Pagi ini, ketika sinar mentari mulai terbit dan secara perlahan-lahan menyinari daerah sekitar kastil. Hully yang berdiri di dekat jendela besar, segera berlari ke arah pintu dan mencoba mengintip keluar. Melihat tidak ada seorang pun yang berjaga, Hully dengan meragu berjalan keluar.
Belum tiga langkah Hully berjalan, terdengar suara dari arah belakangnya.
"Mau ke mana?"
Hully terlonjak kaget dan sontak menegang. Kedua matanya melebar dengan tubuh yang kaku, langsung berbalik pada asal suara.
Ternyata lelaki semalam.
"Aku lapar" ucap Hully yang malah terdengar seperti gumaman.
Dengan wajah tanpa ekspresi, Mattheo mengangguk dan mulai melesat pergi tanpa sepatah katapun. Kepergiannya terlalu cepat hingga Hully masih belum mencerna pemandangan barusan. Itu seperti cerita-cerita fantasi yang perempuan itu baca. Ah, dia lupa, bukankah semalam lelaki itu juga melakukannya hal yang sama. Melesat dengan cepat.
Hal itu disalah-pahami oleh Hully, sehingga perempuan itu kembali berjalan untuk mencari dapur atau meja makan di dalam kastil ini.
Ketika menuruni beberapa tangga, Hully merasa begitu terengah-engah. Karena sangat penasaran dengan tangga yang tiada habisnya, perempuan itu mulai melihat ke bawah dan sontak melongo. Pantas saja.
"Jika terus turun, aku pasti kesulitan untuk naik kembali" keluhnya menatap nanar pada pemandangan di bawahnya.
Namun, tidak ada lagi jalan lain. Jika tidak mengisi perutnya sekarang, maka pasti akan menimbulkan masalah besar untuknya. Mau tidak mau, Hully berjalan turun dengan cepat-cepat.
Tiga lantai telah di lewati, tapi belum juga ada tanda-tanda terlihatnya sebuah dapur ataupun ruangan makan. Apa bangsa werewolf pada umumnya tidak makan?
Saat kembali menuruni tangga yang ke-empat kalinya. Hully hampir saja terjatuh kala merasakan angin kencang menerpa tubuhnya. Untungnya, ada seseorang yang memeganginya sehingga dia masih terselamatkan. Setidaknya untuk kali ini.
"Ini makananmu"
Seusai memastikan perempuan itu baik-baik saja dan tidak akan jatuh lagi. Lelaki itu langsung memberikannya sepiring makanan dan tanpa rasa bersalah, kembali melesat pergi. Tidak ada kata lain, hanya dua kata yang diucapkannya dengan begitu dingin.
Kemudian pandangan Hully mulai turun ke bawah untuk melihat makanan itu. Tampak daging rebus besar yang masih merah pucat dengan darahnya yang masih terlihat. Jika menciumnya dalam jarak sedekat ini, maka akan tercium bau amis yang begitu pekat sehingga manusia manapun akan berpikir dua kali untuk menyantapnya. Namun, hanya ini. Mau bagaimana lagi.
Padahal dia bukanlah jenis orang yang pemilih dalam hal memakan makanan, tapi untuk daging ini sepertinya berada dalam pengecualiannya.
"Apa ini makanan yang biasa mereka makan?"
Hully mengatupkan bibirnya dan mulai naik kembali. Dengan susah payah, dia akhirnya sampai di ruangan yang tadi ditempatinya. Meskipun beberapa kali harus berhenti untuk sekadar mengatur dan menarik napasnya dalam-dalam.
Setelah duduk di kursi, Hully kembali memandangi daging yang berada dipiring itu. Entah daging apa, tapi terlihat bukan daging sapi maupun babi. Itu bahkan jauh dari bentuk daging ayam.
Meneguk ludah, Hully langsung mengambil suapan pertama menggunakan garpu berwarna emas. Mengunyahnya dengan cepat lalu menelannya tanpa menikmatinya berlama-lama. Suapan pertama selesai. Kali ini suapan kedua dan seterusnya.
Setelah meyakinkan diri lagi, Hully kembali mengambil suapan untuk keduanya. Kali ini bertahan sebentar saja ditenggorokannya, karena perempuan itu sudah buru-buru memuntahkannya.
"Huek!"
Hully berlari menuju pancuran air di dalam kamar mandi. Memuntahkan semua makanan yang dimakannya barusan tanpa tersisa sedikitpun. Dalam keadaan ini, Hully berusaha tampak baik-baik saja. Meskipun wajah pucatnya telah berkata lain.
Selesai menyalakan pancuran air dan menghilangkan bekas muntahannya, Hully berjalan keluar dengan lumayan pelan dan memilih pergi tidur. Perempuan itu memegangi perutnya yang terasa sakit dengan matanya yang terpejam erat. Melupakan rasa sakit perutnya dengan mencoba beristirahat lagi.
"Yah, Hully merindukan masakan Ayah..."
.....
Di ruangan lain, tampak lima lelaki telah duduk di atas kursi batu dengan raut wajah serius. Dua di antaranya ada Erast dan Mattheo. Kedua lelaki itu memilih diam sementara yang lainnya berdebat panjang.
"Aku tidak pernah mengatakan bahwa warriors itu tidak akan membangkang!"
"Ya, memang tidak! Tapi kau melatihnya terlalu keras hingga membuatnya pergi dari pack dan bergabung dengan para Rogue!"
"Omong kosong! Itu hanya cerita yang kau karang saja. Sejujurnya kau iri padaku kan? Mengaku saja!"
"Jadi solusi terbaik dari masalah ini, apa?"
Salah satu dari ketiganya mulai keluar dari perdebatan dan mencoba mencari jalan keluar. Berbeda dengan mereka, tampak Erast yang begitu menikmati pemandangan ini. Sedangkan Mattheo hanya memainkan kuku jarinya sembari melirik dengan malas. Bagaimanapun adegan ini akan terus terulang setidaknya seminggu sekali. Jika beruntung, akan terjadi dalam dua kali seminggu.
Pembahasan Rogue memang tidak pernah ada habisnya.
"Bagaimana tanggapanmu, Alpha Dham?"
Senyuman Erast langsung terbit dan memilih menyilangkan kakinya. Dimata Mattheo, kelakuan dari Alpha mereka saat ini tampak sangat pongah dan dia membenci hal itu.
"Aku akan membuat ramuan dan memindahkan mereka ke alam lain"
Mattheo berhenti memainkan kukunya dan melirik tajam pada Erast.
"Sampai kapan kau akan terus melakukannya? Mereka tidak akan berhenti ada dan malah akan semakin menjadi-jadi nantinya"
Raut wajah Erast berubah. Dia tidak lagi tersenyum dan malah memasang wajah penuh kekesalan. "Jangan berkomentar jika kau tidak punya solusi. Apa kau ingin berperang dan menimbulkan banyak korban? Omega di dalam pack tidak lagi sebanyak tiga puluh tahun yang lalu, Beta Mattheo"
"Kau bisa mendiskusikannya dengan pack-pack yang lain, meminta mereka untuk jangan semena-mena dengan rakyat mereka sendiri. Terlebih dengan para Omega. Bagaimanapun dia juga adalah bangsa kita, kaum werewolf. Itu juga harus dimulai dalam pack kita, memastikan para Omega sejahtera dan terlindungi. Bukan malah mengorbankan mereka, Alpha Dham"
Itu adalah kalimat terpanjang dari Mattheo. Lelaki itu setelah menyelesaikan kata-katanya, langsung berdiri dan melesat pergi. Meninggalkan Delta yang tertegun akan jawabannya. Namun lelaki itu tidak seberani Mattheo dalam berpendapat. Dan, lebih memilih memendamnya tanpa berkata apa-apa lagi.
"Jangan dengarkan dia! Persetan dengan Omega, mereka memang ditakdirkan untuk selalu dikorbankan!"
.....
Berita tentang kelompok Rogue yang merusuh dengan cepat menyebar ke telinga para werewolf. Setiap saat, topik itu akan selalu dibahas. Mereka semua terlalu penasaran dengan langkah yang akan Alpha mereka ambil kali ini. Karena sebelumnya dan sebelumnya yang lalu, Alpha mereka selalu berhasil menghalau para Rogue dan membuatnya hilang entah kemana. Bukankah itu sangat ajaib?
Namun satu hal yang tidak mereka ketahui, kemanakah perginya Rogue itu? Alpha mereka mengirimkannya ke mana hingga tampang Rogue itu tidak pernah terlihat lagi dan digantikan oleh kelompok Rogue yang lainnya. Tentu saja, itu menjadi sebuah rasa penasaran yang tidak pernah terjawabkan hingga saat ini.
———UNMATED LOVE———
KAMU SEDANG MEMBACA
Unmated Love
Hombres LoboDia Hully Ethelwyn, seorang gadis berusia dua puluh tahun yang percaya akan adanya makhluk immortal. Terutama manusia serigala. Saat itu, dia baru berusia dua belas tahun dan suka menjelajahi hutan di sekitar rumah Ayahnya tanpa rasa takut. Namun ha...