22. Obsesi?

148 12 0
                                    


Allysa menggenggam salah satu tangan Almeer yang tak berimpus dengan lembut. Baru saja dokter pergi setelah memasangi ventilator pada Almeer yang kini sudah kembali tak sadarkan diri. Almeer sudah tidak bisa bernapas dengan sendirinya, jadi untuk menunjang hidupnya, Almeer dipasangi alat bantu. Bahkan tubuhnya kini lebih banyak lagi dililiti selang dan kabel.

"Ibu harus siap kapan pun. Pak Almeer masih bisa bertahan sampai sekarang itu termasuk keajaiban."

"Padahal baru tadi pagi kamu bangun, Al. Kamu udah tidur lagi ajah," sebisa mungkin Allysa menahan tangisnya, lalu ia paksaan untuk tersenyum.

Allysa sudah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia akan optimis menunggu Almeer terbangun.

Entah harus menunggu berapa lama lagi, Allysa tetap yakin pada janji Almeer.

Dia akan bangun, dan hidup bahagia bersamanya.

Bersama dengan si kecil juga.

"Padahal aku tau, kamu besok susah bangun," Allysa pun membelai lembut pipi Almeer. Wajahnya begitu damai, Allysa yakin, damainya Almeer karena lelaki ini sudah mengutarakan perasaannya yang terpendam. "Tapi aku selalu yakin dengan janji kamu, Al. Selama ini kamu belum pernah ngelanggar janji kamu ke aku."

Srettt!

Pintu pun bergeser. Atensi Allysa pun teralihkan sejenak, wajah Allysa berubah drastis menjadi asam lewat embusan napasnya yang kasar. Lalu ia kembali menatap Almeer.

"Saya mencintai Almeer. Kamu harus tahu itu, Allysa."

Allysa terdiam beberapa saat lalu tertawa sarkas karena merasa lucu, lalu ia tatap kembali orang yang baru saja memasuki bangsal suaminya ini.

"Saya udah tahu, Pak Irwan. Karena saya juga mencintai Almeer. Jadi saya sudah tahu,"

Irwan menganggukan kepalanya paham.

"Saya akan sangat menghargai kamu, kalau kamu memenuhi keinginan Almeer untuk melanjutkan hidup kamu. Jangan berpikiran untuk bunuh diri, karena saya yang akan menjaga Almeer di akhirat nanti--"

"Kalo kamu mau mati, kamu mati ajah sendiri. Jangan bawa Almeer, karena saya yakin, Almeer masih bisa--"

"Jangan sakiti diri sendiri dengan harapan palsu Allysa. Kamu bisa lihat sendiri keadaan Almeer. Bahkan saya yakin, besok Almeer sudah tidak ada lagi di dunia ini."

Allysa tiba-tiba membeku. Suara monitor di samping ranjang Almeer yang terdengar begitu lirih, kini terasa begitu kencang nan jelas. Ucapan Irwan benar-benar membuatnya bangun untuk melihat kenyataan.

Seakan janji Almeer esok akan bangun itu hanyalah sebuah dongeng.

Allysa tahu Almeer juga belum pasti bangun. Namun, dia masih berharap. Tapi sekarang harapannya benar-benar lenyap oleh ucapan Irwan yang memang benar adanya.

Sejujurnya Allysa tak terkejut mendengar pengakuan Irwan. Namun, untuk ikut mati bersama Almeer, jujur Allysa sedikit iri dengannya.

Ada secuil pikiran dan keinginan, bahwasannya dia juga ingin ikut pergi bersama Almeer.

Namun Allysa yakin, Almeer tak akan menyukainya. Dan pasti akan memakinya habis-habisan.

"Kamu pikir setelah mati manusia tidak ada tempat yang dituju? Meskipun kamu dan Almeer mati, kalian akan berada di tempat yang berbeda--"

"Saya tidak memiliki kepercayaan apa pun. Yang saya yakini, kalau cinta saya pada Almeer adalah hal yang pasti. Saya percaya dengan apa yang saya yakini. Jadi kamu jangan kacaukan keyakinan saya. Kamu bukannya tahu setiap manusia memiliki haknya masing-masing. Semua manusia memiliki pilihannya masing-masing. Saya sudah mantap dan yakin, bahwa Almeer adalah pilihan dan keyakinan saya, dan saya akan bahagia di kehidupan kami selanjutnya. Kami akan menjadi pasangan yang bahagia."

Pernikahan Kontrak || JIN - LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang