Full Moon - 2

2K 69 4
                                    

Tidak ada istilah makan siang gratis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada istilah makan siang gratis. Semua yang ada di dunia ini harus dibayar dengan harga yang setimpal.

🌕🌕🌕

Rapat pagi yang baru saja selesai itu menyisakan ketegangan bagi Johnny. Ia tahu bahwa setelah ini ayahnya akan memanggilnya secara pribadi. Hal itu tidak lain karena James baru saja menerima jabatan baru dari kakeknya. Sepupunya itu mendapatkan kenaikan jabatan menjadi CEO JAIA Hotel, salah satu anak perusahan dari Grup Soeseno yang memiliki profit tahunan yang stabil.

Anang Soeseno jelas ketar-ketir. Adiknya, Radi Soeseno, tidak mungkin menyerah begitu saja. Karena, selama ayah mereka masih ada dan belum memutuskan kepada siapa takhta itu diberikan, perebutan kekuasaan itu masih akan terus berlanjut tanpa jeda. Saling serang dan menusuk dari belakang. Mencari titik lemah sang lawan dan berusaha untuk unggul di setiap kesempatan. Dua kakak beradik itu bahkan meneruskan perang terselubung keduanya kepada anak-anak mereka, termasuk Johnny dan James.

Dan kabar yang tidak mengenakkan itu akhirnya tiba, James telah dikaruniai seorang anak laki-laki. Mengalahkan Johnny yang sampai saat ini masih belum memiliki keturunan meski sudah menikah sejak dua tahun yang lalu. Bagaimana bisa Anang tetap diam melihat situasi yang sama sekali tidak menguntungkannya itu. Maka, hanya ada satu cara agar posisi Anang tidak tergeser di mata ayahnya, Johnny—anak laki-laki pertamanya—harus punya anak sesegera mungkin.

"Pak Johnny, ikut ke ruangan saya, sekarang," kata Anang singkat.

Anang lalu berjalan melewati Johnny menuju pintu ruang rapat. Di susul oleh Johnny di belakangnya, Anang berjalan mendahului menuju ruangannya yang berada di ujung sayap kanan.

Johnny masuk ke dalam ruangan bernuansa abu-abu milik ayahnya itu dengan perasaan tak menentu. Johnny sudah menebak alasannya dipanggil sang ayah, tidak lain tidak bukan karena kabar bahagia dari James dan Clara.

Ternyata, kabar bahagia tidak selalu membahagiakan. Karena alih-alih bahagia, Johnny justru kesal bukan main karena sudah kalah dengan sepupu yang telah menjadi rivalnya sejak kecil itu.

"Papa sudah pernah bilang, jangan pernah remehkan James. Lihat apa yang terjadi sekarang, James sudah menduduki posisi CEO JAIA Hotel," Anang menunjuk Johnny dengan telunjuknya, bahkan ekspresi marahnya tidak perlu repot-repot ia tutupi lagi. "JAIA Hotel memang bukan sumber pendapatan teratas Grup Soeseno, tapi kamu pasti tahu kalau setiap tahun profit mereka stabil. Kalau di tangan James mereka justru lebih profit, kamu pikir Opa nggak akan ngasih hal yang lebih besar lagi ke James?"

Johnny memilih diam. Bukan karena ia tidak bisa membalas. Tapi, terlalu sulit mendebat ayahnya yang sedang dilanda emosi seperti itu. Dan pilihan paling aman untuk saat ini hanyalah mendengarkan tanpa menyela.

"Ingat, kamu adalah Johnny Soeseno. Cucu laki-laki pertama dari anak laki-laki pertama Agung Soeseno. Seharusnya kamu tahu seberapa berat beban yang kamu pikul di pundak kamu itu. Kamu pikir segala kemewahan yang kamu rasakan dari kamu kecil sampai sekarang itu gratis? Nggak ada makan siang gratis, Johnny. Semua yang ada di dunia ini harus dibayar dengan harga yang setimpal. Dan kamu harus membayar mahal semua itu dengan kerja keras kamu," Anang berkacak pinggang sambil berjalan mondar-mandir. Tidak mempedulikan Johnny yang masih mematung di tempatnya.

In a Full MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang