02. Berharap Mati Saja.

156 19 0
                                    

"Kau sepertinya begitu menganggap enteng peringatanku waktu itu"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau sepertinya begitu menganggap enteng peringatanku waktu itu"

Hully menggelengkan kepalanya
dengan kuat. "Tidak. Aku-aku hanya keluar untuk membeli garam. Ayah menyuruhku–biarkan aku pergi..."

Lelaki itu tersenyum dingin dengan matanya yang memerah. Ekor serigalanya bergoyang ke sana kemari seolah-olah ingin mengintip wajah penuh ketakutan dari Hully.

"Aku-aku akan segera kembali ke kota dalam beberapa hari"

Secepat kilat, lelaki setengah serigala itu telah berada tepat di hadapan Hully. Menghunuskan tatapan tajamnya sembari mencenkeram pundak Hully menggunakan satu tangannya.

Bagi manusia serigala, cenkraman itu tidaklah seberapa. Namun berbeda dengan manusia biasa seperti Hully, perempuan itu langsung meringis dengan air mata yang telah jatuh dikedua pipinya. Rasanya seperti tulang dipundaknya akan remuk dalam hitungan detik. Sangat sakit.

Manusia serigala itu mulai mendekatkan wajahnya pada sisi samping wajah Hully. Dengan tersenyum sinis, dia mulai berbisik. "Kau mengacaukan segalanya, mate"

[Jangan menakutinya, Erast!]

Itu suara dari dalam dirinya, sisi serigalanya. Hanya dia seorang yang bisa mendengarnya. Namun, kata-kata itu hanya diabaikannya, dan malah semakin menatap benci pada perempuan lemah ini.

"Bagaimana? Senang karena aku kembali menemukanmu?"

Bisikan itu begitu pelan tapi terasa menakutkan ditelinga Hully. Bahkan Hully saat ini telah memejamkan kedua matanya dengan begitu erat. Hanya dengan melihat ke dalam mata lelaki itu, Hully sudah merasa sangat tersiksa seolah-olah penglihatannya bisa menghilang kapan saja.

"Sekarang kau harus menanggung akibatnya"

Hully menggelengkan kepalanya dengan kuat. Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Sembari meremas ujung kardigannya, Hully mulai berteriak keras.

"AYAH! TOLONG HULLY, AYAH!"

Hully masih menutup matanya ketika berteriak, sehingga perempuan itu tidak tahu akan kemarahan lelaki itu yang begitu menyeramkan. Manusia serigala itu menggeram marah menatap pada wajah Hully.

Saat samar-samar terdengar suara dari jauh. Hully perlahan membuka matanya dengan secercah harapan. Itu Ayahnya, Barron.

Ayahnya datang untuk menyelamatkannya.

"Hully, kau di mana?"

Hully kembali meringis kala lelaki itu semakin mencenkeram pundaknya. Tanpa memberinya pengampunan sedikitpun, tangan lelaki itu perlahan-lahan menuju ke samping, tepat pada lehernya. Mencekiknya dengan kuat sehingga Hully merasa sangat kesulitan untuk bernapas. Bahkan wajahnya kini telah berubah keunguan dengan mata yang terbuka lebar.

Meskipun dalam keadaan gelap, tapi lelaki setengah serigala itu dapat melihat jelas wajah penuh kesakitan dari Hully. Dan itu semakin membuatnya kesenangan.

Unmated LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang