CHAPTER 1

21 6 1
                                    

‎ ‎بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

RENGGANIS & GARIS TAKDIR

Deras hujan bagaikan butiran pasir dari langit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Deras hujan bagaikan butiran pasir dari langit. Aychel, gadis cantik itu tertidur nyenyak dan melupakan bahwa jendela balkonnya masih terbuka. Menyisakan gorden berwarna putih bersih yang sudah berubah warna dan fungsi menjadi tempat singgah para dedaunan yang terbawa oleh tiupan angin kencang.

"Engghh, huaam." Aychel membuka mata kala merasa suhu kamarnya sudah kelewat dingin. Ia terduduk di kasur, menggaruk kepalanya yang gatal, lalu kembali memfokuskan pandangannya pada satu titik, balkon.

Kaki jenjangnya menuruni kasur dan melangkah menuju pintu balkon. Ia sempat terkesiap melihat betapa menyeramkannya udara malam di luar. Dengan gesit tangannya menarik pintu balkon hingga tertutup rapat. Aychel menghela napas gusar, susah memang jika memiliki kebiasaan tidur seperti kebo.

Mata hazel itu menatap nanar sebuah koper yang berada di samping kasur. Aychel mengusap wajahnya yang lesu. "Benarkah ini? Mengapa Ia begitu tega padaku?"

Demi sebongkah nilai pas-pasan yang ditawari oleh dosennya, ia rela jika harus dikirim ke negara orang. Mr. Jakob Inre. Pria tua itu sampai sekarang belum memberi tahunya kemana harus bertapak.

Aychel mendekati sepetak mading di dinding, di sana terdapat tiga lembar foto dengan masing-masing didampingi oleh secarik kertas berisi tulisan dengan maksud terselubung di dalamnya.

"Tunggu tanggal mainnya."

Aychel, nama yang diberikan oleh Ayah dan Ibu untukku. Sejak kecil, aku tidak pernah bisa ditinggal oleh kedua orang tua. Menghabiskan waktu dengan mereka adalah hal yang selalu aku inginkan, tapi sekarang, semua harus bisa aku biasakan. Meninggalkan kedua orang tua di Jerman dan pergi ke kampung halaman Ibu, Indonesia. Walau sesaat, ini bagai sebuah perjuangan yang butuh cucuran air mata menurutku.

Tepat saat pagi aku terbangun, ponselku mengeluarkan suara dering yang tak biasa. Suara dering yang hanya khusus untuk orang penting dalam hidup. Mata hazelku terbuka lebar, mendapat pesan dari sang pengirim yang ternyata Pak Dosen tercinta.

"Indonesia, Aceh, Banda Aceh." Sekiranya begitulah isi pesan dari Mr. Jakob Inre.

Aku tak pernah tahu, apakah dosen-dosen di luar sana juga melakukan studi sejarah sambil mengunjungi langsung sebuah negara yang menjadi topik pembahasannya atau tidak.
Setelah membaca pesan, aku tersenyum miring. Menjulurkan kaki ke lantai, dan melompat girang seakan ini adalah kabar baik.

"Kamu akan meninggalkan kedua orang tuamu ini, Aychel."

"Kamu benar-benar akan pergi tanpa kami."

Rengganis & Garis TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang