tiga

891 89 0
                                    


••

Memandang bangunan di depannya, Samuel hanya mampu menghelas nafas saat tau dirinya terlambat.

Tubuhnya sudah basah keringat karena berlari kesana-kemari mencari kendaraan umum yang akan dia tumpangi, tapi semuanya nihil tidak ada sama sekali.

Terpaksa dia harus berlarian dari rumahnya ke sekolah, cukup sulit di percaya tapi itulah kenyataannya.

Jarak rumah dengan sekolah memang cukup jauh, membuat Samuel mati-matian menahan diri agar tidak tumbang saat lariannya menuju sekolah.

Lalu sudah tau jarak rumah dengan sekolah cukup jauh kenapa tidak minta di antar saja? Tentu saja jawabannya mustahil tidak mungkin orang yang di panggil Tuan oleh Samuel mau mengatarkannya.

Memberikan uang untuk kebutuhannya saja jarang, bahkan Samuel harus kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Kenapa telat?" Tanya Guru yang menjaga di gerbang memandang Samuel dari atas sampek bawah.

Rambut acak-acakan seperti tidak di sisir, lalu tubuh basah keringat dan jangan lupakan baju yang terlihat seperti tidak di cuci beberapa minggu lalu sepatu yang terlihat sangat rusuh.

"Apa benar kamu anak sekolah sini?" Heran Guru itu yang di ketahui Bu Ina seorang guru BK, yang sering menghukum siswa-siswa datang terlambat.

Karena jujur sekolah yang sekarang menjadi pekerjaannya adalah sekolah termasuk elit tentu saja banyak anak orang kaya disini, dan mungkin saja anak di depannya anak biasiswa.

"Memang kenapa?" Ucap pelan Samuel merasa ada tatapan hina dari arah guru itu.

"Tidak ada, hukuman mu berdiri di lapangan selama jam istirahat berbunyi lain kali jangan terlambat." Setelah mengatakan itu Bu Ina pergi berjalan sambil menatap sekeliling siapa tau ada murid yang membolos.

Mendengar ucapan guru itu Samuel langsung melaksanakan hukumannya berjalan ke arah lapangan lalu menghadap berdera dan hormat.

••

"Liat deh anak itu masa sekolah disini pakaiannya kek gitu."

"Iya iuwh, kotor itu sepatunya engga di cuci apa ya?"

"Mukanya kek orang engga di kasih makan ajir kurus banget."

Samuel tau dia sedang di jadikan bahan omongan akan tetapi Samuel lebih memilih tidak peduli tetap berjalan menuju kelasnya.

Bel istirahat berbunyi beberapa menit tadi, sambil menggedong tasnya di pundak banyak tatapan mata yang memandang Samuel dengan tatapan menjijikan, namun dia memilih tidak peduli dan melangkah ke kelas menduduki bangku belakangnya.

"Lapar." Batin Samuel setelah duduk di bangkunya menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan Samuel memilih memejamkan matanya.

Samuel ingin makan, tapi uang yang dia bawa sangat pas-pasan hanya cukup untuk pulang. Jika dia pakai untuk makan dia akan pulang jalan kaki lagi nanti, dan sepatunya bisa semakin rusak.

Jujur rasanya malu saat dia kesekolah menggunakan sepatu bekas Kakaknya, seragam yang terlihat sudah pudar dan tas yang sudah rusak. Tapi Samuel juga sadar dia bukan anak yang di inginkan, di kasih tempat tinggal saja Samuel sudah sangat bersyukur.

Patience || Slow Up ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang