Burung burung berkicau di luar dan seluruh kastil. Para pelayan berjalan di sepanjang aula dengan langkah cepat, menyelesaikan semua tanggung jawab yang telah di tugaskan pada mereka.
Renjun membuka mata perlahan, merasakan cahaya matahari yang mendesak masuk melalui retina matanya. Renjun menguap, meutup mulutnya menggunakan punggung tangan. Setelah itu dirinya melanjutkan melakukan peregangan pagi, membenarkan otot ototnya yang terasa kaku semalaman ini.
Knock...knock...
"Yang Mulia, saya datang untuk membawakan obat anda"
Suara ketukan pintu disertai dengan suara wanita mengalihkan perhatian Renjun, dia tersenyum.
"Masuklah, bibi Eun Yu."
Setelah mendapat persetujuan dari sang pangeran muda, pintu pun terbuka, memperlihatkan seorang pelayan wanita paruh baya yang membungkuk hormat memberi salam. Pelayan bernama Eun Yu itu berjalan ke sudut kamar Renjun sembari membawa beberapa bahan familiar guna membuatkan obat untuknya.
Meskipun sebelas tahun telah berlalu sejak dia di diagnosis penyakit ini, namun entah kenapa penyakit yang dideritanya masih betah bersarang didalam tubuhnya. Membuat Renjun tidak bisa menguras tenaga secara berlebihan, kalau tidak bisa berakbat fatal bagi tubuhnya sendiri.
Walau kenyataan seperti itu, tetapi tetap saja keahlian bertarung Renjun sama sekali tidak boleh diragukan. Lebih tepatnya, dirinya ini lebih sering menggunakan otak untuk membuat strategi dalam bertarung daripada mengandalkan kekuatan fisiknya. Hal itu membuat para anggota kerajaan atau para penasihat terkagum kagum akan kecerdasan yang dimiliki pangeran mereka. Seperti yang dikatakan gurunya, Pangeran Renjun benar benar bisa mempelajari hal baru dengan cepat dan tanpa kesulita. Mungkin juga hal ini disebabkan karena Pangeran Renjun sangat menyukai buku sedari kecil. Dia bisa saja menghabiskan waktu di dalam perpustakan kastil selama ber jam jam, melupakan fakta tentang tubuhnya yang lemah dan sakit sakitan.
"Yang Mulia, obat anda sudah selesai saya siapkan" Eun Yu mengambil langkah pelan menuju tempat tidur Renjun, setelahnya dia segera meletakkan cangkir berisi cairan berwarna merah terang di nakas sang Pangeran. Warna merah dari cairan tersebut terlihat menyala terkena sinar matahari.
"Terimakasih, bibi" Renjun tersenyum hangat, lalu mengambil cangkir yang berada di nakasnya, dan lekas dia meminumnya. Pahit, itulah kata pertama yang terlintas di otak Renjun ketika obat itu melewati lidahnya. Jujur saja, dia sangat tidak menyukainya. Namun dia juga cukup sadar, kalau tidak dengan ituz mungkin saja Renjun sudah tidak ada sekarang.
"Mohon maaf, Yang Mulia, saat ini sudah waktunya sarapan Pangeranku"
Renjun mengangguk paham dan bangun dari kasurnya.
"Apakah Ayahanda dan Ibunda sudah berada di ruang makan?"
Eun Yu mengangguk. "Ya, Yang Mulia. Yang Mulia Raja dan Ratu sudah siap untuk sarapan sedari tadi. Saya merasa kalau Yang Mulia Raja sedang membicarakan tentang sekolah untuk Yang Mulia Pangeran"
Pernyataan terakhir dari si pelayan membuat Renjun penasaran. Langkahnya terhenti dan berbalik kembali menatap pelayan wanita dengan mata penuh rasa ingin tahu. "Sekolah?" Tanyanya meyakinkan. "Maksudmu diluar dari kastil ini?"
Eun Yu tersenyum. Dia jelas mengetahui mengapa pangeran mudanya ini sangat tertarik untuk pergi ke dunia luar. Bagimana tidak, sejak lahir dirinya sudah terjebak di dalam kastil dan sama sekali tidak diperbolehkan untuk keluar gerbang walaupun hanya selangkah pun. Satu satunya yang bisa ia lihat hanyalah halaman taman kerajaan dan tidak ada yang lain. Walaupun memang dia memilik sahabat yang sering mengunjunginya, tetapi itu tidak setiap saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
You'll Never Walk Alone Again ; hyuckren
Romance"Apakah kamu akan meninggalkanku?" Dia bertanya, wajahnya yang pucat bersinar di bawah sinar bulan saat dia mencari jawaban di wajah kekasihnya. Anak laki-laki lainnya tersenyum. "Tidak akan pernah, aku tidak akan pernah meninggalkanmu meski seluruh...