9. Malaikat Penolong

560 92 5
                                    

Part 9 Malaikat Penolong

Selena memekik keras dengan rasa sakit yang mengelupas kulit kepalanya. Kepalanya pusing dengan tarikan yang terlalu kuat, dan tak sampai di situ. Satu tamparan yang keras mendarat di pipinya, sebelum ia sempat meminta tolong pada siapa pun. Lucca. Hanya satu nama itu yang mendadak muncul di benaknya. Berharap pria itu menemukannya dan menyelamatkannya dari keb*adaban sang paman. Pun menyadari semua keberengsekan ini tak lebih buruk dari permainan Lucca, setidaknya Lucca tak akan membuat seluruh tulang di tubuhnya remuk. Atau mungkin belum.

“Setelah memberikan kerugian yang tak masuk akal, beraninya kau kabur, hah?”

Rintihan Selena sama sekali tak menyentuh naluri yang memang tak pernah dimiliki eorang Roone Roden. Pria gemuk dan besar itu membanting tubuh mungil Selena ke lantai. Mengerang kesakitan, tubuhnya meringkuk di lantai. Matanya terpejam, siap menerima tendangan dari sang paman seperti biasa.

Akan tetapi, tendangan itu tak kunjung ia dapatkan. Suasana mendadak menjadi begitu sunyi. Membuat Selena perlahan membuka matanya.

“Siapa kau?” Suara Rooney membuat Selena menoleh ke belakang. Melihat kaki sang paman yang ditahan seorang pria tinggi.

“Sepertinya aku tak perlu memperkenalkan diri pada pria pengecut sepertimu, kan?” dengus pria itu, mendorong tubuh besar Rooney menjauh dengan mudah. 

Rooney menggeram kesal. “Kau mengenalnya?”

Pria itu menoleh, mengulurkan tangan ke arah Selena yang tampak terkejut. Selena tak melewatkan kesempatan tersebut untuk menerima bantuan tersebut. “Kau mengenalnya?” tanyanya. Mengedikkan bahu ke arah Rooney

Selena menggeleng. Yang membuat Rooney semakin geram dan wajah merah padam. Sang paman maju, Selena gegas beringsut ke belakang lengan si pria.

“Dia tidak mengenalmu.” Pria itu menghadang tepat di depan Rooney. Sedikit membuka jasnya untuk menunjukkan sarung pistol yang menempel di pinggang. Yang seketika membekukan langkah dan memucatkan kebengisan di wajah Rooney. “Pergilah. Sebelum CCTV di sekitar berbicara lebih banyak dari mulutmu dan menjebloskanmu ke penjara.”

Ancaman tersebut berhasil membuat Rooney tak berkutik. Tatapan kejinya menajam pada Selena yang seketika menundukkan wajah. Berpikir sedikit lebih cerdik untuk menunda urusannya dengan sang keponakan. 

“Dia sudah pergi,” ucap pria itu memutar tubuhnyasetelah Rooney benar-benar menjauh.

Selena menghela napas penuh kelegaan. Memastikan dengan kedua matanya sendiri dari sang paman yang sudah keluar dari area basement rumah sakit.

“Kau sungguh tak mengenalnya?” tanya pria itu lagi. 

Selena membeku, menyadari pegangannya pada lengan si pria dan gegas melepaskannya. Kemudian menatap wajah si pria yang tak asing sekaligus tak begitu familiar. “Terima kasih atas bantuannya, Tuan Alessio,” ucapnya sembari mundur ke belakang. Membersi jarak yang cukup sopan pada atasannya tersebut.

Ya, Alessio Rocco. Pemilik restoran tempatnya bekerja, yang sesekali turun secara langsung untuk menyapa semua karyawan. Pria tampan dengan senyum ramah dan hatinya yang seputih malaikat.

“Saya tak tahu bagaimana cara untuk membalas kebaikan Anda.”

Alessio menautkan kedua alisnya. Mengulang pertanyaannya. “Kau belum menjawab pertanyaanku.”

Selena terdiam. Tak yakin ia harus memberitahu urusan pribadi pada bosnya tersebut.

Alessio pun mengangguk. “Baiklah. Aku tak akan memaksa.”

Selena mengangguk dengan tatapan penuh terima kasih pada Alessio.

“Tapi sepertinya lukamu perlu diobati.” Alessio mengambil pergelangan tangan Selena. “Ikut denganku.”

Mafia Boss's BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang