Bab 4

25 3 45
                                    

Hikaru's POV
Seperti perkataan temanku,Nathan.Akhirnya saya sudah sampai di Jalan Kaliasin Dalam Cg. Jeruk, Singkawang Selatan. Disana banyak sekali orang-orang berlalu-lalang dan anak-anak yang bermain dengan ria di halaman rumah yang tidak terlalu sempit.

Jujur,saya agak canggung dengan mereka karena menurut penuturan sopir angkot yang angkotnya sedang saya naiki,disini tidak pernah satupun orang dari negara Jepang yang kesini.Jadi,kemungkinan besar mereka tidak terbiasa dengan kehadiranku.

Ayo, Hikaru. Kamu pasti bisa. Gumamku sembari menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan nya perlahan-lahan.

Saya memakai jaket warna biru tua dan mulai menggendong ranselku, bersiap-siap untuk turun dari angkot dan menyapa warga sekitar dengan suka ria.

"Arigatou gozaimasu, pak," ucapku sambil membungkuk hormat ke arah sopir angkot itu.

"Hah?" Astaga! Saya salah bahasa! Gara-gara itu, saya refleks meminta maaf dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untung saja sopir angkotnya memaklumi jadi saya bisa bernapas dengan lega sekarang.

Saat saya berbalik badan, mata saya mulai tertuju dengan rumah-rumah kecil dan deretan rumah yang sangat sederhana, padahal rata-rata penghuni kota ini adalah mayoritas Tionghoa yang identik dengan kata 'kaya'.

"Eh! Ada Soraru!" Salah satu gadis Tionghoa meneriaki ku dari arah kejauhan, sontak saya langsung memasang wajah bingung.

Dan ketika saya membuka kaca lipatku, saya langsung paham. Ternyata gaya rambutku adalah gaya rambutnya Soraru, Utaite kesukaanku.

Terus, saya juga didekati oleh seorang bapak-bapak, terlihat dia tersenyum ramah di hadapanku sebelum akhirnya ia mengucapkan sebuah kata yang tidak saya ketahui artinya apa.

"Nyi Ngit-pún nyin ha?"

"Hah?"

"Ngai khong nyi Ngit-pún nyin ha?"

"Nani kore?"

"Nyi khoi thong Indonesia ngî-ngièn?"

Saya benar-benar mencerna perkataan nya sebelum saya mengangguk kepalaku sebagai isyarat bahwa saya bisa berbicara menggunakan bahasa Indonesia.

"Oalah, bisa toh. Eh, kamu orang Jepang kah?"

"Benar, pak. Saya orang Jepang tulen, saya adalah salah satu mahasiswa UGM yang sedang KKN disini. Boleh tidak saya meminta bantuan kepada bapak?"

"Boleh, kamu mau minta bantuan apa?"

"Disini ada yang bernama Bon—ge Ki—te Fu—i tidak?"

Bapak itu tidak menjawab pertanyaan ku, dia justru terbingung-bingung dengan pertanyaan ku barusan.

"Maksudku pemilik dari tempat ini," ujarku sembari memberikan kertas berisi nama tempat tersebut.

"Astaga, pak Akit. Emangnya ada keperluan apa?"

Bapak itu kembali bertanya, jadi tidak ada masalahnya saya memberitahukan tujuanku yang sebenarnya kepadanya. Soalnya saya tidak suka berbohong, apapun itu masalahnya.

"Emangnya bapak kenal sama pak Akit?"

"Orang-orang yang ada disini tidak pernah ada yang tidak kenal sama beliau, beliau beneran Tatung disini, boleh saya antarkan kamu ke tempatnya?"

"Boleh juga, pak. Itu yang saya inginkan sedari tadi," jawabku dengan semangat.

Tanpa basa-basi lagi, saya mengikuti bapak itu menuju ke sebuah tempat suci yang disebut dengan Klenteng SAK MA FAB THAN, tempat yang dimana beliau melakukan ritual Tatung sekaligus tempat pengobatan alternatif di jalan tersebut.

Imlek : The Lost FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang