Bab 17

27 3 35
                                    

Berlatih ke salah satu tempat penginapan di Singkawang Selatan, dimana adalah tempat tinggal sementara Nathan Cs di kota tersebut. Tidak perlu dijelaskan lagi, karena aktivitas terakhir mereka sama seperti aktivitas terakhir Hijrah Cs di Singkawang Barat. Jam menunjukkan pukul yang sama, dan mereka semua barusan menatap dan terjun ke aplikasi WhatsApp hanya untuk berdiskusi mengenai penerbitan skripsi KKN kelompok mereka. Awalnya tidak ada yang aneh selama di tempat penginapan tersebut, semua berjalan sesuai keinginan, walau tempatnya cukup mewah dari tempat penginapan sebagian teman mereka. Namun, hal itu justru tidak berlaku bagi Hikaru.

Di dalam kamar, Hikaru sedang terjun ke alam mimpi. Ini sudah menjelaskan betapa lelahnya ia sebagai wakil ketua dari Nathan, ia tidak peduli latar belakang dan sifat Nathan yang sangat bertolak belakang darinya, intinya adalah bagaimana ia harus melanjutkan tali pertemanannya hingga mereka lulus dari kampus. Di dalam lelapnya, entah kenapa matanya terbuka sendiri, seolah-olah alarm alam telah membangunkannya dari tempat ternyaman nya.

Dengan cepat, ia bangkit dan duduk di atas ranjangnya. Anehnya, ia terbangun di sebuah tempat yang gelap, mirip seperti gedung yang terbengkalai selama bertahun-tahun. Ranjang yang awalnya bersih terlihat sangat lusuh dan penuh robekan, bahkan baunya seperti bau daging busuk. Dan yang lebih anehnya lagi, barang-barang kampus Hikaru berada dekat bersamanya.

"Nani? Tempat apa ini?" tanyanya sambil memutar bola matanya, memerhatikan dinding-dinding ruangan yang dihinggapi lumut dan tumbuhan merambat yang menambah kesan angker. Wajahnya planga-plongo, yang mengartikan bahwa ia tidak tahu menahu tentang tempat ini dan bagaimana bisa ia berada di tempat ini tanpa melakukan perjalanan jauh.

"Sumimasen, apakah ada orang disini?" tanyanya sopan ke sekelilingnya, berharap ada seseorang selain dirinya yang terjebak disini, sehingga ia bisa menenangkan jantungnya yang sudah berdetak kencang.

Tidak ada respon apapun, hanya gema suara Hikaru saja yang menemaninya sekarang, hal itu sukses membuat buku kuduk Hikaru berdiri. Ditengah-tengah ketakutan, tiba-tiba Hikaru mengingat pesan ibunya. Ibunya pernah berpesan kepadanya agar selalu tetap tenang dan mawas diri ketika sedang sendirian, tidak ada tempat yang dihidupi oleh mahkluk hidup apapun, jadi dengan itu, ibunya berharap Hikaru menerapkan prinsip "berpikir dulu sebelum bertindak" di dalam hidupnya. Usai mengingat pesan ibunya, Hikaru dengan posisi sedang memeluk ranselnya langsung memasukkan barang-barang kampusnya ke dalam ransel dan menentengnya di bahu. Tak lupa mengenakan sepat dan jaket biru tua andalannya yang selalu dipakainya setiap saat sebelum meninggalkan ruangan tersebut.

Skip

Langkah demi langkah menelusuri lorong gedung, gedung tersebut terlihat seperti gedung sekolah, gedung sekolah menengah atas yang mirip seperti sekolah terdahulu Hikaru. Setiap kaca ruangan ia intip, memastikan tidak ada orang yang terkunci di dalam, hingga di ruangan khusus bermain musik, matanya tak sengaja menangkap sosok pemuda yang sedang duduk di kursi depan piano sambil menyandarkan kepalanya ke keyboard piano yang ditutup. Entah apa yang sedang ada di dalam pikiran pemuda itu sampai-sampai bisa tertidur di gedung menyeramkan seperti ini.

"Eh?! Ada orang!" pekiknya. Kakinya melangkah dengan cepat masuk ke dalam ruangan tersebut, dan saat sudah berada tak jauh dari pemuda itu, ia menghentikan gerakannya. Berbagai pertanyaan muncul di dalam benaknya.

Siapa orang ini? Kapan ia sudah berada disini? Dan bagaimana bisa ia berada disini bersamaku? Gumamnya. Ia memberanikan diri untuk melangkah kearah pemuda tersebut, kakinya sedikit menjinjit agar tidak menimbulkan suara.

Crek!

"Aish!" Sialnya, itu tidak berjalan mulus. Hikaru tak sengaja menginjak ranting tumbuhan yang sudah mengering, sehingga menyebabkan pemuda yang berada di depannya terbangun. Pemuda itu meluruskan pinggangnya, merapikan kembali rambut putihnya, dan mengucek matanya. Meski dilihat dari belakang, benak Hikaru sudah bisa menggambarkan seberapa mewah model pakaian pemuda tersebut, seolah-olah pemuda tersebut dan dirinya adalah manusia berbeda zaman yang dipertemukan di zaman modern.

Imlek : The Lost FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang