14. Kau Pelakunya

621 83 2
                                    

Part 14 Kau Pelakunya?

“Turunlah.” Lucca yang tiba-tiba muncul dari balik pintu mobil membuat Selena tersentak kaget. 

Kerutan tersamar di kedua alis Lucca melihat kepucatan di wajah Selena. Kedua matanya bergerak turun, ke arah kedua tangan gadis itu yang saling meremas di pangkuan.

“A-apa kau akan membunuhnya?”

“Mungkin.”

Leher Selena seperti tercekik dengan jawaban ringan tersebut. Terutama dengan mata Lucca yang terlihat seperti menertawakan reaksi ketakutannya. Seolah melenyapkan nyawa seseorang adalah hal yang mudah bagi Lucca.

“Mungkin juga tidak,” lanjut Lucca. Kali ini dengan tawa kecilnya. “Kau tak perlu mengasihaninya, Selena. Dia nyaris membunuh anak dalam kandunganmu. Anakmu.”

“Dia tak sengaja melakukannya.”

“Ya, itulah sebabnya sekarang aku hanya mengirimnya ke pelukan kakaknya kembali.”

Selena merasa sedikit lega dengan jawaban Lucca kali ini. Pun masih tak bisa sepenuhnya mempercayai kata-kata pria itu. “Siapa sebenarnya kau, Lucca?”

Lucca tak langsung menjawab. Senyum pria itu melebar, dengan mata yang menyipit geli. “Aku? Suamimu tentu saja.”

Selena seharusnya tahu tak akan mendapatkan jawaban itu dari mulut Lucca. Yang kemudian terbahak dengan ketakutan yang semakin memucatkan wajahnya.

*** 

“Tidak di sana, istriku.” Lucca menarik lengan Selena yang berbelok menuju ruang tamu. Tempat gadis itu bermalam sebelumnya. “Ke kamarku.”

“A-apa?”

Lucca membawa Selena menuju lift yang terletak di antara kedua tangga spiral. “Aku tak suka dibuat repot untuk turu ke bawah atau memanggilmu ketika menginginkanmu.”

Wajah Selena dibuat merah padam dengan kata menginginkan yang dikatakan oleh Lucca. Kepalanya menoleh ke samping.

“Dokter mengatakan pendarahanmu sudah berhenti. Dan dokter juga sudah memberikan obat penguat untukmu. Jadi tidak masalah jika aku menyetubuhimu, meski aku harus menunggu beberapa hari lagi untuk memastikan kalian baik-baik saja.”

Selena sepenuhnya kehilangan kata-kata dengan penjelasan Lucca yang bahkan lebih detail dan vulgar dari dokter. Yang diinginkan oleh Lucca hanya …

“Ya, hanya tubuhmu yang kubutuhkan. Untuk menyalurkan hasratku, juga untuk mengandung anakku.”

Wajah Selena tak bisa lebih merah padam lagi. Tapi yang bisa dilakukan hanyalah  menekan kuat-kuat amarah tersebut. 

Pintu lift terbuka, Lucca menariknya keluar. Setengah menyeret menyeberangi ruangan yang terbuka, menuju pintu ganda hitam yang ada di tengah.

“Mulai sekarang kau akan tinggal di sini.” Lucca melepaskan pegangannya. Berjalan dan duduk di sofa sembari menggulung lengan kemejanya hingga ke siku. “Semua barang-barangmu di apartemen akan segera dipindahkan. Untuk sementara kau bisa mengenakan pakaianku yang ada di ruang ganti.”

Selena tahu semua kata-kata pria itu bukan untuk mendapatkan persetujuan darinya. Apa pun yang dikatakan oleh Lucca adalah apa yang akan terjadi. Ia pun mulai memindahkan berat badannya menuju sekat kaca yang berada di seberang ruangan, tepat di belakang tempat tidur berukuran besar.

Kamar mandi Lucca dikelilingi oleh dinding kaca, menampilkan seluruh isi kamar mandi yang memudahkan Selena menemukan tempat itu untuk mencuci muka, tetapi berpikir dua kali untuk membersihkan tubuhnya. Pandangan Lucca yang duduk di sofa mengarah padanya. Mengamati setiap gerak-geriknya. Dan sudah tentu pria itu akan sangat menyukai menjadikan dirinya sebagai tontonan di depan mata.

Mafia Boss's BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang