Air mata sama sekali tak bisa ia bendung bahkan kala kakinya belum menjejak memasuki gedung.
Pandangan Minho begitu kabur dengan air yang tak henti menggenang hingga dirasa akan membutakan.
Kakinya melangkah gontai namun pasti menuju kerumunan yang ada disana. Karangan bunga pun berjejer rapi di sepanjang lorong.
Hanya sekelabat Minho menatap, namun nama Jisung langsung ia potret dan tersimpan otomatis di memori.
"A-aku teman Jisung..."
Ia diam. Maniknya bergerak mengamati satu persatu wajah yang ada disana.
Kaki Minho kembali melangkah, mendekat pada deretan bunga yang ada dihadapan. Foto Jisung ada disana.
Foto yang Jisung ambil kala bersamanya waktu itu. Wajah Jisung tampak begitu hidup walau senyumnya tak selebar biasanya.
Hyung, menangislah untukku.
Benar. Tangis Minho pecah terdengar begitu memilukan. Kaki pemuda itu seolah kehilangan tulangnya hingga ia harus terjatuh di lantai.
Minho merunduk dalam hampir bersujud, jemarinya meremas dada berusaha menahan segala pedih yang terasa begitu menyiksa.
Lagi, ia harus kembali merasa kehilangan. Rasa dari beribu rasa yang paling ia benci.
Ini bukan kali pertama, maupun kali kedua. Namun tak sekalipun ia merasa familiar akan sakitnya.
Minho tak kuasa menahan pedihnya. Ia tak sanggup menahan deritanya. Ia ingin segera mengakhiri segala nasib buruk yang menimpa dirinya.
"Memang pada akhirnya anak itu mati karena penyakitnya. Tapi tetap saja dia mencoba bunuh diri"
Han Jisung.
Sosok yang tengah berjalan menuju langit. Sosok yang dalam waktu singkat mengenal dirinya dengan begitu baik.
Han Jisung, sosok bening serupa malaikat yang memiliki kesabaran sebesar samudra. Tak pernah ia menyangka jika derita yang ditahan akan menuntun sosok indah itu menuju akhir yang mengerikan.
Hidupnya tak mudah, kepergiannya pun seolah telah diharapkan.
Menangislah untukku.
Sekarang Minho tahu, mengapa Jisung meminta hal demikian. Karena tak satupun dari sekian banyak yang hadir menitihkan air mata barang setetes.
Bahkan adik yang begitu dicintainya tampak acuh akan kepergiannya.
Satu-satunya yang merasa kehilangan hanyalah wajah baru yang tak sekalipun pernah berjumpa dengan mereka.
Minho, satu-satunya yang menyumbang air mata sebagai pengiring kepergian Jisung.
Siapa dapat menyangka, jika hidup seorang Han Jisung jauh lebih menyakitkan dari cerita yang bahkan tak dapat diutarakan.
𝟶𝟶.𝟶𝟶
𝙱𝚎𝚊𝚞𝚝𝚎𝚘𝚞𝚜