Bab 3

30 5 50
                                    

Eilaria's POV
Akhirnya, saya diizinkan oleh pemilik klenteng dan pria tadi yang ternyata adalah asisten dari klenteng tersebut. Altar SIM CHIN FAB THAN, itulah nama klenteng milik Sifu Lin Fab Si Kung, seorang pria lanjut usia yang bekerja sebagai Tatung senior di kotanya.

Karena mereka bercakap menggunakan bahasa Hakka, jadi saya tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Untung saja asisten klentengnya dengan berbaik hati menerjemahkan percakapan mereka ke bahasa Indonesia.

Ya, meski saya lahir di Amerika Serikat, tapi saya bisa bercakap dan melafalkan bahasa Indonesia dengan baik, itu karena saya juga memiliki keluarga jauh di Jakarta Selatan.

Mengingat ini adalah klenteng, jadi sebelum masuk pertama-tama saya mengucapkan salam sembari berdiri di depan altar yang ku yakini sebagai tempat tujuanku.

Dan beruntungnya lagi, saya juga diizinkan untuk membawa kamera dan hp di dalam klenteng tapi tidak sampai ke dalam-dalamnya. Ku mengambil foto beberapa sudut klenteng tersebut, yang paling penting itu adalah foto altarnya.

 Ku mengambil foto beberapa sudut klenteng tersebut, yang paling penting itu adalah foto altarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Paman Bulai ketika diwawancarai oleh Norman Bong di tahun 2020 silam

"Maaf Sifu, mending enaknya dipanggil dengan sebutan apa?"

"Beliau punya panggilan akrab, yaitu paman Bulai, mbak," balas asisten klenteng itu kepadaku.

"Baiklah, terima kasih ya, om. Emm... paman Bulai, apakah boleh saya dokumentasikan ini sekarang?"

"Boleh, nak. Duduk saja disini." Paman Bulai mengajak saya duduk di bangku panjang yang berada tepat di depan altar, saya menaruh kamera hp di tempat yang pas, tapi perasaanku jadi tidak enak saat asisten klentengnya dengan baik hati menyalurkan diri untuk menjadi kameramen dadakan untukku.

"Gak perlu repot-repot, om. Taruh disitu pun juga bisa kok."

"Tidak apa-apa, mbak. Lagian bukan tanggung jawab saya jika nilai mbak pas-pasan karena kamera hp mbak yang tidak pas," katanya yang membuat saya kembali berpikir lagi, ternyata ada benarnya juga.

"Em... baiklah, om. Sekali lagi terima kasih, ya."

"Sama-sama, mbak. Ini memang tugas saya."

Oke, Ela. Ambil napas yang dalam, lalu keluarkan. Bersikaplah sesopan mungkin, baru kita bisa membuat dokumentasinya lalu meminta izin untuk menjadi bagian dari pengurus klenteng ini. Gumamku sambil mengingat dan membaca kembali kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh paman Bulai.

"Oke, nyalakan." Pria itu menunjukkan jempolnya, itu berarti kamera hp ku sudah menyala.

"Halo semuanya, dengan saya bernama Eilaria Angelina Blossom, mahasiswa jurusan Seni Rupa semester 2 sekolah Pascasarjana di Universitas Gadjah Mada. Good evening, pada siang hari ini saya diberi kesempatan untuk berkunjung rumah kediaman bapak Bulai atau Sifu Lin Fab Si Kung di jalan Tani Bersama 105, Singkawang Barat. Dan sekarang saya sedang berada di Altar SIM CHIN FAB THAN di gang Bersama jelanta Nia No. 105," jelas ku membuka video dokumentasi versiku.

Imlek : The Lost FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang