24. HAPPINESS [END]

280 29 7
                                    

Reyhan berjalan secepat mungkin ke bangsal Almeer sambil mendorong tiang infusnya. Jantungnya berdebar hebat saking senangnya ia mendengar kabar siumannya.

Reyhan pun menggeser pintu bangsal Almeer, lalu berjalan mendekat ke ranjangnya.

Allysa dan Sinta pun memilih untuk meninggalkan bangsal. Membiarkan Almeer dan Reyhan untuk membicarakan hal-hal privasi mereka.

"Anjir ini udah semingguan, lo baru sadar, Al! Lo nggak kasian ama Allysa apa?!"

Almeer tak menjawab. Ia hanya menatap lemah Reyhan yang terus mengomel ini.

"Seriusan, tadinya kalo lo nggak bangun, mau gue kawinin tuh Allysa,"

Almeer hanya Mengedip-ngedipkan matanya pelan. Masih susah untuk menanggapi candaan adiknya ini.

Tanpa sadar Reyhan menitihkan air mata. Lalu ia ambil tangan Almeer yang tak bertenaga ini.

"Makasih udah mau berjuang, Al. Gue belum sempet minta maaf ke lo. Jadi, lo nggak boleh mati, Al."

Almeer menelan salivanya, lalu ia alihkan pandangannya menatap pintu bangsalnya. Berlanjut lagi ia tatap langit-langit kamarnya, dan atensi terakhirnya kembali pada Reyhan. Bisa Almeer lihat, kalau Reyhan memakai baju pasien sama seperti dirinya, dan lagi tangannya yang ditancapi jarum infus.

"Lo nggak seneng liat gue apa gimana sih?! Ngomong kek!"

Almeer lagi-lagi hanya menelan salivanya.

Reyhan yang jengkel pun akhirnya berbalik untuk meninggalkan bangsal. Percuma saja dia sudah khawatir, namun kekhawatirannya justru tidak dibutuhkan oleh Almeer.

"S-sakit," suara Almeer yang serak berhasil mengurungkan niat Reyhan untuk pergi.

Reyhan kembali khawatir, "apa. Apa yang sakit, Al?"

Almeer Mengedip-ngedipkan matanya pelan, "t-tenggorokan."

Reyhan menghela napas pelan, ia tertawa sejenak. Reyhan lupa, kalau Almeer sudah tak sadarkan diri cukup lama. Jadi, semua ototnya kaku dan aktivitasnya secara otomatis terbatas.

"Yaudah lo dengerin apa yang gue mau omongin ajah, ya."

Almeer mengedipkan matanya sebagai jawaban.

"Seharusnya gue yang minta maaf ke lo, Al. Gue udah salah paham ama lo. Gue nyebut lo sebagai pembunuh ayah. Padahal lo nggak salah apa-apa. Bahkan lo nggak tau yang donorin ginjal ke lo tuh ayah. Biar gimana-gimana juga ayah adalah lelaki baik yang sayang keluarganya. Dia cinta ama lo, dan dia juga cinta ama gue. Udah seharusnya dia bersikap adil terhadap anak-anaknya,"

Reyhan mengambil napas sejenak.

"Om Bayu dalang dari semua ini, Al. Dan di udah diamanin polisi. Dia yang udah bunuh ayah, ibu lo, bahkan ayahnya Allysa. Semua bukti udah polisi dapet dari barang bukti yang Irwan kasih ke pihak kepolisian."

Ngomong-ngomong tentang Irwan, jujur Almeer sejak tadi belum melihat batang hidungnya?

Kemana dia?

"Irwan ditemuin tewas, Al. Dia bunuh diri,"

Mata Almeer membesar seperkian detik. Almeer tentu saja terkejut, karena setahunya, Irwan takkan mengambil keputusan semacam itu.

Reyhan yang mengerti mimik Almeer pun menghela napas sejenak. Reyhan yakin, Allysa belum mengatakan apapun tentang Irwan. Tidak, bahkan sepertinya Allysa bingung harus berkata apa.

"Irwan juga berusaha bunuh lo, Al. Lo hampir ajah mati keracunan kalo Allysa nggak ada. Dia terobsesi ama lo, Al. Dia ..., gay."

Kalau ini Almeer tak terkejut. Ia juga sudah menduganya. Namun, Almeer hanya menganggap Irwan adalah kakaknya sendiri. Almeer juga tak mendapati tanda-tanda kalau selama ini Irwan menyukainya--iya. Almeer hanya tidak tahu saja.

Pernikahan Kontrak || JIN - LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang