17. Kegilaan Cinta

514 75 7
                                    

Part 17 Kegilaan Cinta

Pamela menjatuhkan tubuhnya di kaki Lucca. Menyatukan kedua telapak tangannya di depan wajah dengan raut permohonan yang begitu kental. ‘Aku akan melakukan apa pun agar kau memaafkan aku, Lucca. Apa pun.’

Lucca masih melirik tak tertarik ke arah Pamela. Kedua lutut wanita itu menempel di lantai yang dingin dengan kedua mata digenangi air mata. 

‘Kau bisa menggunakanku untuk membalaskan dendammu pada kakakku. Selama kau tidak membuangku. Aku tidak bisa hidup tanpamu, Lucca.’

Lucca masih bergeming. Kerutan tersamar di kedua alisnya. Dalam hati mendengus. Seorang Pamela Rocco, merendahkan diri di hadapannya. Memberinya kepuasan, meski tak sebesar jika Alessio yang melakukan hal itu padanya.

‘Aku bisa melakukan apa pun untukmu, Lucca. Aku tak peduli jika kau memanfaatkanku untuk membayar semua yang dilakukan kakakku padamu. Aku akan melayanimu. Melakukan semua perintahmu dengan patuh. Asalkan jangan buang aku.’ Air mata Pamela mengalir semakin deras. ‘Aku juga tak akan mempermasalahkan wanita-wanita yang kau inginkan demi kesenanganmu. Kau bisa memiliki mereka semaumu.’

Kerutan di alis Lucca menukik semakin dalam. Menatap keputus asaan Pamela dan mulai tertarik untuk mempertimbangkan. ‘Termasuk jika menjadi pelayan di rumahku?’

Pamela mengangguk. Tanpa keraguan sedikit pun.

Kesiap Selena mengundang perhatian Lucca yang baru saja membuka matanya. Mengikuti arah pandangan sang istri. “Kau sudah datang?”

Pamela mengangguk patuh. Meletakkan nampan berisi makan pagi di meja dan dengan sopan dan lembut berucap, “Sarapan Anda. Apakah ada lagi yang Anda butuhkan?”

Lucca menggeleng. “Keluarlah.”

Pelayan dan Pamela mengangguk dengan patuh. Berjalan keluar dari kamar dan menutup pintu, meninggalkan ketercengangan yang masih belum mampu Selena cerna. 

“Apa yang kau lakukan padanya, Lucca?” Suara Selena diselimuti getaran yang hebat. Kesulitan mempercayai apa yang baru saja disaksikan mata kepalanya sendiri.

Lucca hanya tersenyum tipis. “Kau ingin langsung makan atau …” Pandangannya bergerak mengamati tubuh Selena dengan keinginan yang tak ditutupi sama sekali. “S*ks pagi yang menyegarkan?”

Selena menelan ludahnya. Ketakutan menyergap dadanya, tubuhnya beringsut menjauh ke tepi ranjang. “Kenapa kau menjadikannya pelayan?”

“Bukan keinginanku. Dia yang ingin melakukannya sendiri.”

Selena tak percaya. Kalaupun ia percaya, itu hanya menunjukkan betapa Lucca telah mempengaruhi Pamela begitu dalam. Hingga mau menjadi pelayan di rumah ini demi Lucca. Bahkan wanita itu tak segan-segan bersujud di kaki Lucca.

“Bukan salahku dia yang tak bisa hidup tanpaku. Sejak awal, aku hanya bermain-main dengannya. Dan karena dia tidak cukup memalukan untuk dijadikan pajangan, kupikir tak ada salahnya aku memamerkannya sebagai kekasih, kan? Toh dia sendiri yang mengumbar dan memamerkan diriku untuk menyombongkan diri. Kau pikir dia tidak mendapatkan keuntungan banyak dengan menjadi kekasihku?”

Selena tak mengatakan apa pun. Matanya menatap keseriusan di wajah Lucca yang tak mungkin ia sangkal. Bercampur dengan kilat licik dan seringai khas pria itu yang begitu kejam. Sumpah Lucca di rumah sakit pada malam itu dengan Alessio. Sekarang ia tahu setiap kata itu sudah menjadi kenyataan.

Sentakan tangan Lucca yang membawa tubuhnya kembali mendekat, membelah benak Selena yang dipenuhi kemelut. Tubuhnya ditarik ke tengah ranjang dan didorong hingga jatuh berbaring, sebelum kemudian tubuh pria itu setengah menindihnya.

Mafia Boss's BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang