30. Pesta Ulang Tahun Sang Ayah

464 51 3
                                    

Part 30 Pesta Ulang Tahun Sang Ayah

“Dan tak ada siapa pun di antara kalian yang bisa kupercaya.” Selena mundur satu langkah. “Terutama kau.”

Lucca hanya tersenyum tipis. “Ya, itu masalahmu.”

Kekesalan di wajah Selena berubah menjadi kemarahan. “Kau membunuh pamanku.”

“Aku tahu, dalam sudut hati terdalammu menginginkan hal itu, Selena. Jangan bersikap munafik.”

Selena menggeleng tak percaya akan jawaban Lucca yang begitu ringan. Pria itu menghabisi nyawa seseorang, tanpa sedikit pun rasa bersalah. Ah, ia lupa kalau Lucca memang tak punya hati, kan?

“Dan bukan berarti aku benar-benar menginginkanmu membunuhnya!”

Lucca mendengus. Bergerak satu langkah ke depan dengan perlahan. “Naif dan bodoh memang tak ada bedanya. Rupanya itu alasanmu butuh berbulan-bulan untuk datang padaku.”

Selena menyadari senyum penuh arti yang tersirat dari kedua mata Lucca. Tubuhnya beringsut menjauh. Tetapi rupanya Lucca tak ingin jarak di antara semakin melebar. Satu gerakan singkat lengan pria itu berhasil memerangkap pinggangnya. Menarik tubuhnya membentur dada pria itu.

“Kau tidak merindukanku?” 

Selena menggunakan kedua telapak tangannya di dada Lucca untuk menahan tubuh mereka semakin merapat. Sangat mudah untuk membaca keinginan Lucca dari pertanyaan pria itu. “A-aku …” Selena tersentak ketika tiba-tiba Lucca menjatuhkan tubuh mereka di sofa panjang. Keduanya mendarat dengan lembut, dengan tubuh Lucca setengah menindihnya.

“Ya, aku tahu kau juga merindukanku.” Suara Lucca berubah menjadi bisikan mesra. Mendekatkan bibirnya di telinga Selena yang menggeliat di bawahnya. Dan sungguh sial bagi gadis itu, karena gerakan tersebut membuat hasrat Lucca yang sudah tertahan selama tiga hari ini semakin membuncah.

“Shhh …” Bibir Lucca mengecup ujung telinga Selena sementara tangannya yang lain menurunkan kerah baju sang istri. Menampilkan cekungan leher Selena yang begitu menggoda untuk digigit.

Ciumannya bergerak-gerak di belakang daun telinga Selena. Meninggalkan jejak basah ketika bergerak lebih turun. Mengendus aroma tubuh Selena dalam-dalam, yang sudah menjadi candu untuknya. Bibirnya menggigit daging kenyal di cekungn leher sang istri.

Napas Selena tertahan, menahan kesiap yang hendak lolos. Matanya terpejam. Merasakan cumbuan dan sentuhan Lucca yang tak memberinya jeda untuk bernapas dengan normal. Cara pria itu menyentuhnya selalu berhasil membuatnya kehilangan ritme bernapas.

Satu erangan yang tak berhasil Selena cegah lolos dari celah bibirnya. Membuat hasrat Lucca semakin menggebu. Dengan tak sabaran, pria itu melucuti pakaian mereka berdua ketika memindahkan tubuhnya ke atas ranjang, mencari tempat yang lebih leluasa. Keduanya saling berbagi napas, tubuh mereka saling menempel, kulit dengan kulit. 

Selena tak kuasa menolak gelombang gairah Lucca yang menerjangnya. Saat pria itu menyentuhnya, ia tahu tubuhnya sudah menjadi milik pria itu. Seutuhnya.

Hingga akhirnya keduanya berhasil mencapai puncak kenikmatan, Lucca mengecup bibirnya sambil mengucapkan kata terima kasih. Sebelum kemudian memisahkan tubuh mereka berguling ke samping tubuh Selena. Dengan lengan melingkari kulit perut gadis itu.

Napas Selena kembali normal. Pikirannya sudah kembali jernih ketika merasakan napas Lucca menggelitik kulit lehernya. Keheningan menyelimuti keduanya untuk waktu yang cukup lama.

“Bagaimana kau mengetahui tentang liontin ibuku, Lucca?” Selena tak peduli jika pembicaraan mereka cukup serius setelah aktifitas panas keduanya di atas ranjang.

Mafia Boss's BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang