BAB 24

5 1 0
                                    

Isi Hati Jerre

Hari itu ketika Naja menyuruhku menemuinya di studio Aether, kami tidak jadi mengobrol karena dia latihan band hingga malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari itu ketika Naja menyuruhku menemuinya di studio Aether, kami tidak jadi mengobrol karena dia latihan band hingga malam. Jadi dia hanya mengantarku pulang dan kami pun janjian akan menyempatkan waktu lagi untuk bertemu.

Hari inilah waktunya. Kami pergi ke kafe Fancy yang terlihat penuh pengunjung. Namun, keberadaan Hesa dan Jerre yang tak terduga di sana membuat Naja mengajakku agar duduk bersama mereka.

"Rame banget ya," ucap Naja.

"Hooh. Hai, Gla!" Hesa menyapaku. "Lo duduk di kursi gue aja biar sampingan sama Naja. Kursi yang lo duduki sebelah Rae soalnya."

Hesa pun bangkit sementara aku baru saja terkejut mengetahui rupanya ada Rae juga di sana.

"Loh dia ke mana?" tanya Naja.

"Lagi ke toilet. Sebenarnya Jerre diajak nongkrong sama Reza, tapi yang dateng malah Rae. Dia nge-chat gue buat nemenin dia di sini." Hesa menjelaskan.

Sementara Jerre diam saja, Hesa mulai mengajak Naja ngobrol. "Gini ya, Ja. Gue yakin lo juga sadar rencana Reza tuh apa. Dia berniat mau ngedeketin Rae sama Jerre sementara kita kan tau kalau Jerre nggak suka sama Rae."

Naja mengangguk paham. "Terus?"

"Gue merasa Jerre perlu ngobrol terbuka sama Rae, karena gue khawatir kalau Jerre diam aja, dia bakal makin merasa bertanggung jawab atas perasaan Rae!"

Hesa menjeda kemudian menatap Jerre, memaksa Jerre untuk mendengarkan nasihatnya. Mereka melupakan keberadaanku yang barangkali tidak seharusnya mendengar obrolan itu. Namun, mungkin tidak apa-apa sehingga aku hanya diam saja.

"Kita mau lo tau, Jer, kalau lo nggak seharusnya merasa terpaksa ngelakuin itu cuman buat Aether. Gue yakin Aether nggak seputus asa itu. Tanpa Rae, Aether nggak akan nyerah."

Setelah mendengar nasihat itu, Jerre menatap Naja seolah ingin meminta pendapatnya dan Naja memberinya anggukan yakin.

"Tuh orangnya mau dateng. Kita pindah aja, Ja. Yuk, Gla!"

Kami pun segera bangkit, lalu mencari tempat duduk yang tak jauh dari meja Jerre sehingga kami masih bisa mendengar obrolan Jerre dan Rae. Sebelum mengatakan apa yang Hesa suruh, Jerre melirik kami seolah ragu. Dan Hesa meyakinkan Jerre untuk yang kesekian kalinya.

Akhirnya, Jerre terlihat menghela napas seolah siap mengatakannya. "Lo masih suka sama gue?"

Rae tersenyum lebih dulu sambil menatap Jerre. Kemudian menunduk, terus mendongak, lalu bersandar pada punggung kursi. Aku menyaksikan semuanya di meja seberang, yang agaknya tidak diketahui oleh Rae.

"Gue pikir keliatan jelas kalau gue masih suka sama lo. Jadi, gue perlu jawab?" tanya Rae. "Masih, Jerre. Gue nggak pernah lupain lo."

Dahiku mengerut bingung karena mulai merasa ada situasi yang tidak aku ketahui. Cara Rae menyampaikan perasaannya seperti dia sudah lama menyukai Jerre. Lalu aku menatap Naja saat merasa dia sedang menatapku juga. Namun, tatapan kami terinterupsi oleh suara ceria Rae.

Ekuilibrium E-dan Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang