7. Pertemuan Pertama

737 86 3
                                    

Part 7 Pertemuan Pertama

Tatapan keduanya sempat bertemu, Selena berpaling lebih dulu dan menatap wanita dengan rambut bergelombang dan berwarna pirang yang membingkai wajah cantik tersebut. Pamela Rocco, kekasih Lucca yang juga seorang supermodel internasional.

Selena lekas menguasai keterkejutannya dengan baik. Mendorng meja troli tersebut ke samping meja dan menghidangkan dengan senyum sopan dan ramah yang terpasang di wajahnya dengan apik. Berusaha mengabaikan percakapan mesra antara Lucca dan Pamela.

“Ini benar-benar kejutan, Lucca. Setelah sebulan kau pergi keluar negeri, kau tiba-tiba datang dengan kejutan sebanyak ini.” Kedua tangan Pamela menunjuk dua kantong belanjaan yang ada di samping meja. Wanita itu mengambil salah satunya dan mengintipnya dengan pandangan takjub dan binar cinta yang memenuhi manik coklatnya. “Terima kasih banyak untuk hadiahnya, Lucca. Apakah ini seperti yang kupikirkan?”

Lucca hanya mengedikkan bahunya sekali. Salah satu tangannya menggoyang gelas yang berisi cairan merah sembari memberikan seulas senyum tipis. Ketika Pamela sibuk mengamati isi kantong, ujung matanya melirik pada Selena. “Aku tak mungkin melupakanmu. Di mana pun aku berada.”

Wajah Pamela bersemu merah, membekap bibirnya yang nyaris menjerit dengan kata-kata Lucca. Kedua tangannya menarik keluar kotak yang berada di dalam kantong. Kemudian membukanya dan semakin dibuat terpana dengan benda yang ada di dalam kotak tersebut. Sepasang sepatu dan tas dengan warna senada. “Lucca?!” jeritnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca saking bahagianya.

“Hanya ada dua di negara ini. Dan salah satunya milikmu,” tambah Lucca yang membuat kebahagiaan di dada Pamela semakin membuncah. 

Selena masih berusaha mengabaikan momen pasangan tersebut. Dan ia baru saja meletakkan menu terakhir di meja ketika tubuhnya membeku merasakan sentuhan di pantatnya. Beruntung bibirnya seketika merapat, mencegah pekikan lolos di antara celah bibirnya.

Tubuhnya bergerak ke samping, menjauh dari jangkauan tangan Lucca. Tatapannya menajam, tetapi malah dibalas dengan seringai tipis pria itu. Menahan kedongkolannya, Selena lekas berpamit pergi dan keluar dari ruangan tersebut.

*** 

Rupanya kedatangan Lucca di tempat ini memang sengaja untuk menggangu Selena. Ketika gadis itu sampai di area dapur, mendadak kepalanya pusing dan perutnya terasa mual. Teringat kalau ia melewatkan jadwal makan malamnya.

Selena langsung ke toilet khusus karyawan, memastikan tidak ada siapa pun sebelum memuntahkan isi perutnya yang tak seberapa. Setelah merasa lebih baik, ia beranjak dari simpuhnya di lantai. Duduk sebentar sebelum keluar dari dalam bilik.

Namun, Selena dikejutkan dengan keberadaan Lucca. Yang berdiri tepat di depan pintu. Tubuh Selena tersentak ke belakang, menghindari wajahnya membentur dada pria itu.

“Apa yang kau lakukan di sini, Lucca?”

“Apa kau baik-baik saja?” Mata Lucca menyipit, mengamati lebih lekas raut pucat Selena. 

Seperti Lucca yang tertarik menjawab pertanyaannya, ia pun tak tertarik menjawab pertanyaan pria itu. Selena melirik ke samping tubuh Lucca, menghitung celah bagi tubuhnya untuk melewati pria itu. Terlalu sempit, tetapi cukup bagi tubuh mungilnya. “Aku harus segera kembali,” ucapnya. Dan sebelum mendapatkan respon dari Lucca, kakinya bergerak ke samping. Menyelinap di antara tepi pintu dan tubuh besar Lucca dengan sedikit mendorong pria itu.

Ia berhasil melewati Lucca, berjalan ke depan wastafel dan mencuci muka dan tangan dengan kilat. Sepenuhnya mengabaikan keberadaan pria itu. Akan tetapi, tentu saja Lucca tak akan membiarkannya pergi begitu saja. Sebelum ia berhasil mencapai pintu toilet, Lucca menangkap pinggangnya. Mendorong tubuhnya ke dinding toilet.

Mafia Boss's BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang