Malam selalu menyiksa tulang juga persendian.
Seberapa sering pun ia mencoba bergerak tak sekalipun hangat dirasa. Hanya dingin, juga ngilu yang dapat diterima oleh indera.
Minho kian menggigit bibir, kakinya tak henti melangkah dan batinnya terus merapalkan doa agar rumah cepatlah terlihat.
Namun entah mengapa langkah pemuda itu justru terhenti, maniknya menatap pada air yang terus menari di bawah sana.
Tangannya terulur, menyentuh pada pembatas jembatan yang dinginnya seolah mengalahkan es dari pendingin. Namun bukannya menarik jemari, ia justru memberikan genggaman erat seolah tak ingin melangkah pergi.
Bayang akan hangatnya ranjang juga selimut di rumah telah sirna, kini dingin pun kalah akan rasa sakit yang membakar hati.
Ia ingat akan sosok kawannya yang telah pergi. Ingatan akan kejadian kala itu pun kembali membanjiri.
Tempat ini, persis dimana Minho berdiri, adalah dimana ia bertemu dengan Jisung untuk kali pertama.
Menangislah untukku.
Kalimat yang selalu membawanya pada tangis memilukan hingga fajar menyapa. Selalu berputar layaknya kaset rusak memenuhi memori tanpa kenal henti.
Pening mulai menyapa. Pandangan kembali dibutakan oleh air mata dan isak tangis pun kembali membuat bibirnya terbuka.
Ia ingin lupa, tapi tak ingin melupakan. Minho tak pasti akan rasa yang tengah hinggap pada hatinya.
"Bajingan"
Samar isakan lain terdengar menyapa pendengaran. Kepala Minho menengadah, menoleh kesana kemari hingga mendapati sosok lain tengah berdiri tak jauh dari tempatnya.
Sosok itu berteriak frustasi dengan erangan menahan derita yang pasti.
Minho mendekat perlahan, namun langkahnya kian menjadi kala sosok itu memanjat.
Minho menarik paksa tubuh yang tampak lebih tinggi darinya, keduanya terjatuh membentur aspal.
Sosok itu berteriak memaki pada Minho, bahkan kala pukulan diterima tak sekalipun Minho menyerah guna menggagalkan keinginan sosok asing itu.
Cukup lama, hingga yang berusaha mengakhiri hidup hanya diam dengan isakan yang tak kunjung mereda. Minho pun memberi waktu, guna yang ada dihadapan menenangkan diri tanpa kata penenang.
"Siapa namamu?"
Tak ada jawaban, cukup lama. Hingga pertanyaan tersebut berulang untuk kelima kalinya.
"Siapa namamu?"
..............
..............
"Hyunjin. Hwang Hyunjin"
"Namaku Lee Minho, mari berteman"
Pada detik ini juga, Minho bersumpah. Jika ia akan menjaga temannya. Jika ia, tak akan kembali gagal.
𝟶𝟶.𝟶𝟶
𝙱𝚎𝚊𝚞𝚝𝚎𝚘𝚞𝚜𝟶𝟶.𝟶𝟷
𝚃𝚊𝚖𝚊𝚝.