BAB 12

10 1 1
                                    

Beda Kepribadian

Tiga personil SNSD yang sibuk ngampus sampai tidak pernah aktif group ini tengah berserah diri pada nasib

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga personil SNSD yang sibuk ngampus sampai tidak pernah aktif group ini tengah berserah diri pada nasib. The Study Hub adalah saksi bisu betapa kami nyaris meninggalkan kepala dalam keadaan berasap. Berdasarkan investigasi alam, hal ini dikarenakan kami tengah berjibaku dengan tugas kuliah, yang menyusahkan manusia dengan otak yang sulit berfungsi seperti kami.

"Guys. Sebenarnya tugasnya mudah kalau kita bisa fokus. Sebenarnya kenapa kita bisa pusing tuh karena kebanyakan mikir tugas lain yang campur aduk di kepala," kata Ahra. "Fokus ke tugas pertama yang bakal kita kerjain dulu aja."

"Penelitian tokoh sastra aja dulu." Zinni memberi saran.

"Lo udah milih tokohnya siapa?" tanyaku pada Zinni.

"Belum, tapi udah kepikiran bakal milih Chairil Anwar paling."

Ahra menyahut. "Figur yang menarik. Saking menariknya sampai rata-rata mahasiswa milih beliau, kayaknya sih. Bisa ditebak gitu abisnya."

Ahra mengalihkan perhatiannya ke arahku. "Lo udah nentuin tokohnya?"

"Gue lagi mempertimbangkan Pramoedya Ananta Toer. Karya-karyanya luas dan punya dampak besar di Indonesia."

"Duh, kalau gue siapa ya?" Ahra masih kebingungan.

"Gue aja, Ra," sahutku. "Gue tokoh sastra bukan sih? Punya karya 10 vote dalam empat tahun di Wattpad!"

"Ngaco!" seru Ahra.

"Apanya yang bisa diteliti. Jadi penulis ahli dulu lo baru bisa dijadiin bahan penelitian," timpal Zinni.

Helaan napas lelah mendahului tanggapanku. "Gue berusaha buat bantu."

"Dee Lestari aja, Ra." Zinni memberi rekomendasi.

"Oke deh!"

Zinni mendesah frutrasi. "Gue cuman kepikiran sama analisis karyanya Chairil Anwar. Kalian punya saran nggak buat bagian lainnya, kayak dampaknya terhadap sastra kontemporer?"

Sebelum menjawab, aku mendesah. Zinni ini seolah tidak tahu saja kami tengah mengalami masalah yang sama. Namun, barangkali kami bisa saling membantu, aku pun menjawab.

"Lo bisa melibatkan pendapat para kritikus sastra terkenal, dengan menggali wawancara atau artikel mereka."

Saranku membuat Zinni terduduk lunglai di kursinya. Sementara Ahra masih terdiam bisu. Otaknya mungkin yang paling tidak berfungsi saat ini.

"Ra, lo kalau mau meneliti gue, lo bisa wawancara gue secara eksklusif."

Kalimatku direspons dengan tawa oleh Zinni. "Gla, plis deh. Lo justru bikin Ahra makin pusing. Liat deh mukanya udah kaya korban percobaan eksperimen gagal."

"Sori, Ra," kataku, dengan ekspresi dan nada sok serius.  "Kita butuh kopi nggak sih? Kayaknya kafeinnya bisa membantu."

"Boleh, kalau lo mau beli. Gue sama Zinni nitip."

Ekuilibrium E-dan Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang