.
.
“Selamat datang, Jen. Kamu nggak pulang semalaman ya?”Jeno tertegun melihat bagaimana Haechan masih bisa menyapanya sembari membentuk kurva senyuman nan tipis dengan bibirnya.
Memang keberadaan Haechan yang telah beraktivitas walau masih sangat pagi adalah hal pertama yang mengejutkan Jeno. Namun setelahnya atensi sang vampir lebih terarah kepada bekas memerah di leher Haechan, walau sepertinya dia berusaha untuk menyembunyikannya dengan atasan berkerah tinggi.
Namun hanya sejenak, sebab setelah berbasa-basi seperti itu, Haechan langsung berbalik. Pelan hela napas itu terembus dari celah bibirnya, sebelum Haechan mencoba untuk kembali fokus pada buah-buahan yang akan disajikannya bersama overnight oat yang sudah disimpan semalaman di lemari es.
Butuh waktu, butuh usaha.
Sebab ternyata sangat sulit untuk Haechan mengabaikan begitu saja semua jejak pengkhianatan di tubuh Jeno.
Meski sedetik kemudian Haechan jadi ingin menertawakan diri sendiri, memang pengkhianatan macam apa yang sudah dilakukan Jeno kepadanya?
Toh sejak awal Haechan hanyalah manusia yang dibeli untuk terikat kontrak darah dengan Jeno, jadi memang bukan kapasitasnya untuk merasa cemburu terhadap jejak-jejak percintaan di tubuh vampir itu, bukan?
Karena itulah Haechan langsung balik badan. Bekas darah yang masih tertinggal di ujung bibir Jeno, begitu pula dengan jejak kissmark keunguan yang menempel di kulit lehernya, semuanya adalah hal-hal yang sukar untuk Haechan abaikan kecuali dia segera mengalihkan pandangan.
Meski, sialnya, aroma parfum asing yang menguar kuat dari pakaian Jeno tak bisa diabaikan begitu saja, bahkan meskipun Haechan mencoba untuk fokus pada buah-buahan yang tengah dipotong.
Karena itulah Haechan kemudian tersenyum kecil, “Kamu bisa istirahat sebentar, nanti aku bangunin kalau udah waktunya sarapan. Jangan lupa mandi dulu, parfumnya nyengat banget, hehe...”
Hehe.
Entah dari mana Haechan belajar untuk menyembunyikan semua lukanya dengan senyum dan tawa.
Sedangkan Jeno, dia langsung mengendus mantelnya. Memang benar, ada aroma parfum yang bukan miliknya turut menguar dari sana, dan Jeno cukup tahu apa makna bersayap dari permintaan Haechan tadi.
Dia cemburu.
Haechan cemburu, dan Jeno tahu persis apa alasannya.
Perkara Haechan yang menjatuhkan hati kepadanya bukan lagi hal asing untuk Jeno. Apalagi Haechan memang sudah pernah menyampaikan perasaannya, beberapa tahun yang lalu, setelah manusia itu memberikan izin untuk Jeno menjelajahinya.
Pernyataan cinta yang tak pernah Jeno jawab dengan gamblang hingga sekarang, meski belakangan dia pun yakin Haechan sudah mengerti apa balasan akan perasaannya.
“Jen?”
Jeno sontak mengerjap. Panggilan itu membuat perhatiannya kembali, meski Haechan ternyata masih dalam posisi memunggunginya.
Dan Jeno cuma bisa merespons dengan menelan ludahnya pelan, “Aku mau jogging aja habis gini. Aku boleh request pancake nggak buat sarapan?”
Jeno bisa melihat gerakan tangan Haechan berhenti, mungkin ada rasa kesal karena permintaan menu sarapannya yang berbeda dari rencana.

KAMU SEDANG MEMBACA
saudade - a nohyuck fanfiction
Fiksi Penggemarsau•da•de - a deep emotional state of melancholic longing for a person or a thing that is absent Jeno merasakannya, tepat menusuk di hatinya, ketika Haechan terbangun tanpa mengingat dirinya. Namun untuk meminta Haechan kembali mengenang mereka pun...