Sang fajar belum menampakkan dirinya, para warga masih banyak yang tertidur dan ada juga yang sedang bersiap-siap untuk berangkat ke pasar, di rumah Gendhis sudah ada Dwi Ratih dan juga Wati yang berkumpul akan berangkat ke bukit dan kebun, padahal sekarang masih pukul 05:00, lebih awal daripada rencana mereka kemarin.
Suasana embun pagi menyelimuti hari, rasa dingin menyerang tubuh, membuat siapapun yang terkena akan merasa mengantuk lagi.
"Hoammm, ngantuk banget," keluh Gendhis
"Emang kemarin tidur jam berapa?," tanya Wati
"Jam 11, kemarin aku jahit kemeja yang mau ku pakai ke acara nanti sore," jawab Gendhis
"Kalau tiba-tiba kita pulang nya sore, kamu tetap ikut acara mu?," tanya Ratih
"Iya, aku nanti nyusul, soalnya bapak sama ibu ku nanti nginep di sana," jawab Gendhis
"Udah ayo berangkat, keburu nanti sampai sana siang," ucap Dwi
Mereka pun menaiki mobil, mereka berangkat menuju bukit, sambil menikmati perjalanan mereka bernyanyi bersama.
Mereka bercanda bersama dan bahkan sampai menceritakan tentang seseorang, perjalanan pun tidak terasa, mereka sudah sampai di bukit yang mereka tuju pada pukul 07:00.
"Wahhh, segarnya udara pagi, kalau aku punya rumah di sini, setiap pagi aku malas bangun," ucap Ratih
"Jangan kan disini kamu di rumah aja susah di bangunkan," sindir Wati
"Gimana kalau kita sarapan dulu, tadi ibuku bawain nasi sama lauk, katanya biar gak usah beli makanan di sana," saran Dwi
"Ide bagus, iya kita sarapan dulu baru main main, kebetulan tadi aku bawa alat juga kok," ucap Gendhis dan ia mengambil alas lalu menatanya
"Ayo duduk," ajak Gendhis
Mereka semua duduk dan makan bersama.
"Eh kalian tahu gak si tetangga kita yang rumah nya cat hijau itu lho," ucap Ratih memulai penghibahan
"Iya kenapa?," tanya Wati
"Aku kesel banget, masa dia bisa-bisa nya waktu tadi mau berangkat aku di giniin, 'eh, masih pagi udah keluyuran aja, mau jadi apa, kerja enggak ngehabisin uang iya, kasihan bapak ibumu itu capek-capek kerja tapi kamu habisin uangnya '," tutur Ratih
"Gak cuman kamu kok tih, aku juga kesel sama tuh orang, suka banget pamer emas, pernah tuh waktu itu aku ikut ibuku beli sayur di ibu ibu keliling, tiba-tiba tuh orang dateng, pakai gelang banyak sama cincin banyak, terus bilang gini ke ibuku, ' ini di beliin anak saya bu, Alhamdulillah anak saya pengertian beliin saya emas, kapan ibu di beliin emas sama anaknya itu?', " ucap Wati
"Tuh orang emang cocok buat di hajar sama warga, suka banget nyebar fitnah lagi," gerutu Ratih
"Ya gimana lagi, kalau bertetangga juga pasti ada gitunya, mau dimana pun tetap ada orang yang kayak gitu jadi ya kita sabar-sabar aja sih," ucap Gendhis
"Selama tinggal di rumah baru pernah di julid in gak kamu ndhis?," tanya Dwi
"Sering, apalagi kan aku jarang keluar rumah, katanya gini, ' anak perempuan kok di rumah aja bu, bu, mbok ya di suruh keluar rumah berteman sama siapa gitu, apa si Gendhis itu gak punya teman?', ngomong ke ibuku waktu datang ke rumah," ucap Gendhis
"Minggu depan grebek rumah nya yok, udah cape banget sama tuh orang," kesal Ratih
"Jarak dari bukit ke kebunnya berapa?," tanya Gendhis
"Gak tahu, tapi deket kok, kita tinggal jalan aja," ucap Ratih
Tiba-tiba ada segerombolan keluarga yang datang dan duduk di samping Gendhis dan teman-temannya Gendhis menengok ke samping dan melihat orang-orang itu.
Mata Gendhis terbelalak saat melihat ada sesosok wanita dan pria yang ia kenali.
"mama sama papa nya mas Jefano gak sih?," gumam Gendhis
"Apa ndhis?," tanya Dwi
"Nggak, gak papa," ucap Gendhis
"Beneran?," tanya Dwi
"Iya beneran kok," jawab Gendhis
Saat Gendhis fokus makan kembali tiba-tiba wanita itu tidak sengaja menyenggol Gendhis, "eh, maaf mbak,"
"Iya bu gak papa," jawab Gendhis, mata mereka saling bertemu, dan Gendhis pun semakin terkejut karena ternyata itu adalah mama Jefano
"Lho kamu to ndhis, wah apakabar, udah lama gak ketemu," ucap mama Jefano sambil memeluk Gendhis
"Iya, Alhamdulillah baik, gimana kabar mama sama papa?," tanya Gendhis
"Baik juga, kamu gak pernah ke kota lagi toh?," tanya mama Jefano
"Sering ma, tapi sebentar cuman buat lihat butik,"
"Oalah iya, lain kali main kerumah, walaupun sudah gak sama anak mama, tapi kamu sudah mama anggap kayak anak sendiri,"
"Hahaha iya ma, lain kali Gendhis bakal kesana," ucap Gendhis
"Gimana kabar bapak sama ibu?," tanya mama Jefano
"Alhamdulillah juga baik,"
"Wah, syukurlah, maaf ya ndhis, kalau selama ini Jefano ada salah ke kamu, mungkin aja kamu sedikit marah kecewa ke dia gara-gara gak bilang kalau mau tugas keluar, kalau ada salahnya di maafin ya," ucap mama Jefano
"Gak papa ma, Gendhis udah maafin kok, lagian yang lalu biarlah berlalu, Gendhis udah gak mempermasalahkan itu,"jawab Gendhis
"Iya, kamu sudah punya pacar?," tanya mama Jefano
"Belum ma, Gendhis masih pingin sendiri dulu," jawab Gendhis
"Oalah, yasudah mama mau kesana dulu nyusul keluarga yang lainnya,"
"Iya ma, hati-hati," ucap Gendhis
"Iya yasudah jangan lupa mampir kalau waktu pulang," pamit mama Jefano
Setelah mama Jefano pergi tiba-tiba Ratih berbicara,"itu mamanya Jefano?,"
"Iya, baik orangnya," jawab Gendhis
"Kelihatan kayak masih muda, Jefano anak tunggal?," tanya Ratih
"Iya anak tunggal,"
"Oalah, yasudah ayo ke kebun, keburu siang," ajak Ratih
"Ayo," seru semuanya
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Gendhis
RomanceLanjutan dari Kisah gendhis Gendhis, gadis yang ditinggal meninggal dunia oleh sang kekasih berusaha untuk melupakan kekasihnya itu, walaupun setelah lima tahun kejadian itu terjadi, Gendhis masih belum bisa melupakan kejadian itu, lima tahun bukan...