8 Hari Yang Penuh Sial

681 103 3
                                    

Part 8 Hari Yang Penuh Sial

Selena mengerjap ketika menutup ingatannya akan kenangan tersebut. Merasakan napas panas Lucca yang saat ini menerpa wajahnya. Entah seseorang siapa yang dimaksud Lucca, tapi sekarang ia tak ingin dan tak perlu tahu.

“Kau jelas bukan seseorang yang percaya cinta pada pandangan pertama, Lucca. Setelah apa yang kau lakukan padaku tadi malam, di belakang kekasihmu yang sempurna itu. Bagaimana kau memperlakukan perempuan, hatimu tidak setulus itu untuk memahami apa itu cinta. Jangan membuatku tertawa dengan jawaban konyolmu itu.”

Ada sepintas emosi yang melintasi kedua manik Lucca. “Aku pernah,” balasnya kemudian dengan serius. Tapi keseriusan itu hanya bertahan sedetik, ketika detik berikutnya pria itu tertawa.

“Lepaskan aku. Aku harus segera kembali atau seseorang akan memergoki kita.” Selena berusaha mengancam.

“Memangnya kenapa? Kita suami istri. Tak ada salahnya menyelinap untuk bermesraan.” Suara Lucca semakin melirih dengan wajah yang bergerak lebih turun. Semakin memupus jarak di antara wajah mereka.

Selena berusaha mendorong kepalanya menjauh dengan sia, tertahan oleh dinding toilet. Ia pun berusaha memiringkan wajahnya ke samping, tetapi rupanya Lucca sudah menebak apa yang akan dilakukannya untuk menghindar dengan menangkap rahangnya. Memaksa melumat bibirnya.

Lumatan Lucca bergerak di sepanjang bibir bagian bawah Selena. Menggigit ujung bibir gadis itu untuk memberinya celah ke dalam mulut. Memainkan lidahnya di dalam sana, mengabsen semua barisan gigi Selena yang rapi. Menyesap semua rasa manis yang membuatnya menginginkan lebih dari sekedar ciuman.

Tangan pria itu mulai bergerak menelusup ke balik pakaian Selena. Menyentuh kulit dada gadis itu yang ranum. Meski tak cukup besar, tapi terasa sangat pas di tangannya. Lembut dan hangat, tepat seperti yang diinginkannya.

Mata Selena membeliak dengan panik. Merasakan paru-parunya yang menyusut karena seluruh napasnya dirampas oleh Lucca. Tangannya berusaha mendorong dan memukul lengan keras Lucca agar pria itu berhenti karena ia sangat butuh bernapas.

Lucca yang merasakan kepanikan Selena pun menghentikan cumbuannya. Menarik wajahnya ke belakang dan terkekeh geli akan wajah Selena yang merah padam. Sedang berusaha meraup udara dengan rakus.

Hingga akhirnya napas terengah Selena berhenti, gadis itu tersadar dan menyentakkan tangannya yang masih berada di dalam pakaian. Selena mendorong dada Lucca menjauh. “Kau benar-benar keterlaluan, Lucca.”

Lucca hanya terkekeh, tatapan puasnya mengamati Selena yang segera memperbaiki penampilan. “Lain kali aku akan bersikap lebih lembut.”

‘Tak ada lain kali.’ Jawaban itu hanya bertahan di ujung lidahnya. Karena tiba-tiba suara feminim yang terdengar semakin dekat membuat tubuh Selena menegang. Suara Pamela yang memanggil Lucca.

“Lucca?!”

Selena mendelik melihat Lucca yang sama sekali tak terusik dengan kedatangan Pamela. Ibu jari pria itu dengan santainya mengusap bibir bagian bawah, kemudian menjilatnya.

“Rasanya lebih manis dari tadi malam,” gumam Lucca. Dengan senyum kepuasan yang semakin lebar. Tepat ketika suara sepatu Pamela semakin mendekat, barulah Lucca melangka mundur. Memasukkan kedua tangannya di dalam saku dan berjalan keluar tanpa kecanggungan sedikit pun telah keluar dari toilet wanita.

“Lucca?” Suara terkejut Pamela menemukan sang kekasih yang tiba-tiba muncul di hadapannya. “Aku mencarimu di mana-mana. Di toilet sebelah selatan dan utara.”

“Benarkah?”

Pandangan Pamela beralih pada tanda yang ada di atas pintu toilet. “Dan apa yang kau lakukan di toilet karyawan?”

Mafia Boss's BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang