PROLOG

36 8 1
                                    


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

RENGGANIS & GARIS TAKDIR

Jerman, University of Fuhrer, 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jerman, University of Fuhrer, 2023

University of Fuhrer Jerman menjadi pilihan sebagai penutup kisah pendidikanku. Tak asal pilih, aku telah memikirkan hal ini cukup lama, hingga keputusanku berakhir di Jerman. Banyak sekali jurusan yang ingin kupelajari, tapi aku lebih memilih jurusan sejarah dan ilmu pengetahuan budaya sebagai jawabannya.

Sejak kecil, aku sering dibacakan dongeng oleh Ayah, Thomas Van Rober. Namun kerap kali aku merasa bosan dengan kisah dongeng yang tidak pernah dapat diterima oleh akal sehatku kala itu. Aku lebih sering memaksanya untuk membacakan buku sejarah dari tanah kelahiran Ibu, Indonesia. Karna menurutku, sejarah jauh lebih dapat diterima oleh akal sehat manusia. Sejarah juga lebih menantang, seakan mengajak untuk turut hadir di dalamnya.

Banyak sekali kisah yang dibacakan oleh Ayah. Tapi kala itu, ia menggunakan buku sejarah Indonesia untuk menceritakannya, katakan saja, Ayah tidak tahu banyak mengenai sejarah Indonesia. Berbeda dengan Ibu yang dapat bercerita tanpa menggunakan buku apa pun di tangannya.

Kata beliau, "Kau tidak perlu mencari tahu sesuatu yang sudah pernah kau lihat sendiri. Karna kalau tidak, kau akan menemukan kisah baru hasil dari penglihatan telinga mereka."

Suatu waktu saat aku masih bersekolah kelas 9, Ayah mengajakku berdiskusi soal dunia perkuliahan. Ayah yang sadar jika aku memiliki ketertarikan dalam hal sejarah menyarankan untuk berkuliah di kampung halamannya, Jerman.

Dua tahun lalu, menurut dari data lembaga Statistik Jerman, pada semester musim dingin, seluruh universitas dan sekolah tinggi di Jerman tercatat 2.537 mahasiswa yang berasal dari Indonesia dan hampir 500 orang di antaranya merupakan mahasiswa semester pertama.

Di hari pertama penerimaan mahasiswa, aku sudah melirik sekilas wajah-wajah Asia yang nantinya ingin kujadikan teman. Setelah rangkaian acara yang diadakan selesai, aku langsung bergegas menyapa satu persatu dari mereka yang ingin kusapa. Aku menyapa dengan tersenyum, kemudian mengulurkan tangan dan berujar, "Hai, namaku Aychella Noen Rober, panggil aku Aychel!"

Perkenalan tak hanya sampai di situ. Ternyata mereka memiliki lingkup pertemanan yang sangat luas. Aku diajak untuk bergabung dalam organisasi yang ingin mereka kembangkan, Organisasi Persatuan Mahasiswa Indonesia. Mungkin terlihat janggal karna orang Eropa sepertiku mengikuti organisasi Asia, tapi jika kalian lupa, ibuku seorang pribumi.

Menurut penilaianku, orang Indonesia merupakan orang yang ramah. Selama 6 bulan berkuliah, aku sudah memiliki lebih dari 14 orang teman yang berasal dari Indonesia. Aku tidak tertarik untuk berteman dengan mahasiswa yang berasal dari Jerman mau pun negara lainnya. Bisa dinilai dari pergaulan dan tingkah laku mereka yang sangat berbeda dengan tingkah laku orang Indonesia, di mana bahasa yang mereka gunakan, gaya berteman dan banyak lagi hal dari mereka yang tidak aku sukai. Alasanku memilih untuk berteman dengan orang Indonesia cukup simpel.  Aku merasa nyaman dan aman di sekitar mereka.

Saat ini, aku berada di fakultas ilmu pengetahuan budaya.
Sebelumnya, jurusan sejarah adalah jurusan yang mempelajari segala peristiwa di masa lalu dalam berbagai konteks, mulai dari geografi, kesehatan, budaya, ekonomi, politik, seni, agama, hingga militer.

"Aychel, aku menawarimu sebuah tugas selama libur nanti. Kerjakan dengan baik, maka nilaimu akan kuberi tambahan hingga mencukupi minimal nilai yang dibutuhkan oleh program studi minggu lalu.

"Silakan kau pertimbangkan, aku akan menunggu jawabanmu satu kali dua puluh empat jam.  Jangan berharap apa pun setelahnya." Aku menunduk dalam, tidak mampu mendongakkan kepalaku yang kian terasa berat.  Mr. Jakob Inre. Dosen Sejarah itu menawariku sebuah tugas. Tapi tidak tahu mengapa, aku merasa takut.

"Apa yang akan terjadi jika aku diberi tugas untuk mengunjungi suatu negara? Pasti tugas ini tidak jauh dari kata penelitian." Aku bergidik ngeri membayangkan hal tersebut.

Ruang Mr. Jakob Inre
Sudah setengah jam aku menunggu di depan pintu ruangan ini, namun tidak ada siapa pun yang keluar dari dalam sana. Aku menunduk dalam, mengapa aku harus menemani Leka ke perpustakaan. Mungkin jika tidak menemaninya, aku sudah menerima tugas dari Mr. Jakob Inre.

"Mr. Jakob--aku siap menerima tawaran tugas darimu," kataku dengan mantap. Namun, tidak ada respons sama sekali. Aku mendongak, menatap ragu pada pria tua di hadapan. Mr. Jakob membalas tatapanku datar sebelum kembali melangkahkan kakinya meninggalkanku. Buru-buru aku mengikuti langkah lebar seorang pria yang sudah lumayan jauh.

Seminggu yang lalu, aku tidak dapat menghadiri kelas selama 3 hari. Sialnya, saat aku tidak hadir justru Mr. Jakob tidak memberi tahu apa pun mengenai tugas darinya untuk melakukan program studi sejarah seputar Afrika.

Tugas itu diberikan per tim. Satu tim ada yang berjumlah 7 hingga 8 orang. Tim dikelompokkan menjadi tiga bagian, dengan tugas yang berbeda-beda. Aku yang datang di hari keempat mereka bertugas malah plonga-plongo melihat kondisi fakultas ilmu pengetahuan budaya yang kosong dan sepi, hanya ada satu dua orang anak dari fakultas lain yang berlalu lalang saat waktu pergantian sesi.

Katakan saja aku teledor. Absen 3 hari hanya untuk menghabiskan waktu dengan buku sejarah 4 jilid yang kupinjam dari perpustakaan. Karna perjanjiannya 3 hari harus sudah dipulangkan, aku malah bergadang untuk memusnahkan rasa penasaranku yang semakin menjadi-jadi di setiap lembarannya, kini aku kehilangan nilai murni hasil studi sejarah itu, yang di mana mengharuskanku untuk mengejar cepat tugas ini sendirian tanpa tim.

Program Studi Sejarah, suatu program yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan di bidang sejarah dengan mengintegrasikan pengajaran dan penelitian untuk kemajuan budaya dan kemanusiaan.

22 - April – 2023, Sabtu

Dirasa sudah selesai, Aychel melipat persegi kertas, beralih meraih kotak persegi berwarna merah muda. Ia membuka penutup kotak, lalu memasukkan kertas tersebut dengan perlahan sambil tersenyum. Aychel mengakhiri dengan mengunci kembali kotak merah muda itu dan menyimpannya di tempat semula, meja belajar.

Akhirnya guys!

Setelah sekian purnama Micel mikirin untuk posting Rengganis atau tidak, hingga akhirnya sekarang Micel putuskan untuk bismillah, In Sha Allah ini semua tak lain kehendak Allah S.W.T

And yah! Finally, Rengganis & Garis Takdir telah hadir!

Semoga cerita ini bermanfaat untuk kita sesama yang masih mencoba belajar dalam memperbaiki diri dan akhlak.

Aminn Allahumma Aminn.

Note:

Teruntuk pembaca Rengganis & Garis Takdir; apa bila menemukan kesalahan kata mau pun pengartian yang menjadi masalah atau merusak pengartian sesungguhnya, dimohonkan untuk pemberitahuan langsung. Kalian bisa menghubungi saya di Instagram yang tertera di bawah ini:
@mkyaamla (akun pribadi Micel)
@mkyasayaa (akun wattpad Micel)

Bisa juga berkomentar untuk memberi saran atau kritik yang setidaknya memang saya perlukan untuk memperbaiki kesalahan saya selaku penulis atau kalian juga dapat mengirimi saya pesan melalui akun wp saya ini.

Terima Kasih.

Rengganis & Garis TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang