah menyelesaikan sarapan lebih dulu dan menyesap kopi. Tanpa melepaskan pandangan ke arahnya dengan penuh telisik. Dan berhasil membuatnya salah tingkah.

“Jadi, kita bicara sekarang?” Lucca memulai pembicaraan tepat ketika Selena meletakkan gelas jusnya di meja. Tanpa membuang waktu sedetik pun.

Selena mengangguk pelan. Ingin mengulur waktu, tetapi ia tahu itu adalah usahan yang sia-sia karena cepat atau lambat, pembicaraan di antara mereka tetap harus diselesaikan. Tentang kesepakatan yang ditawarkan oleh Lucca. Yang akan membawanya terbebas dari keb*adaban seorang Rooney Roden.

“Sekarang kau bersedia menikah denganku?”

Pertanyaan Lucca sukses membuat napas Selena tertahan. Ya, penawaran pernikahanlah yang ditawarkan Lucca kepadanya. Hanya nama Enrico di belakang namanya yang akan membuat sang paman tak berani menyentuh kulitnya seujung kuku pun. 

“Bolehkah aku tahu kenapa hanya ini satu-satunya cara yang tersisa?” Selena bertanya dengan hati-hati. Menggigit ujung bibirnya, cemas jika pertanyaannya akan membuat Lucca tersinggung.

Lucca menyipitkan mata. “Kau mempertanyakan keputusanku?”

Selena gegas menggelengkan kepalanya. Sejujurnya ia hanya ingin tahu alasan Lucca menawarkan hal seserius ini padanya. Padahal pria itu memiliki seorang kekasih yang begitu sempurna di hadapan publik. Seorang super model yang begitu terkenal, Pamela Rocco.

“A-apakah tidak apa-apa jika kekasihmu mengetahui tentang …”

“Kau hanya istri simpananku, Selena. Apakah kita perlu membuat orang lain tahu tentang kesepakatan hitam di atas kertas ini?”

Selena menelan ludahnya. Entah hubungan macam apa yang dimiliki Lucca dan Pamela, tapi sepertinya memang bukan ranahnya untuk bertanya ataupun ikut campur. Sekali lagi Selena memberikan satu anggukan singkat.

“Jadi kau ingin pernikahan macam apa?”

“Terserah padamu. Aku tak akan mempermasalahkannya.”

Lucca mengangguk penuh arti. “Oke. Kita menikah besok.”

Selena tersedak liurnya hingga terbatuk. Mengambil sisa jus jeruk di meja dan meneguknya hingga tandas lalu menatap tak percaya pada Lucca. “B-besok?”

“Kenapa? Kau keberatan?”

Lagi-lagi Selena dibuat tak berkutik dengan pertanyaan tersebut. Hanya memberikan satu gelengan. Setuju akan apa pun yang diinginkan Lucca darinya. Selama pria itu memberinya perlindungan dari sang paman.

“Baguslah. Kembalilah ke kamarmu dan istirahat, aku akan menghubungi pengacara yang akan menjadi saksi dalam kesepakatan kita,” pungkas Lucca mengakhiri pembicaraan dengan singkat. Bangkit berdiri dan meninggalkan ruang makan lebih dulu.

Selena tak mengatakan apa pun. Hanya menatap kepergian Lucca sembari mengambil satu helaan napas panjang. Sebelum pandangannya bergerak turun, menatap jejak kekerasan yang dilakukan sang paman di lengan lalu meyakinkan dirinya sendiri ini adalah pilihan terbaik yang dimilikinya saat ini. Ia memang harus mengambil keputusan besar ini untuk keluar dari hidupnya yang menyedihkan. Pun cara itu dengan menjadi istri simpanan dari seorang Lucca Enrico. Setidaknya Lucca tak akan memperlakukannya seperti seorang hewan.

*** 

Tepat jam delapan esok harinya, setela makan pagi. Lucca membawa Selena singgah di salah satu butik langganan pria itu untuk mendapatkan sepotong gaun berwarna putih. Selena merasa tak nyaman dengan pilihan Lucca yang jatuh pada gaun tanpa bahu yang panjangnya bahkan tak mencapai lutut. Pun begitu, Selena sama sekali tak membantah. Ia sudah mengatakan pada pria itu bahwa dirinya akan mengikuti pernikahan macam apa pun yang diinginkan Lucca.

Setelah keduanya mengganti pakaian, Selena dengan gaun pengantin dan Lucca dengan setelan tuxedo yang berwarna senada. Lucca menghentikan mobil di salah satu toko perhiasan. 

“Pilih salah satu,” pintah Lucca, ketika petugas toko menjajarkan beberapa kotak yang dipenuhi berbagai macam model cincin pasangan di meja di hadapan keduanya.

Kedua mata Selena bergerak mengamati. Mulai dari cincin kecil dengan hiasan permata paling kecil hingga yang terbesar yang pernah Selena lihat. Kesemuanya nyaris membuat matanya silau oleh pantulan cahaya yang dipantulkan.

Selena gegas mengerjap tersadar dari ketakjubannya. Dengan cepat menjatuhkan pilihan pada cincin pasangan yang memiliki hiasan permata paling kecil dan paling sederhana. Ia tak mungkin menggunakan perhiasan yang lebih mewah dari ini. Bahkan pilihannya adalah satu-satunya perhiasan paling berkilau yang pernah ia miliki dan yang pasti memiliki harga yang tidak murah.

Lucca tampak terdiam dengan pilihan tersebut. Menelengkan kepala ke samping dengan mata menyipit tak percaya pada Selena. Sejenak mengamati raut polos Selena, sebelum kemudian tangannya menunjuk sepasang cincin dengan hiasan batu ruby yang paling besar. “Kami pilih yang ini,” putusnya.

Selena membelalak. “L-lucca, ini berlebihan.”

Lucca tak mengatakan apapun. Tatapannya cukup membuat Selena seketika merapatkan mulut. 

Setelah mendapatkan semua yang dibutuhkan, keduanya langsung menuju lokasi tempat pernikahan yang rupanya sudah diatur oleh Lucca dengan waktu yang sangat singkat. Hanya membutuhkan pendeta, saksi, kedua mempelai, cincin, dan juga sumpah pernikahan yang singkat dan padat.

Keduanya resmi menjadi pasangan suami istri setelah menandatangi sertifikat pernikahan dan beberapa berkas perjanjian hitam di atas putih. Di bawah lengkungan bunga dan terpaan angin yang sejuk. Dengan diakhiri satu lumatan panjang Lucca.

Dengan wajah yang merah padam, Selena mendorong tubuh Lucca untuk menjauh demi meraup udara memenuhi dadanya. Lucca terkekeh, menjauhkan tubuh dari Selena dengan senyum kepuasan yang penuh arti. 

“Kau mengatakan pernikahan ini hanyalah sebuah status. Selama aku menuruti semua yang kau katakan.”

Lucca hanya menyeringai, dengan lengan yang masih menahan pinggang Selena. Pria itu menyentakkan tubuh mungil Selena untuk kembali merapat. “Aku tak mungkin menolak apa yang dikatakan pendeta, kan? Untuk mengesahkan pernikahan.”

Selena kembali merapatkan bibir, bersamaan pendeta yang kemudian mengesahkan keduanya sebagai pasangan suami istri di hadapan Tuhan dan hukum.

Setelah Lucca memberikan semua berkas yang dibutuhkan pada pria berpakaian serba hitam yang kemudian menyimpan semua barang-barang tersebut ke dalam sebuah tas dan naik ke salah satu mobil, Lucca membawa Selena masuk kembali ke mobil.

“Jadi apa yang harus kulakukan sekarang?” Selena memberanikan diri bertanya ketika mobil mulai melaju meninggalkan bukit tempat pernikahan keduanya baru saja berlangsung.

Lucca menoleh ke samping dan memasang seulas senyum tipis saat menjawab dengan nada yang datar. “Tidak ada.”

Selena terdiam. Kedua alis saling menyatu dengan jawaban mengherankan tersebut. Menangkap tatapan intens Lucca yang penuh arti. Yang entah kenapa malah menciptakan firasat buruk di dalam dadanya.

Apa maksud pria itu dengan jawaban tidak ada?

***

Seperti biasa. Ceritanya on going dan update daily di Karyakarsa, ya. Dengan judul yang sama.


Mafia Boss's BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang