EMD : 09 Crazy choice ever

50 5 0
                                    

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading

******

Perjalanan yang begitu panjang nan melelahkan, bahkan menempuh jarak berkilo-kilo meter hanya bermodalkan rasa percaya dalam dirinya. Tak semua orang mampu melakukannya, seharusnya Emili mendapatkan apresiasi. Namun, ya sudah lah.

Deru mesin mobil berangsur memudar bersamaan dengan lokasi yang dituju telah sampai. Mengembuskan napas sejenak itu jauh lebih baik dari pada sebelumnya. Emili merasa dirinya mati rasa, mengingat selama perjalanan merasa dirinya di awasi oleh orang-orang. Membuatnya merasa seperti tersangka tindak kejahatan.

Atensinya sementara pada benda di dalam bagasi mobil. Entah, apa yang ada di dalamnya, Emili pun tidak tahu. Hanya saja dirinya pun sedikit penasaran.

"Nona." Suara seseorang berhasil memutar presensi Emili yang tengah menelisik ke dalam bagasi.

Di pandangnya pria asing dengan tetapan bingung dan bertanya. Bukan wajah pria yang sangat tampan atau bagaimana, lebih tepatnya pada tubuhnya yang begitu banyak dengan gambar tato yang menghiasi setiap jengkal dari kulitnya.

"Aku hanya mendapatkan perintah dari Eras untuk ini," ucap Emili dan sibuk membasahi bibirnya sendiri karena terasa sangat kering.

"Kupikir kau kekasihnya," ujar pria asing dengan menujukan kekehan singkat pada Emili.

"Tentu saja bukan."

Pria dengan tato itu membuka bagasi mobil yang sebelumnya ditumpangi Emili dengan lincah. Meneliti barang yang membuat Emili menelan salivanya kasar. Ia sedang tak habis pikir, ternyata Eras memerintah dirinya untuk melakukan transaksi senjata. Tentu, itu tindakan ilegal yang hanya dilakukan orang tertentu saja.

Reflek Emili mendongakkan kepalanya dengan tangan yang terkibas di udara. Merasa dirinya sedang bermimpi dan ingin segera bangun sekarang juga.

"Nona, apa kau baik-baik saja?" tanya pria tadi yang mematahkan harapan Emili.

"Ah ya, aku merasa sedang bermimpi," balas Emili yang enggan menatap dunia yang penuh kegelapan. Kedua kelopak matanya terpejam rapat dengan tubuh tersandar pada sisi mobil.

Lagi-lagi Emili merasakan getaran yang berasal dari saku bajunya. Yah, telepon yang sudah dapat ditebak orangnya.

"Aku baru saja sampai," ucap Emili dengan suara yang terdengar lirih nan rendah.

"Itu kerja bagus, cantik. Kau bisa diandalkan." Emili harus melayang atau terjun bebas mendengar pujian dari Eras. Tidak, ia hanya berdecak kesal.

Erasmo Mexican DelincuenteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang