EMD : 14 Difficult way of thinking

86 3 2
                                    

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading

••••

Dikejutkan dengan seseorang yang mengetuk pintu kamar beberapa kali. Matanya terbuka dengan lengan mencengkeram selimut di tubuhnya. Wujudnya masih seperti beberapa jam yang lalu.

Naked, di kamar entah siapa, terbaring sendirian dengan sisa air mata yang sudah mengering. Yang membedakan hanya jam, yang sekarang menujukkan pukul sembilan pagi. Terhitung sudah tiga jam Emili tertidur setelah berdebat dengan pikirannya sendiri.

"Ada apa?" tanya Emili pada seorang pria yang mungkin anak buah Eras.

"Eras memintamu untuk segera keluar," jawab si pria di balik pintu yang tertutup rapat.

"Katakan aku tidak mau."

"Dia akan membawamu paksa."

Emili berdecak malas sembari mengerutkan keningnya cemas. Rasanya ingin berada di dalam kamar seharian tak ingin bertemu dengan siapapun terlebih Eras. Bayangan-bayangan dirinya dan juga pria itu masih melekat dalam ingatannya. Akan terasa sulit untuk melupakannya.

Setelah memakan waktu tiga puluh menit- Emili berhasil melangkahkan kakinya menuju halaman, seperti yang diminta Eras padanya. Hanya berbalut dress rumahan selutut, namun terkesan cantik dan anggun. Netranya tertuju pada Eras yang tengah berdiri dengan senapan yang siap dibidiknya.

Dor!

Satu butir peluru berhasil menghabiskan sebuah botol kaca di sana hingga hancur berkeping-keping. Emili termenung dengan memilin ujung jemarinya sendiri.

"Kemari." Eras memberikan interupsi Emili agar mendekat padanya.

Emili tersentak dan merasa akhir hidupnya sudah di depan mata. Ia mencoba menggeleng kepala untuk mematahkan pikiran negatifnya.

Ternyata dugaannya salah, pria itu justru menyodorkan sebuah senapan api kepada Emili yang masih menatapnya khawatir.

"Aku tak bisa menggunakannya," kata Emili malas.

"Aku akan mengajarinya."

Eras membenarkan posisi Emili agar sejajar dengan sasaran. Berdiri, tegap, mengarahkan pucuk senapan pada botol kaca yang memiliki jarak kurang lebih seratus meter darinya.

"Fokuskan pada sasaran," bidik Eras sembari menatap sisi wajah Emili tanpa polesan make-up, natural dan sedikit pucat pada bibirnya.

Dor!

Kembali, kaca terbagi menjadi banyak bagian karena ledakan yang terjadi. Yah, Emili dapat melakukan dengan benar berkat Eras tentunya.

"Itu sangat bagus. Kau harus berlatih terus-menerus."

"Untuk apa?" tanya Emili melambungkan sikap penasarannya.

"Orang-orangku harus pandai menggunakan senjata," ucap Eras yang membeberkan keinginannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Erasmo Mexican DelincuenteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang