CHAPTER 4

14 5 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

RENGGANIS & GARIS TAKDIR

Aychel merebahkan tubuh di kasur, matanya menelisik setiap inci sudut kamar dengan perasaan gundah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aychel merebahkan tubuh di kasur, matanya menelisik setiap inci sudut kamar dengan perasaan gundah. Ia terus saja menghela napas panjang seolah ada sesuatu berat membelenggu hatinya. Kamar ini tidak kurang pendingin ruangan, namun keringat bercucuran di dahi serta telapak tangan Aychel.

"Perasaan baru kemarin aku sampe di bandara, tau-tau udah lima hari aja," ucap Aychel menatap langit-langit kamar.

"Tuhan, Aychel pengen ke sini sering-sering, tapi jauhh. Lagian kenapa harus kuliah di Jerman coba? Kan, seru kalo aku kuliahnya di sini aja, apa pin—engga-engga, apaan sih." Aychel bermonolog dengan pikiran yang berkecamuk. Rasanya ia ingin terus menetap di Indonesia, namun keluarga serta pendidikannya berada di Jerman. Satu-satunya cara adalah berharap pada Tuhan, semoga suatu saat ia bisa kembali ke sini.

Aychel bangun dan melangkah menuju lemari untuk mengeluarkan koper serta menata benda bawaan yang lain seperti, earphone, novel, laptop, buku diary, dan benda-benda lainnya.

"Aychell! Ibu di ruang keluarga, masuk aja ya!" Setelah mendengar teriakan dari Wanita itu, ia bergegas membawa semua barangnya ke ruang keluarga. Ya, seharusnya ruang keluarga adalah tempat penting, tidak sembarang orang boleh masuk ke sana, tetapi Ibu Cahaya mengizinkannya untuk masuk, toh sudah dikatakan sejak awal, bahwa selama Aychel berada di sini, ia adalah anak mereka.

Pertama kali bagi Aychel menginjak ruangan ini, ruangan bernuansa putih tulang berpadu coklat kayu dengan hiasan lemari lebar di sisi kiri dinding, di sana tertata berbagai jenis foto ukuran kecil, dinding ruangan ini juga terdapat foto dengan ukuran sedang hingga besar. Susunan sofa yang sangat empuk berwarna coklat kayu berada tepat di tengah-tengah ruangan ditemani dengan meja minimalis berwarna coklat.

Aychel menyeret dua buah koper menuju ruang tersebut, ia mendapati Ibu Cahaya dengan kemonceng sedang terduduk di salah satu sofa, nampaknya baru saja membersihkan rumah dan beristirahat di ruangan ini.

"Sini, Chel, Ibu tolong beresin barangnya." Aychel mengangguk sembari tersenyum.

Kedua koper dibuka, satu persatu isinya di keluarkan untuk kembali disusun.
Ibu membantu Aychel menata bajunya ke dalam koper hingga tersusun rapi.

"Kalo Aychel ada salah, maafin ya, Bu, tolong bilang juga ke Bapak, Aychel minta maaf kalo ada salah." ujar Aychel dengan raut lesu.

"Chel, kamu salah apa coba? Baru juga lima hari di sini, kalo pun ada, gak perlu kamu minta juga Ibu maafin. Nanti kalo udah di Jerman jangan lupain kami, warga desa ini, dan semua kenangannya." Ibu Cahaya berujar lembut seraya mengusap pipi Aychel.

"Semoga aja Aychel bisa balik lagi ke sini kalo udah sukses, ntar Aychel traktir mie Aceh sedesa ini," ucap Aychel diakhiri kekehan kecil.

"Aaminn, tapi jangan nunggu sukses baru ke sini, langsung aja dateng kapan bisa, Ibu sama warga desa bakal seneng pastinya."

"Yaudah Ibu mau mandi dulu, kamu tunggu di sini ya, nanti baru Ibu anter ke Bandara." Aychel mengangguk dan tersenyum sebagai balasan.

Gadis pemilik rambut coklat terang itu memainkan pandangan kesekeliling ruang, menangkap setiap objek yang tertata di ruangan ini, hingga netranya terpaku pada bingkai foto berukuran kecil yang tersusun di dalam lemari.

Aychel beranjak dari sofa menghampiri lemari yang berada tepat di seberangnya, ia memperhatikan foto anak laki-laki kecil dengan kerutan kecil di dahinya, anak itu mirip dengan Bapak Radzka, apa itu foto Bapak Radzka saat kecil? Pikirnya.

"Mirip Pak Radzka. Apa mungkin ini Pak Radzka saat kecil?"

"Kalo aja Aychel tau mudanya Pak Radzka gimana—"

"Aychel, sedang apa?" Bapak Radzka menegur dari pintu ruangan.

"Hehe, Aychel lagi liatin foto Bapak waktu kecil," ujar Aychel polos.

Raut Pria itu berubah, ia terkejut, kemudian berusaha terkekeh untuk menormalisasikan keterkejutannya.

"Ah itu bukan Bapak. Oh ya, kamu belum ke bandara? Ibu mana?"

"Ibu Cahaya lagi mandi katanya, Pak."

Bandara Sultan Iskandar Muda, tujuan Banda Aceh-Hamburg baru saja take off meninggalkan serambi Mekkah.

"Selamat tinggal, Aychel, Ibu harap kamu benar-benar dapat kembali ke sini, karna—"

"Assalamu'alaikum, Bundaa." Seorang pemuda dengan sebuah koper menghampiri Ibu Cahaya bersama senyum sumringah.

"Wa'alaikumussalam, Abang." Bunda menerima uluran tangan dari Pemuda yang menyalaminya. Bunda mengusap puncak kepala pemuda itu dengan lembut seraya tersenyum cerah.

"Udah? Ayo pulang," ajak wanita yang dipanggil Bunda.

"Bun, Ayah di mana?"

"Ayah lagi ada tugas ke luar kota, ini Bunda ke bandaranya sendiri sekaligus antar Aychel juga."

"Aychel udah balik, Bun?" Pemuda itu bertanya santai sambil terus menyetarakan langkahnya menuju mobil Bunda.

Pintu mengemudi dibuka oleh lelaki tadi, betapa terkejutnya ia mendapati mobil yang tidak terkunci.

"Assalamu'alaikum, Abang." Seorang pria menampakkan wajahnya dengan senyuman kala pintu terbuka lebar. Wanita paruh baya di belakang lelaki itu sudah terkekeh kecil melihat ekspresi anaknya yang terlihat kaget.

"Wa'alaikumussalam. Ayah? Kata Bunda, Ayah lagi di luar kota." Pria itu menggeleng pelan menatap netra anaknya.

"Bunda..." Lelaki yang dipanggil Abang membalikkan tubuhnya ke belakang, mengetahui kejahilan Ibunya.

"Tidak baik menipu, Abang baru saja merasa sedih saat tahu Ayah tidak ikut menjemput." Lelaki itu berujar datar di akhiri senyuman terpaksa.

"Udah ah, ayo pulang," ajak Ayah menyudahi.

"Pulang? Makan-makan dulu dong," tawar Bunda dengan semangat.

"Makan masakan Bunda aja, Abang kangen masakan Bunda."

Note:

Teruntuk pembaca Rengganis & Garis Takdir; apa bila menemukan kesalahan kata maupun pengartian yang menjadi masalah atau merusak pengartian sesungguhnya, dimohonkan untuk pemberitahuan langsung. Kalian bisa menghubungi saya di Instagram yang tertera di bawah ini:
@mkyaamla (akun pribadi Micel)
@mkyasayaa (akun wattpad Micel)

Bisa juga berkomentar untuk memberi saran atau kritik yang setidaknya memang saya perlukan untuk memperbaiki kesalahan saya selaku penulis atau kalian juga dapat mengirimi saya pesan melalui akun wp saya ini.

Terima Kasih.

Rengganis & Garis TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang