"Mohon kerja samanya, ya."
Huh! Leganya bisa mengucapkan kalimat itu setelah sedemikian ketegangan yang kurasakan sepanjang menjalankan acara pelantikan.
Pada akhirnya aku tersadar dari melayang. Mau tak mau harus menghadapi kenyataan bahwa aku sudah diangkat menjadi ketua OSIS lewat jalur tak terduga.
Ya memangnya siapa yang menduga jadi ketos harus melewati adegan baku hantam dan kejedot betis? Enggak ada yang mengira apalagi mengharapkan acara demokrasi sedramatis itu.
Namun, nyatanya itulah yang kujalani dua minggu ini. Penuh drama, bertabur ketegangan, dan sedikit air mata. Sakit di tulang itu, lho! Nyut-nyutan.
Kembali ke ruang OSIS. Baru saja aku mengucapkan sambutan pertama sebagai keyos setelah melakukan serah terima dengan Kak Haman. Kini, beban organisasi besar di sekolah ini disimpan di pundakku.
Sebenarnya lumayan bahkan sangat berat. Namun, ini adalah pilihan yang kumulai sendiri. Maka, aku harus bisa mempertanggungjawabkannya sampai akhir.
Tuntas acara resmi, kini saatnya makan-makan nasi kuning. Semua berurutan mengambil sendiri makanan yang disajikan dengan cara prasmanan, lalu duduk berpencar mencari tempat yang nyaman. Termasuk aku, yang memilih duduk lesehan di lantai bersama tiga cewek. Mereka adalah Mia, Nurin, dan ... Mirah.
Ya, sejak bareng-bareng membongkar keburukan Candra, aku mulai berteman dengan Mirah. Tentunya tidak terlalu dekat. Secara dia anak rohis, jaga jarak aman dengan non mahram.
Namun, aku memang mulai banyak berinteraksi dengan Mirah. Secara dia adalah wakil, partnerku untuk berdiskusi banyak hal, terutama tentang program kerja.
"Eh, bakal molor enggak, sih, nanti?" Mia bertanya di tengah kesibukannya mencocol timun ke sambal.
Nanti yang di maksud Mia adalah acara selanjutnya. Memang makan-makan ini bukanlah penutup rangkaian acara, melainkan hanya penjeda sebelum melangkah ke fase yang lebih berat.
Setelah ini, waktunya pengesahan rancangan program kerja. Bersama MPK, musyawarah perwakilan kelas, organisasi yang posisinya di atas OSIS dan bertugas mengawasi kinerja OSIS.
Di sana setiap divisi akan menyampaikan rancangan program kerjanya, lalu anggota lain akan menanggapi dengan pertanyaan atau keberatan, sampai menjadi final di bawah ketukan palu, untuk dijalankan selama satu tahun ke depan.
Omong-omong tentang anggota, awalnya aku dan Mirah diberi kebebasan penuh untuk merekrut siapa pun menjadi pengisi setiap divisi. Jadi, kami dengan serius memperhatikan semua siswa, mencari yang berpotensi dan tentunya mau dan tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.
Hasilnya adalah tiga puluh enam siswa pilihan--campuran kelas delapan dan tujuh--yang mengisi delapan divisi. Sementara itu untuk intinya ada enam orang, termasuk aku. Jadi, total semua pengurus OSIS adalah empat puluh dua.
"Gimana?" Nurin turut menuntut jawaban karena aku malah keasikan melamun.
Aku menyengir, melirik jam tangan. "Harusnya enggak. Di rancangan, Zuhur acara udah bubaran. Kenapa emang? Ada tugas kah?"
Mia berdecak. "Weekend ini, enggak usah bahas dulu tugas."
Aku tertawa. Memang acara reorganisasi ini dilaksanakan di akhir pekan, tepatnya di hari minggu. Di saat yang lain libur, kami malah meramaikan sekolah.
Sesuai janjiku saat orasi, aku memang mengubah susunan jadwal pertemuan. Tentunya dengan berkonsultasi pada Pak Syam. Atas persetujuan beliau, maka dijadikanlah hari ini sebagai permulaannya.
Nantinya ke depan pertemuan OSIS akan berlangsung satu minggu sekali, tiap hari Senin, setelah jam pulang sekolah.
Setelah menghabiskan makanan, aku berdiri, lalu bertepuk tangan sekali, meminta perhatian. "Teman-teman, tolong tempatkan sampahnya dengan tepat, ya."
Selain perkara struktur dan jadwal organisasi, aku juga sudah mulai merealisasikan rencanaku untuk membangun keasrian di sekolah ini. Kini setiap sebelum masuk dan pulang ada bel khusus untuk semua siswa mengumpulkan sampah. Meski belum drastis, tetapi mulai terlihat terlihat kebersihan di sekolah ini.
Sekian menit kemudian, dimulailah acara ketok-ketok palu.
***
Besoknya, untuk pertama kalinya aku tidak ikut berbaris di lapangan saat upacara. Karena kini aku dan beberapa anggota OSIS diminta guru BK untuk menyisir seluruh ruangan. Mencari orang-orang yang mabal.
"Sesak banget." Irshad memegangi dadanya di depan anak tangga yang menjulang di depan banget. Cowok ini adalah salah satu anak buahnya Candra, dulu. Namun, kini pengikut Candra sudah bubar, dan aku merekrutnya kembali menjadi anggota OSIS karena dia tak terlibat aksi penyogokan dan kinerjanya di semester lalu lumayan bagus, aku tahu karena divisi kami berdekatan.
Omong-omong tentang Candra, kini kepopulerannya tak semasif dulu. Meski, ya, tidak sepenuhnya hilang juga. Beberapa orang yang fanatik, terutama para cewek masih setia mengaguminya.
"Yaudah napas dulu." Meski dikejar tugas, tetapi aku membiarkannya beristirahat sejenak sembari mengeluarkan keluh kesah. Melelahkan memang harus berjalan-jalan seperti ini. Namun, ini adalah tanggung jawab kami.
Saat aku sedang asik menghitung berapa tempat lagi yang harus didatangi. Irshad berseru. "Itu Velly!"
Tanpa menungguku, Irshad sudah berlari mengejar pacar si Candra yang entah kenapa akhir-akhir ini lagi nyari gara-gara mulu sama OSIS.
***
Setengah jam kemudian upacara selesai. Setelah para guru meninggalkan lapangan, aku buru-buru mengode pembawa acara, ingin berbicara di depan umum.
"Maaf mengganggu waktunya sebentar, ya, teman-teman," ucapku setelah mic ada di tangan. "Saya hanya ingin memberitahukan bahwa ekskul pencak silat sudah kembali aktif di bawah payung ekskul bela diri. Bagi yang ingin bergabung, silakan langsung datang ke ruang ekskulnya nanti setelah pulang sekolah. Terima kasih."
Setelahnya semua bubar, kembali ke kelas masing-masing. Seperti aku. Namun, begitu melewati jajaran kelas sembilan, langkahku terhenti karena seseorang menghadang. Dia Kak Tantan.
Duh, apa jangan-jangan dia mau marah, ya, karena aku mengaktifkan pencak silat tanpa berkoordinasi dengannya. Padahal kan dia adalah petingginya.
"Terima kasih."
Namun, mengejutkan, Kak Tantan malah mengucapkan itu. Tangan kanannya terulur ke arahku.
Tersenyum, aku menerimanya. "Terima kasih. Semoga kalian berkembang," harapku tulus.
Namun, belum cukup aku merasakan euforia kehangatan itu. Seruan Irshad membuyarkan semuanya.
"Lais si Velly nge-fly!"
"Melayang?" sahutku bingung.
"Dia sama Candra ngelem!"
Baiklah, selamat datang kasus baru. Ck!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lais (Bukan) Singa
Novela JuvenilDi tengah menurunnya citra OSIS SMP Leorasi di mata kebanyakan siswa, Lais nekad maju menjadi calon ketua OSIS demi memperbaiki keadaan. Melawan Candra yang terkenal sebagai atlet karate dan Mirah yang merupakan inti rohis. Namun, karena pembawaan L...