Authority without wisdom is like a heavy ax without an edge

59 8 0
                                    


Authority without wisdom is like a heavy ax without an edge,

fitter to bruise than polish. – Anne Bradstreet


Authority (n) : the power or right to give orders, make decisions, and enforce obedience


Anyelir diam menahan tangis mendengar bentakan keras dari Kakek Abisena.

Iya, dia tahu jika Kelana memperlakukan mereka berbeda dengan teman-teman lainnya di sekolah. Tapi bukankah itu suatu kewajaran karena mereka berdua saling mengenal sejak kecil.

Apa yang salah dari sikap itu?

"Tapi kami memang hanya berteman saja," ujar Anyelir, kokoh pada pendiriannya.

Kakek Abisena berdecak tak percaya.

"Jangan pernah membohongi Kakek, Anyelir. Saya bisa melihat dengan jelas kalau kalian berdua saling menyukai!"

Anyelir kaget dengan pernyataan barusan.

"Huh? Kelana nggak menyukai saya. Itu nggak mungkin." Katanya bersikukuh.

Jika keadaan tidak genting seperti ini, mungkin saja Anyelir sudah tertawa atas tuduhan menggelikan Kakek Abisena.

Mana mungkin Kelana menyukainya!

Jika dipikir-pikir, Kelana hanyalah iba kepada dirinya dan Angkasa. Dan juga karena Kelana cowok yang baik hati, makanya dia selalu bersikap tenang dan lembut kepadanya. Jarang sekali Kelana menaikkan nada bicaranya kepada Anyelir.

Penolakan dari Anyelir membuat Kakek Abisena terdiam sejenak. Pria tua itu masih menatap Anyelir dengan kesungguhan yang membuat Anyelir semakin meringkuk di sofa.

"Nak Anyelir..." Suara Kakek Abisena tiba-tiba melembut, sampai-sampai Anyelir mendongakkan kepalanya.

"Apa kamu berani menjamin jika kalian tidak berpacaran?" tanyanya sekali lagi.

Dan Anyelir kembali menganggukkan kepalanya.

"Iya," jawabnya pelan.

"Oke, bagus. Kakek akan pegang ucapanmu sepenuh hati."

Jeda yang begitu rikuh bagi Anyelir kini melingkupi suasana ruangan besar tempatnya disidang hari ini.

"Namun–"

Ucapan tertahan Kakek Abisena membuat Anyelir kembali menatap pria yang dianggap omnipotent di matanya tersebut.

"Bagaimana kalau kalian akhirnya pacaran?" pertanyaan yang diucapkan secara tenang itu sukses membuat jantung Anyelir berdetak lebih cepat.

Uh... rasanya itu tidak mungkin terjadi.

Anyelir menggelengkan kepalanya sambil tersenyum miris.

"Mana mau Kelana sama saya, Kakek. Seperti yang kakek bilang, dia memiliki masa depannya sendiri. Dan saya juga tahu diri jika kami begitu jauh berbeda. Jadi Kakek tenang saja. Nggak akan terjadi apa-apa di antara kita."

Anyelir menjawabnya dengan mantap, tanpa goyah sedikitpun.

"Apa saya bisa memegang ucapanmu, Anyelir?"

"Iya, Kakek."

"Bagus. Kalau begitu, saya berharap kita tak perlu lagi berbincang mengenai hal ini di masa mendatang. Bukan begitu, Anyelir?" Sekali lagi memastikan perkataan yang Anyelir lontarkan merupakan keseriusan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sketsa AnyelirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang