"Mas,"
Janarga membuka pintu penghubung antara kamarnya dengan Mananta.
Matanya mengerjap pelan ditengah kantuk yang masih menyerang. Namun, netranya hanya menangkap setitik cahaya bulan dari gorden di kamar yang lebih tua.
"Mas!"
Tangannya menggapai saklar.
Bahkan setelah terang mengisi kamar, tak didapatinya sosok Mananta di dalam.Sudah pukul satu dini hari, kemana si jelek itu?
Janarga melangkah semakin ke dalam, tak mengindahkan peringatan Mananta sebelumnya yang melarangnya masuk ke kamarnya selama Yeremia masih berada disana. Toh, tak ada keduanya sekarang.
Kasurnya berantakan, namun dingin seakan telah lama ditinggalkan.
Sekali lagi Janarga memastikan kotak dimana Mananta biasa menyimpan kunci mobilnya dan nihil. Tak dapat ia temukan kali ini.
"Ish, dimana anak jelek itu?"
Segera ia berlalu ke kamarnya, mengambil ponsel pintar sebagai kado ulang tahunnya kemarin dari Manuel, tentu dengan hasutan Mananta yang meminta mereka untuk memberikannya.
Dering-dering teleponnya terhubung, namun tak ada tanda akan diterima.
Sekali, dua kali Janarga menelpon ke ponsel si Leo tapi tetap tak terangkat.
Sekali lagi, kalau dia tidak ang— "Hi, Janarga. Ada apa?"
Wanita ini, bahkan Janarga lupa kehadirannya sejenak.
"Mas mana?"
"Uhm?"
Janarga menghela napas, "Kamu dan mas dimana? Aku tidak lihat di kamar."
Terdengar gemerisik pelan diseberang, membuat Janarga mengernyit heran kenapa ponsel si Leo ditangan Yeremia?
"Halo? Kamu dan mas sekarang dimana?" Ulangnya.
"Kami di hotel, adik. Kami tidak tidur di rumah mulai hari ini?"
"Kenapa?"
Tidak masuk akal, lantas mengapa ia pulang bila tidak berada di rumah?
"Karena... kami punya kehidupan sendiri?"
Jawaban itu hanya satu-satunya yang terpikir oleh Yeremia. Tak mungkin juga ia jabarkan kepada anak berusia sebelas tahun, bukan?
"Kami akan pergi sarapan di rumah besok, tapi sekarang kami tidur di hotel. Mananta juga sudah tidur, kenapa kamu belum tidur?"
Janarga tak bisa menerimanya. Di tengah malam ia dibuat kesal sekali, pokoknya sangat kesal!
"Terserah saja, bukan urusan kamu!"
Ia matikan sepihak panggilan telepon itu. Sudah, ia tak berhasrat lagi untuk membuang air. Lebih baik ia melanjutkan tidur.
Jadi, apa sih arti pulang sesungguhnya?
***
"Adikmu, suka makan apa?"
Mananta mengalihkan pandangannya dari jalanan. Ia menatap heran kepada Yeremia yang sedang menggulir layar ponselnya.
"Janarga?"
Yeremia mengangguk, "Hum, dia suka french fries? Nanti kita berhenti beli burger disana. Dia boleh makan junkfood, bukan?"
Janarga, suka apa ya?
Mas. Dia paling suka Mananta.Senyumnya mengembang tak tersadar kala memorinya mengingat bagaimana pipi merah milik Janarga bergerak saat mengunyah makanan, bagaimana kedua tangannya menggenggam erat makanan favoritnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The President and I - Metanoia Series
Romance"Sebenarnya, perpisahan itu akhir atau awal yang baru?" Mananta, presiden negeri ini yang dipatri tanpa celah. Hidupnya terpampang sempurna, tanpa mereka tahu bahwa kisahnya tak seindah itu. Menikahi adiknya sendiri tidak pernah ada dalam benaknya...