17. Terencana

107 15 0
                                    


"Saya nggak nyangka kamu betul-betul nikah, Al."

Almeer menghiraukan seseorang yang baginya seekor Parasit itu. Dia nyelonong masuk begitu saja ke ruang kerja Almeer.

"Nggak saya sangka juga, kamu udah jadi CEO ajah, ya."

Almeer masih saja menghiraukannya, ia yang sudah selesai berkutat dengan komputernya. Lantas ia ambil ponselnya untuk mengecek beberapa aplikasi yang ia pasang tersebut. Scrolling apa saja agar dia bisa mengabaikan Bayu yang sepertinya masih betah di ruang kerjanya ini.

"Tapi berapa lama, ya, CEO kita bakalan bertahan? Satu bulan? Apa dua bulan, ya?"

Almeer menghentikan sejenak aktivitasnya, lalu ia melirik Bayu sekilas kemudian kembali sibuk dengan ponselnya. "Saya nggak bakalan ngelarang kamu untuk pesta di atas kuburan saya nantinya," katanya membuat Bayu tersenyum manis mendengarnya. "Kamu selalu tau apa yang saya mau, Al. Maka dari itu saya selalu menunda kematian kamu. Nggak seperti kematian Selly, Johan bahkan Burhan."

Seketika napas Almeer tercekat. Matanya membesar sempurna, lalu ia tatap Bayu tak percaya.

Bahkan kematian ibunya dan Ayah Allysa?

Perut Almeer sakit bukan main, peluh mulai membanjiri dahi dan lehernya. Ia pegang perutnya dengan satu tangannya. Bayu yang melihatnya pun sontak tertawa sejenak. "Karena kamu udah jadi CEO, dan kamu juga udah nikah, saya kasih hadiah kebenaran untuk kamu, Al. Akan saya ceritakan secara singkat kematian Selly dan Burhan. Orang-orang yang kamu sayangi."

Almeer mengantuk napasnya yang mulai tak karuan. Memang, dia paling tidak bisa jika seruangan dengan Bayu yang selalu saja berusaha menyakitinya. Baik secara mental maupun fisik.

"Selly menderita gagal ginjal juga. Sama seperti kamu, Al. Dan itu berkat saya." Bangga Bayu, kemudian ia bangkit dari sofa. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya, lalu berjalan mendekati Almeer yang tengah menahan sakitnya. "Dan kamu tau apa kata terakhir yang Selly ucapkan, Al?" Bayu dekatkan bibirnya ke telinga Almeer. "Saya nggak akan membocorkan rahasia kamu, Yu. Asalkan kamu jangan sakiti anak aku. Itu yang dia ucapkan, Al. Kamu tau, wajahnya yang sekarat itu masih saja cantik. Secantik wajah kamu saat ini, Al."

Detik itu juga, Almeer meringis. Kedua tangannya memegangi perutnya yang sakit. Bayu malah tertawa, sampai Irwan yang ada di luar sana pun sontak langsung memasuki ruangan Almeer. Irwan langsung berjalan cepat mendekati Almeer. Dia berjongkok, lalu mengambil obat di laci meja kerja Almeer. Menyuruh Almeer untuk meminumnya untuk meredakan sakit.

Bayu yang melihatnya pun semakin melebarkan senyum jahatnya.

"Untuk Burhan, dia tidak benar-benar mati karena saya. Dia mati karena banyak tangan yang ikut campur, Al--"

"Sebaiknya bapak segera ke ruangan bapak. Bukankah klien bapak sedang menunggu?" Potong Irwan lalu menatap Bayu begitu datar.

Bayu lagi-lagi hanya bisa tersenyum manis namun terkesan sarkas. "Irwan, saya akan sangat senang jika kamu bergabung dengan saya setelah Almeer tertidur untuk selamanya." Setelah mengatakan itu, Bayu pun keluar dari ruangan Almeer.

Almeer pun bersenderan di kursinya, menatap langit-langit ruang kerjanya dengan napasnya yang masih terengah. Sementara Irwan, dia berdiri tegap sambil menatap Almeer datar.

"Al, jika kamu mengizinkan saya untuk berbincang dengan Reyhan, saya akan pastikan Reyhan mau menjalani tes untuk kamu, Al. Bagaimana pun juga Reyhan adalah adik kamu. Meskipun kalian bukan dari rahim yang sama. Saya yakin, kecocokan--"

"Kalo kamu berbicara asal lagi, lebih baik kamu keluar, Wan."

Irwan pun menundukkan kepalanya sopan. "Maafkan saya, Al. Saya sudah kelewatan." Sesalnya.

Almeer mengusap wajahnya gusar. Yang ia takutkan sekarang adalah keselamatan Reyhan.

Bagaimana jika Bayu memburunya lebih dulu?

Bagaimana jika neneknya tahu kalau dirinya kembali mengalami gagal ginjal, yang pastinya Reyhan adalah orang pertama yang neneknya cari?!

"Saya harus mengirim Reyhan keluar negeri secepatnya, Wan. Saya nggak mau Reyhan bernasib seperti ayah. Jangan lagi ada orang yang meninggal gara-gara saya, Wan. Tolong urus Reyhan untuk saya, Wan. Bawa kembali Reyhan setelah saya berhasil menjebloskan Bayu ke dalam penjara." Pinta Almeer yang diangguki oleh Irwan.

"Saya akan melakukan apa yang kamu perintahkan, Al."

***

"Sa, kamu ngomong apa sih?! Jangan bercanda kamu!"

Wajah Allysa tak jenaka sama sekali. Dia menatap serius Reyhan yang terlihat begitu murka ini. Bahkan Reyhan tahu sebenarnya kalau Allysa tak bercanda. "Maafin gue, Han. Gue nggak mau ngelepasin Almeer lagi. Gue pastiin gue akan ngandung anaknya. Jadi, dia nggak akan ninggalin gue lagi."

Reyhan bangkit dari duduknya. Tangannya spontan terangkat ke udara hendak menampar Allysa, namun tertahan begitu saja saat benar-benar sudah deket dengan pipi mulus kekasihnya itu. "Nggak kamu! Nggak Almeer. Kenapa sih kalian tuh tegaan banget! Kalian nggak kasian ama aku?! Kalian egois tau nggak!"

Allysa ikut bangkit dari duduknya. "Han. Maafin gue, Han. Gue nggak mau Almeer pergi lagi--"

"Meskipum lo tahan Almeer dengan segala cara apapun, dia bakalan tetep pergi, Sa!" Ujar Reyhan dengan penuh penekanan. "Meskipun lo hamil anak kembar pun, Almeer bakalan tetep pergi ninggalin lo! Dan saat Almeer bener-bener ninggalin lo. Gue orang pertama yang bakalan ketawain nasib lo!" Ujar Reyhan tak main-main.

Allysa hanya sanggup menghela napas pasrah. Karena ia takkan melawan ucapan Reyhan. Biarlah Reyhan mengamuk saat ini. Biarlah Reyhan mengucapkan kata-kata kasar jikalau itu bisa meringankan rasa kesalnya.

Allysa akan menerima apapun.

Karena Reyhan berhak untuk melakukan itu.

"Percuma lo hamil, Sa. Kehamilan lo nanti bakalan nyusahin diri lo sendiri!"

Selepas itu, Reyhan pun meninggalkan pelataran resto.

Allysa kembali terduduk lalu menatap perutnya. Ia elus-elus dengan begitu lembut. Berharap segera ada janin di dalam rahimnya karena telah melewati malam pertamanya yang penuh akan gairah. "Emang sih biasanya kalo nikah secara sah, kebanyakan nggak jadi. Beda ama orang yang DP dulu. Tapi gue yakin, Tuhan nggak pernah tidur. Tuhan pasti ngabulin apa yang hamba-Nya minta. Apalagi gue udah usaha semaksimal mungkin." Allysa pun tersenyum manis, lalu ia hela napasnya begitu panjang.

Yang terpenting hari ini, hubungannya dengan Reyhan telah jelas.

Sekarang mereka resmi putus.

***

"Gimana kalo kalian keluar negeri ajah? Eh, apa mau ke Jawa ajah?"

Sinta sangat berantusias kalau sudah membicarakan Almeer dan Allysa.

Saat ini mereka tengah membicarakan bulan madu Almeer dan Allysa yang tidak boleh ditunda.

"Emang Almeer ada waktu buat bulan madu?" Pakdenya berkata santai sambil menyedok nasi untuk ia makan.

Sinta menelan makanannya, lalu menatap anak sulungnya itu. "Ya harus dong. Kan bulan madu termasuk kerjaan Almeer ama Allysa. Iya, kan, Al?" Kali ini Sinta menatap Almeer yang tengah sibuk memilah antara ikan dan durinya untuk ia berikan pada Allysa.

Melihatnya pun Sinta langsung tersenyum manis.

Almeer langsung menatap Sinta, "Almeer banyak kerjaan. Lagian Allysa mana mau--"

"Kata siapa aku nggak mau. Aku mau kok, Al!" Potong Allysa yang langsung dipelototi Almeer sebentar. Allysa menjulurkan lidahnya sesaat. "Lo apaan sih, Ly!" Kesal Almeer berbisik.

Sinta dan yang lainnya pun hanya bisa menggelengkan kepalanya merasa lucu melihat pengantin baru tersebut.

"Terus mau kemana?" Tanya pamannya seraya meminum air putihnya.

"Gimana kalo ke Vila aku yang ada di Puncak, Bu? Enak juga tuh pemandangan disana."

Entah kenapa? Jantung Almeer berdetak begitu kencang setelah Bayu menyarankan hal tersebut.

Setiap apa yang Bayu ucapkan yang katanya untuk kebaikannya, pasti ujung-ujungnya malapetaka yang akan Almeer dapatkan.

"Yaudah bagus itu. Kamu ke puncak ajah, Al. Ama Allysa."

Pernikahan Kontrak || JIN - LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang