12 - Untuk Sean?

223 42 7
                                    

Author's note:
Ini part terakhir yang aku share di WP. Sisanya ada di Karyakarsa.

**

Besok paginya pria itu sudah muncul lagi di depan rumahnya. Imelda melengos.

Terang dia kesal dengan kehadiran pria itu. Kalau Sean jadi sesukanya menemuinya, untuk apa mereka bercerai? Tujuan Imelda ingin berpisah kan karena tidak mau dekat-dekat dengan pria ganjen itu!

"Pagi."

"Hm."

"Aku mau bantu bawa barang-barangmu ke rumah lama kita."

"Tidak usah. Aku bisa sewa taksi."

"Mel! Beginikah tanggapanmu pada mantan suami yang ingin berdamai?"

"Berdamai? Ha!" Imelda berdecak-decak kesal. "Kalau kau mau berdamai, hargai keputusanku untuk tidak mau kembali padamu!"

"Mel, jangan keras-keras, malu didengar orang..."

"Aku tidak malu. Kau yang malu! Sudah sana pergi!" usir Imelda.

Sean memandang Imelda dengan rautan melas. Dia tidak terbiasa dengan perempuan itu yang menghardiknya. Ingin saja dia menyerah mendekati perempuan itu dan mulai hubungan dengan perempuan lain.

Andai saja bisa. Andai saja...

"Ya sudah tidak usah sampai bentak aku begitu," kata Sean lesu.

"Aku tidak akan bentak dirimu kalau kau bisa dikasih tahu," balas Imelda datar.

Aku tidak bisa dikasih tahu karena aku masih cinta padamu, Mel, pikir Sean sedih. Kupikir kau akan luluh jika aku terus menghampirimu. Rupanya aku keliru. Hatimu sudah keras.

"Kau mau aku antar?"

"Sean."

"Hm."

"Tadi aku bilang apa?"

"Iya aku akan pergi. Kau hati-hati, ya." Sean mendekati wajahnya untuk mengecup Imelda, namun saat perempuan itu melotot, dia sadar diri.

Berat hati, Sean membalikkan tubuhnya dan masuk ke mobilnya. Disuruhnya supir menjalankan mobil.

Dia masih ingin melihat Imelda. Dari kaca spion dia melihat sebuah mobil berhenti di depannya. Imelda melambaikan tangannya ke arah mobil tersebut dan mengatakan, "Jo! Hai!"

Panas Sean mendengar itu. Jo! Imelda menolak Sean keras, sementara terhadap Jo? Oh Imelda menyebalkan. Sean merasa dipermainkan. Meski Imelda menyebalkan, Jo lebih menyebalkan! Beraninya dia mendekati Imelda yang janda. Jandanya Sean.

Sean jengkel sekali. Sikapnya berubah-ubah. Kadang tenang kadang marah. Sekretarisnya sampai kewalahan menghadapinya.

"Hey hey... Kenapa kau taruh kopi di meja saya?" tegur Sean pada sekretarisnya.

"Tadi Bapak minta."

"Ya ya terima kasih." Intonasinya kemudian berubah. "Tapi yang saya minta kopi dari Ben's Coffee! Bukan buatan OB!"

"Oh iya baik, Pak," sahut sekretarisnya gemetar. "Bapak mau dipesankan apa dari sana?"

"Apa saja, yang hitam, pekat, panas, yang menyakitkan kalau disiram ke muka pria yang mendekati istri saya..."

"Mantan istri ya, Pak, maksudnya? Bu Imelda kan mantan istri Bapak..."

Berang Sean mendengar itu. "Kau lancang sekali ya menyebut Imelda mantan istri saya! Yang bisa ngomong gitu hanya Imelda. Ngerti?"

"I... iya, Pak, ngerti," kikuk sekretarisnya.

"Tapi benar juga sih memang Imelda mantan istri saya," kata Sean pelan. "Pengadilan yang memutuskan. Ah! Tami, menurutmu saya masih bisa balikan sama dia?"

Sekretarisnya segan untuk menjawabnya. Takut-takut pendapatnya buat bosnya marah lagi.

"Katakan saja," sambung Sean. "Kau dan Imelda sama-sama perempuan. Siapa tahu kau punya pandangan yang bisa bantu saya untuk kembali dengan Imelda."

"Oh menurut saya ya, Pak, wajar jika Bu Imelda tidak mau balikan. Perempuan mana sih, Pak, yang mau dimadu?"

"Ya tergantung. Kalau suaminya miskin, ya jangan mau diselingkuhi. Nah saya kan nggak miskin, seharusnya Imelda mau dong terima sekalipun saya selingkuh." Sekretarisnya melongo. Sean menegurnya, "Hey! Dengar saya tidak?"

"Pak, kalau Bu Imelda tidak mau kembali pada Bapak walaupun Bapak kaya, itu artinya Ibu memang maunya kesetiaan dari Bapak. Bukan uang Bapak."

"Begitu ya menurutmu?"

Sekretarisnya mengangguk.

"Kalau saya gak bisa setia? Apa lagi caranya biar saya balikan sama Imelda?"

"Ya... tidak ada."

"Kau nih. Sama sekali tidak membantu! Sudah sana balik kerja!" Sekretarisnya mengangguk dan berjalan mendekati pintu. Sebelum dia keluar Sean mengingatkan, "Nanti ketika pesan bilang ke kasir, dia dapat rindu dari Sean."

Sekretarisnya tak habis pikir. Baru saja bosnya mengeluh mantan istrinya tidak mau kembali, masa pada waktu yang sama mendekati perempuan lain?

Barulah sekretarisnya mengerti saat tiba di kedai kopi. "Oh! Ibu! Saya Tami, sekretaris Bapak..."

"Iya saya tahu. Kau yang suka atur jadwal Sean untuk bertemu selir-selirnya, kan?" sahut Imeda tanpa kemarahan dalam suaranya. "Saya mengerti. Kau hanya bekerja untuk dia."

"Maaf ya, Bu."

"Jadi kau mau pesan apa?"

"Kopi hitam panas tanpa apa-apa."

"Untuk Sean?"

Permukaan wajah Imelda berubah, jadi lebih masam. Dia teringat dulu saat mereka masih suami-istri, setiap pagi dia menyiapkan kopi untuk suaminya.

"Iya, Bu."

"Baik. Hanya itu?"

"Itu saja, Bu. Kata Bapak, Bapak rindu sama Ibu."

"Katakan padanya, rindu itu...."

**

Tersedia di karyakarsa.com/kireina76 dengan judul yang sama

com/kireina76 dengan judul yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Come Back, Baby #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang