.
.
.Yeri berkernyit tidak suka karena melihat berat badan Haechan kembali berkurang. Haechan memang sudah di rumah sakit, di mana sekarang dirinya harus menjalani serangkaian pemeriksaan awal sebelum diperiksa dokter.
Dan salah satunya mengukur berat badan.
“Aku emang belum makan, makanya beratnya kayak turun gitu.”
Yeri cuma mendengus, “Enggak mungkin bobotmu turun lima kilo cuma karena kamu belum sarapan.”
Haechan baru memeriksakan diri ke rumah sakit dua minggu lalu, dan dalam rentang waktu itu berat badannya kembali menyusut. Kalau begini, keinginan Yeri untuk menghajar Jeno rasanya semakin membumbung tinggi.
Sedangkan Haechan, dia hanya tertawa melihat sikap emosional Yeri. Toh perawat itu benar, Haechan juga merasa kondisi kesehatannya terus menurun setelah semua pengkhianatan yang dilakukan Jeno.
“Nanti aku bilangin Dokter Renjun deh, biar kamu dikasih vitamin, apa obat penambah nafsu makan.”
Celotehan yang cuma bisa dibalas dengan tawa oleh Haechan. Obat penambah nafsu makan yang disarankan Yeri membuat Haechan merasa dirinya seperti balita yang malas makan.
“Terus berkas-berkasnya udah jadi dibawa?”
Haechan yang tadinya sibuk mengamati angka yang bergerak di layar alat pengukur tekanan darah kembali menatap Yeri, “Ya aku bawa laptop sih.”
“Oke, nanti tunggu aku sampai bisa istirahat ya? Nanti kita kirim bareng-bareng berkasnya.”
Yeri jelas bisa melihat ada keraguan tercermin di netra Haechan, tetapi dia mengabaikannya dan memilih fokus mencatat hasil pengukuran tensi darah.
“Tapi aku belum ngomong sama Jeno, Yer.”
“Biarin aja.”
Haechan berdecak pelan, “Tapi dia kan—”
“Punya pekerjaan adalah hak asasi setiap manusia, termasuk sumber makanan vampir. Jadi Jeno sialan itu nggak punya alasan untuk nggak ngebolehin kamu kerja. Nanti pemberitahuan aja ke dia.”
Yeri bahkan sudah sibuk memasukkan semua hasil pemeriksaan Haechan untuk melengkapi pendaftaran pasien, tetapi dia buru-buru menoleh demi melempar tatapan tajam, “Dan jangan ungkit soal beli-membeli. Walau itu fakta, tapi aku udah muak, oke?”
Yeri menekan tombol finalisasi untuk memproses pendaftaran Haechan ke daftar pasien Renjun, “Kamu lebih dari sekadar manusia yang dia beli. Kamu lebih dari sekadar manusia yang membuat kontrak darah sama dia. Jadi jangan ngomong gitu lagi, oke?”
Yeri menoleh ketika pendaftaran Haechan telah difinalisasi. Dia kemudian tersenyum profesional ke arah Haechan, “Oke, sudah selesai. Bapak bisa tunggu di depan ruangan Dokter Renjun, praktiknya mulai jam 10. Terima kasih.”
Gestur mengusir Yeri pun membuat Haechan angkat kaki. Dia setengah menyeret langkahnya untuk menuju kursi tunggu di depan ruangan Renjun, sembari benaknya kusut memikirkan petuah Yeri tadi.
Apakah tidak apa-apa jika dirinya nekat memasukkan lamaran pekerjaan ke Jaemin tanpa meminta izin Jeno?
Jujur, Haechan meragu. Dia ingin hidup mandiri. Apalagi karena Haechan merasa tidak akan punya masa depan cerah bersama Jeno. Karena itulah Haechan ingin mencoba mencari pekerjaan, sekalipun profesinya tidak linier dengan statusnya sebagai lulusan jurusan akuntansi.
Lagipula dahulu Haechan masuk ke jurusan tersebut atas arahan Jeno yang sempat sesumbar akan membantu Haechan bekerja dj hotelnya. Namun sekarang? Haechan bahkan sangsi Jeno ingat dengan janjinya waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
saudade - a nohyuck fanfiction
Fanfictionsau•da•de - a deep emotional state of melancholic longing for a person or a thing that is absent Jeno merasakannya, tepat menusuk di hatinya, ketika Haechan terbangun tanpa mengingat dirinya. Namun untuk meminta Haechan kembali mengenang mereka pun...