"Kelana–that boy, he's sharp as tack!"
Anyelir, 7 tahun
Sharp as tack (idiom): intelligent and quick thinker.
***
Anyelir masih berdiri dengan kebingungan, walau akhirnya dia menyerah juga dan mengikuti langkah kaki Angkasa yang memimpin petualangan singkat mereka.
Si anak kembar berjalan mengendap-endap sembari menengok ke arah kanan kiri dan belakang, berjaga-jaga agar tak ada yang memergoki kelakuan mereka berdua.
Angkasa akhirnya berhenti di dapur kering dan mengajak Anyelir bersembunyi di belakang kulkas besar yang dingin dan berisi botol minuman yang berjejer rapi.
Kulkas tersebut tembus pandang sehingga Anyelir bisa melihat secara utuh apa yang ada di dalamnya. Anyelir sudah pandai membaca dan menulis. Bocah yang penuh rasa ingin tahu itu melongok penasaran untuk membaca dan menyerap informasi yang tertera di label minuman tersebut.
"Wine?" Anyelir mengernyit heran saat membaca label minuman tersebut. Dia belum pernah mendengar dan mencicipi jenis minuman tersebut.
Fokusnya kini beralih ke tempat lain, di atas counter meja terdapat berbagai jenis makanan yang menggugah selera. Bentuknya pun beragam dan terlihat begitu enak. Harumnya terbawa ke seluruh penjuru ruangan.
Anyelir menelan ludahnya karena indra perasanya kini bereaksi dengan stimulan harum hidangan yang tersaji. Dia dan Angkasa belum makan malam ini. Karena selepas petang nenek langsung mendandaninya dengan pakaian dan sepatu terbaik lalu mengajak mereka bertemu dengan pemilik rumah.
Angkasa juga sempat terdistraksi dan menatap jejeran hidangan dengan wajah menyedihkan menahan lapar. Tangannya hampir saja terjulur meraih satu kue yang tersusun rapi, namun Anyelir buru-buru memukul lengan Angkasa dan menepis tangannya agar tidak mencuri.
"Nanti kamu dimarahi Nenek! Nggak boleh! Itu kan bukan punya kita!" Anyelir memarahi Angkasa, dan wajahnya memerah menahan malu karena ditegur oleh adiknya sendiri atas niat nakalnya.
"Nggak kok! Aku cuma mau lihat aja," kilah Angkasa dengan malu.
"Udah yuk, balik lagi. Nanti Nenek mencari kita, terus kalau kita nggak ada di tempat kita bisa dihukum!" Anyelir kini ketakutan.
Dia mencoba menarik lengan Angkasa ke area laundry. Rasanya mereka sudah terlalu lama bertualang dan khawatir jika mereka dipergoki nenek membuat ulah.
Tapi sayangnya Angkasa tetap bergeming di tempatnya. Malah justru dia semakin berani mengendap-endap menuju pintu di depan mereka.
Tiba-tiba secara tak terduga Anyelir dan Angkasa mendengar derap langkah yang semakin mendekati arah dapur. Wajah panik Anyelir tak dapat ditutupi lagi. Saking ketakutannya, hampir saja dia menjerit panik sebelum Angkasa membungkam mulut Anyelir dengan jari kecilnya.
"Hush! Jangan teriak, nanti malah ketahuan!" bisik Angkasa sama paniknya.
Mereka semakin meringkuk menyembunyikan diri karena tak ada waktu untuk keluar dari dapur ketika orang-orang masuk ke dalam.
"Mas Kelana mau apa? Pizza mau? Nanti Bibi bawakan ke dalam, nggak perlu ke dapur sini. Kotor 'kan." Suara seorang perempuan menyeruak di tengah kesunyian dapur tempat Anyelir dan Angkasa bersembunyi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sketsa Anyelir
Novela JuvenilA Prequel Sejak kecil, Anyelir Arimbi Dasono hidup dalam belas kasih Abisena Sastrowilogo - Partriarch keluarga konglomerat Sastrowilogo yang merupakan kakek dari Kelana Mahendra Sastrowilogo. Kelana, cowok dengan nada suara lembut dan tenang mengul...