[13] titah ibunda

354 58 4
                                    


.
.
.

"Puas kamu sekarang, Jeno? Puas kamu sampai bikin Haechan di ambang hidup dan mati?"

Tamparan itu datang tanpa sempat Jeno antisipasi. Namun Jeno tahu, dia memang layak menerimanya. Jadi kini Jeno cuma terdiam, bersiap menerima ledakan emosi wanita paruh baya di hadapannya.

Wanita yang tak segan mencengkeram rahang Jeno dan kukunya yang panjang menancap di sana. Tujuannya hanya satu, memaksa Jeno untuk kembali menghadapnya.

"Jawab saya, J–"

"LEPAS!"

Cengkeraman itu terlepas dalam sekejap. Lalu seseorang berdiri memunggunginya seolah menawarkan perlindungan, dan Jeno tahu betul itu siapa.

"Minggir, Taeyong."

"Memangnya Anda siapa, berani-beraninya nampar adik saya?!"

Wanita itu sontak mendengus remeh, "Apa yang salah dari seorang ibu menampar anaknya yang sudah bertindak keterlaluan?"

Taeyong menajamkan tatapannya, "Anda bukan ibu kami."

"Biologically memang bukan, tapi secara hukum saya tetap ibu kalian," tegas wanita itu, lalu berusaha mendorong tubuh Taeyong. "Minggir, Taeyong! Kamu nggak bisa terus-terusan memanjakan adik kamu kayak gini."

Jeno sontak tertegun. Memang benar. Selama ini dia menjadi untouchable walau tak berhenti melanggar kontrak darah karena campur tangan Taeyong.

Sebagai pimpinan salah satu klan bangsawan vampir, Taeyong jelas memiliki banyak koneksi dan kuasa untuk menghapus jejak perbuatan Jeno. Kini Taeyong juga yang pasang badan melindungi Jeno dari amukan Hyesoo -- ibu sambung mereka -- ketika semestinya Jeno harus mempertanggungjawabkan sendiri perbuatannya.

"Taeyong!"

Volume suara Hyesoo sama sekali tidak mengeras, tetapi pekatnya kemarahan begitu jelas terasa. Meskipun ibu tirinya ini sudah memasuki usia setengah baya, Hyesoo tetap bisa menunjukkan sikap intimidatif.

"Anda jangan sembarangan! Bukan salah Jeno kalau anak itu sekarang ada di kondisi hidup dan mati."

"Dan coba kamu tanyakan ke adik kamu, apa penyebab Haechan sampai harus ke rumah sakit hari ini," balas Hyesoo. "Coba tanya ke adik kamu itu, dia merasa bersalah nggak dengan kecelakaan yang hari ini menimpa Haechan?"

Jeno memang masih bungkam, tetapi benaknya aktif menjawab.

Iya, dialah penyebab Haechan harus ke rumah sakit dan berujung mengalami kecelakaan dalam perjalanan pulangnya.

Iya, dia merasa bersalah atas kecelakaan yang membuat Haechan berada di ambang hidup dan mati.

Iya, memang benar kata Renjun, Jeno lah sumber segala masalah yang terjadi hari ini.

"Coba kamu tanyakan juga ke adik kamu, Taeyong, seberapa sering saya mengingatkan dia untuk nggak bertindak sembarangan," ujar Hyesoo yang tak segan menunjuk-nunjuk Jeno sedangkan Taeyong terus bertindak layaknya perisai hidup.

"Coba kamu tanyakan ke dia, seberapa sering saya minta dia untuk batalkan saja kontrak darahnya dengan Haechan, kalau memang dia nggak bisa bertanggung jawab sama komitmennya!"

Jeno sontak memejamkan mata. Bukannya Jeno takut, tetapi karena semakin besarnya rasa bersalah yang mengisi ruang hatinya.

Hyesoo memang ibu tirinya, dan Jeno selalu merasa tidak perlu mendengarkan wanita yang dia anggap telah merusak keluarganya. Padahal Hyesoo sudah berkali-kali mengingatkan Jeno agar tak bertindak kebablasan, termasuk merasa tidak bersalah sekalipun terus melanggar kontrak darah.

saudade - a nohyuck fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang