Part 26 Keluarga Besar Yang Rumit
Setelah isakan Selena mulai mereda, barulah Lucca sedikit mengurai pelukannya. Menatap wajah gadis itu yang dilembabi air mata. Kedua telapak tangannya merangkum wajah mungil tersebut, mengusap air mata yang masih merembes di ujung mata dengan ibu jarinya. Dengan usapan yang begitu lembut.
“Ya, kejadian kali ini memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita berdua. Kau benar, kita butuh ruang dan waktu untuk memikirkan sebuah kehamilan lagi.”
Selena tak mengatakan apa pun. Sekali lagi menelaan kata-kata Lucca. Apakah itu artinya Lucca tak akan membuatnya hamil lagi.
“Terima kasih, Lucca.” Selena berharap suaranya keluar semeyakinkan mungkin. Tanpa keraguan meski kata-kata itu tidak keluar dari hatinya.
Lucca memberikan seulas senyum tipis. “Ya.”
***
Lucca membawanya bermalam di salah satu villa milik pria itu. Berada di daerah pegunungan dengan pemandangan sore yang begitu menakjubkan. Dan tujuan pria itu sudah terlalu jelas. Apa pun yang diinginkan Lucca darinya, pria itu akan mendapatkannya. Selena membiarkan pria itu mendapatkannya dengan mudah.
Beberapa helai pakaiannya sudah berhasil ditanggalkan oleh Lucca begitu tubuhnya didorong dengan lembut di tengah ranjang. Tanpa melepaskan cumbuan pria itu di bibirnya. Sesekali pria itu melepaskan bibirnya, hanya untuk memberinya kesempatan untuk bernapas. Pun tak benar-benar melepaskan bibir dari tubuh telanjangnya.
Mata Selena terpejam ketika cumbuan Lucca semakin panas dan berhasil membakar tubuh keduanya. Menenggelamkan mereka ke dalam hasrat dan gairah yang semakin menumpuk. Membuat tubuh keduanya berkeringat.
Ini bukan pertama kalinya Selena melayani Lucca di atas ranjang. Sedikit banyak, tahu apa yang disukai pria itu dari tubuhnya. Satu erangan yang lolos dari bibirnya berhasil membuat pria itu semakin terbakar. Bergerak di atas tubuhnya semakin cepat. Semakin Selena membiarkan dirinya terjebak gairah pria itu, membiarkan tubuhnya memanas oleh setiap sentuhan pria itu, dan semakin dirinya menginginkan sentuhan pria itu. Selena bisa merasakan keinginan Lucca akan dirinya semakin besar.
Erang kepuasan pria itu bergema memenuhi seluruh ruangan. Bersama dengan engahan napasnya. Puncak kenikmatan yang tak bisa ia tolak tersebut membuat mata Selena terpejam.
Saat matanya terbuka dengan perlahan, wajah berkeringat Lucca masih melayang di atas wajahnya. Kepuasan tampak jelas di sana, dan seperti kebiasaan yang selalu dilakukan pria itu saat puncak kenikmatan berhasil mereka raih. Lucca menghadiahkan satu kecupan di kening sebelum menjatuhkan tubuh ke samping.
“Kau memang tak pernah mengecewakan,” bisik Lucca. Tepat di telinga gadis itu.
Sudut hati Selena merasa puas dengan pengakuan tersebut. Setidaknya kepuasan pria itu dibungkus pengaman. Dan Selena akan melakukan apa pun untuk satu hal ini. Ia tak akan lagi membiarkan Lucca menghamilinya.
“Bolehkah aku istirahat sebentar?” tanya Selena setelah napasnya kembali normal.
Lucca menenggelamkan wajahnya di antara helaian rambut Selena. Harum dan lembab. Aroma tubuhnya dan Selena berbaur jadi satu, dan itu menjadi aroma favoritnya. “Ya, istirahatlah. Kau layak mendapatkannya.”
Selena tak mengatakan apa pun lagi. Merasakan tubuh Lucca yang semakin merapat di punggungnya. Seringai tersamar di ujung bibirnya. Ia akan membiarkan dendamnya terajut di atas ranjang seorang Lucca Enrico.
***
Menjadi patuh dan wanita yang menyenangkan untuk Lucca, adalah satu-satunya pekerjaan yang semakin hari semakin lihai ia kerjakan. Kepuasan Lucca menjadi kepuasannya.
Setelah bermalam di villa sepanjang akhir minggu ini. Tiga hari dua malam, akhirnya Lucca membawanya pulang. Dan bahkan pria itu membawanya singgah di rumah sakit untuk melakukan suntik kontrasepsi.
Apa pun macam kontrasepsinya, ia hanya ingin aktifitas panas mereka tak lagi menciptakan makhluk tak bersalah yang harus terseret ke dalam dendam antara dirinya dan Lucca.
Hubungannya dan Lucca semakin membaik sepanjang beberapa minggu terakhir ini. Lucca memberinya kebebasan ke mana pun ia bisa pergi. Sekedar berjalan-jalan sendiri ataupun pergi ke mana pria itu ingin. Bahkan pria itu mengijinkannya memegang ponsel.
Ya, ia membutuhkan semua itu untuk membangun kepercayaan Lucca, sembari menyelidiki apa yang telah terjadi pada kedua orang tuanya. Satu-satunya hal yang ia ketahui sejauh ini hanya Luccalah dalang di balik kecelakaan kedua orang tuanya. Dan informasi itu hanya ia dengar dari Alessio.
Bukan ia tak mempercayai Alessio. Tapi kebencian antara Lucca dan Alessio begitu pekat, Selena butuh lebih banyak informasi. Pamannya? Selena tak bisa mengandalkan saudara ibunya tersebut.
“Pamanmu?” Salah satu alis Lucca terangkat ketika tiba-tiba Selena mempertanyakan sepupu sialannya itu.
Selena mengangguk. “Dulu kau tak mengijinkanku berkeliaran di luar karena pamanku masih mengincarku.”
“Ya, sekarang aku sudah mengurusnya.”
Selena tak yakin cara apa yang digunakan Lucca untuk mengurus sang paman. Ia hanya yakin apa pun caranya, akan lebih baik jika dirinya tak membayangkan. “Bukankah dia sepupumu juga?”
Mata Lucca menyipit. Mencoba membaca ekspresi di wajah Selena.
“A-aku hanya bertanya-tanya. Kenapa hubungan persaudaraan bisa menjadi serumit ini. Bukankah ibuku juga adalah sepupumu?”
Lucca masih bergeming. Tak biasanya Selena menjadi ingin lebih tahu dari biasanya. Ya, pun ia memahani hubungan persaudaraan mereka yang memiliki konsep tak biasa dibandingkan keluarga besar pada umumnya hingga membuat gadis kecil itu terpancing oleh rasa penasaran. “Ya, kami memiliki kakek dan nenek yang sama. Tapi satu kesalahan fatal yang dilakukan kakek dan nenekmu membuat keluarga kalian diusir dari rumah utama.”
“Kesalaan fatal?”
Lucca mengangguk. “Dan ibumu mengulang kesalahan tersebut dengan mengandungmu.”
Selena membeku. Napasnya sempat tertahan.
“Don Rocco adalah musuh bebuyutan keluarga kita. Ayahmu.”
Selena mengedipkan matanya sekali. “Dan kau menikahiku. Juga mengencani Pamela.”
“Pamela hanyalah pion. Sekarang wanita itu sudah menjadi piala …” Tiba-tiba Lucca berhenti. “Ya, aku juga sudah mengurusnya.”
Pikiran Selena menjadi semakin liar dengan kata-kata Lucca yang tiba-tiba berhenti. Dan pria itu memang sengaja bermain-main dengan pikiran buruk dan ketakutannya.
“Ck. Kau masih saja peduli padanya,” decak Lucca mengejek. “Karena kau tahu ternyata dia dan Alessio rupanya adalah saudaramu?”
Selena tak langsung menjawab. Satu hal yang meski adalah sebuah fakta, tetap saja dirinya tak bisa disandingkan dengan Alessio dan Pamela. Ia hanyalah anak haram yang terlahir dari cinta yang terlarang.
“Ibuku mencintainya.”
Senyum yang tersirat penuh arti di kedua ujung bibir Lucca. “Seberapa besar keyakinanmu untuk mempercayai seorang Alessio Rocco?”
Selena tentu tak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Alessio Rocco adalah pemilik restoran tempatnya bekerja. Sebagai pemilik restoran, pria itu juga terkenal memiliki kepribadian yang baik sebagai atasan. Tak jarang memberikan bonus-bonus untuk para karyawan. Memperlakukan semua bawahan dengan dengar baik.
Dan mengenal secara pribadi, tentu saja ia tak tahu apa pun selain bantuan yang pria itu berikan ketika melindunginya dari pamannya.
Lucca mencondongkan tubuhnya ke depan. Memastikan Selena menatapnya lekat dan memasang telinga dengan seksama ketika ia kembali bertanya. “Dan jika aku mengatakan Don Rocco hanya memanfaatkannya untuk mengusikku. Apakah kau akan percaya padaku?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mafia Boss's Bed
RomanceSelena Eileen, dijual sang paman biadabnya pada pria hidung belang. Akhirnya berhasil melarikan diri, menemui Lucca Enrico. Menerima penawaran yang pernah diberikan padanya demi dilindungi dari sang paman. Namun, setelah ia menerima kesepakatan Lucc...