Hari demi hari terasa sangat cepat. Dalam kesehariannya dua bulan kebelakang, Manuel dan Evianne akan selalu menyempatkan diri meski sekedar melakukan panggilan video kepada Janarga. Membiasakan kehadiran mereka dalam kehidupan baru si kecil.
Tak jarang, kehadiran mereka di panti disambut oleh hadirnya sosok kecil itu di depan jendela pintu utama.
"Nyu-el!" Pekikan Janarga terdengar sesaat setelah Manuel keluar dari mobil.
Ia rentangkan tangan lebar-lebar, menangkap si kecil ke dekapan sebelum mengambil sekantong mainan dari bangku tengah mobil.
"Ayo, main bersama kakak-kakak di dalam!"
Hadir dan membiasakan diri dalam kehidupan Janarga, tampaknya menjadi tantangan baru bagi Manuel dan Evianne. Pada awalnya, bahkan tak jarang mereka temui penolakan. Si kecil tampak selalu menjaga diri, menutup akses saat orang baru ingin mengenalnya. Terasa berat sekali, terlebih untuk Evianne. Wanita tersebut membutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk sekedar berbicara dua arah dengan Janarga.
Sesekali didapati sendu, saat Janarga lebih muda terbuka dengan Manuel atau bahkan Wendy.
Pernah suatu hari, entah mengapa ia merasa usahanya tak membuahkan hasil. Matanya berkaca kala menangkap sosok Janarga memeluk erat Wendy di ujung ruang. Terasa seluruhnya berat, usahanya belum membuahkan hasil.
Namun saat menyadari tangan kecil itu mengusap air mata yang bahkan tak disadari turunnya, hatinya kembali menghangat.
"Ibu, jangan menangis, ibu."
Semakin luruh saja tangis Evianne karena hatinya penuh.
"Ibu..."Bahkan tak sungkan menangis, ia membiarkan tangan kecil itu mengelap lelehan air matanya.
"Jangan menangis ibu," Diikuti pelukan dan usaha keras untuk meraih tubuh Evianne ke dalam dekap kecil itu.
Evianne tersenyum, tak apa-apa. Semua usahanya tak ada yang sia-sia, bukan?
Semua butuh waktu.
"Ibu! Ibu! Ibu! Nyu-el beli mobil baluuuu~"
Kini, bahkan si kecil selalu mengajaknya berbicara. Tak segan meminta peluk atau sekedar pangkuan."Bintang kecil...."
Evianne tak sabar membawa pulang Janarga ke rumah. Seluruh waktu dan usahanya tak menyurutkan semangat untuk membawa Janarga masuk ke dalam Hardio. Menjadi bagian dari keluarga mereka.
"...jauh tinggi ke tempat kau beladaaaa~"
"Berada, dek..." Manuel mengoreksi.
Janar menggeleng cepat di pangkuan Evianne. "Tidak bisa bilang eeeellll!"
"Bisa! Lihat ya! Er~ Errrr~ begitu!"
Janarga merajuk, "Ellll~ sudah! Tidak bisa kelual eellll~"
Manuel tertawa keras, bahkan perutnya terasa sedikit kaku. "Nanti belajar lagi, eeerr~"
Evianne tersenyum, kapan ya terakhir kali rumahnya seramai ini?
Kala Mananta awal masuk sekolah menengah? Atau bahkan lebih awal dari itu?
Pandangan mereka sempat bertemu, seolah dapat mengerti maksud Evianne, Manuel mengangguk ringan. Evianne berdehem, entah mengapa terasa canggung. "Adek?"
"Yaaa~"
"Boleh lihat ibu sebentar nak?"
Janarga menghentikan tangannya yang bermain mobil, mendongak menatap Evianne dengan mata bulatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The President and I - Metanoia Series
Romance"Sebenarnya, perpisahan itu akhir atau awal yang baru?" Mananta, presiden negeri ini yang dipatri tanpa celah. Hidupnya terpampang sempurna, tanpa mereka tahu bahwa kisahnya tak seindah itu. Menikahi adiknya sendiri tidak pernah ada dalam benaknya...