bagian dua

1.5K 62 0
                                    

Seorang pemuda dengan jaket yang melekat pada tubuhnya terlihat memarkirkan motornya di parkiran sekolah sebelum dua orang menghampiri ke arahnya.

"Hay gib, lesu amat tu muka" ujar Irsyad, dia adalah sahabat Gibran setelah Rasya,

"Tau tuh syad, mau jadi sad boy kali dia" ujar Raka sambil merangkul bahu Irsyad

"Jangan lah, kalo kamu jadi sad boy siapa dong yang bikin pusing gue" rengut Irsyad

" Emang siapa sih yang mau jadi sad boy, ogah yah, hey syad, hidup ini harus di nikmatin" ujar Gibran memberikan wejangan

"Sok iye lu" jawab Rasya

"Udah udah mending kita cepet masuk, dan Lo sya, sana pergi, kelas Lo ga searah sama kita" usir Irsyad,

"Iye iyee" ujar Rasya malas, sambil berbalik arah menuju kelasnya yang di balas kekehan oleh dua orang yang tadi bersamanya.

Gibran dan Irsyad memasuki kelas mereka yang sudah ramai dengan siswa siswi, namun pandangan Gibran terkunci kepada dua orang yang sedang bercengkerama di bangku yang sebelumnya di dudukinya sekarang sudah ada yang menempati selain dirinya, iya, itu Adara dan Angga, Gibran berjalan menghampiri mereka,

"Oh, Hay gib, sorry yah, boleh ga kalo Angga duduk di sini?" Ujar adara setelah melihat Gibran yang Seolah mempertanyakan keberadaan Angga di bangkunya Adara pun langsung menjelaskan apa maksudnya, butuh beberapa detik untuk Gibran memaksakan senyumnya untuk terbit sebelum menjawab pertanyaan Adara

"Boleh kok Dar, biar gue sama Irsyad, have fun yah" ujar Gibran sambil menepuk bahu angga yang di balas oleh anggukan dari Angga.

Gibran Menghampiri Irsyad yang memang sudah duduk di bangkunya

"Asik, dapet temen contekan nih gua" ujar Irsyad sambil menaik turunkan alisnya sebelum mendarat geplakan sayang dari Gibran

"Ngimpi!!" Seru gibran, ketika Irsyad ingin membalas geplakkan Gibran Bu Susi memasuki kelas dan Irsyad pun mengurungkan niatnya, Gibran pun tersenyum senang karena hal itu.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Bel istirahat berbunyi, segerombolan Siwa siswi keluar kelas untuk menuntaskan rasa lapar mereka di kantin, sedangkan seorang pemuda yang di kenal sebagai "si pria musik" sedang mencoret kertas di hadapannya menuliskan not untuk membuat lagu, Gibran dengan hobinya tidak pernah bisa terpisahkan, Irsyad sudah pergi ke kantin setelah Gibran menolak ikut dengan Dalih ingin menyelesaikan misinya.

Tidak lama kemudian rasya menghampiri Gibran di kelasnya setelah mengetahui jika Gibran tidak pergi ke kantin,

Puk

Rasya meletakkan roti dan susu di meja Gibran yang membuat sang empu menoleh kaget.

"Jaga makan Lo, riwayatmu ga main main" ujar Rasya sambil memasukan kedua tangannya ke saku celana.

"Thanks bng" ujar Gibran dengan senyum tipis yang menghiasi bibirnya

"Bikin apa sih?" Tanya Rasya setelah menempatkan diri di samping Gibran

"Lagu"

"Iya tau, maksudnya buat apa"

"Aku kerja bang, aku dapet kontrak di sebuah agensi"

"Seriously? Wah selamat kalo kayak gitu" ujar Rasya bangga dan di balas senyuman oleh Gibran, senyuman yang mungkin bisa meluluhkan hati setiap orang yang melihatnya, senyuman manis yang mampu menyembunyikan betapa pahit hidup yang di laluinya.

Gibran anak yang tidak memiliki seorang ayah, dia tinggal berdua bersama ibunya, ibunya yang bekerja di club' malam, Gibran tidak tau siapa ayahnya, dan mungkin ibunya pun juga tidak mengetahui siapa ayah dari anak yang di kandungnya, Gibran seorang anak haram hasil dari pekerjaan ibunya di club' malam, Gibran pernah menanyakan ayahnya kepada ibunya yang hanya di jawab kebisuan oleh sang ibu,

"Kamu tidak perlu ayah untuk bisa hidup Gibran, dan jangan sekali kali kmu tanyakan seorang ayah lagi pada ibu" ujar ibunya kala itu setelah mengguyur tubuh ringkih gibran, dan berlalu pergi setelahnya,

Dan sampai sekarang Gibran tidak mau mengungkit siapa ayahnya kepada sang ibu, karena itu akan menambah luka untuk ibunya, karena kehadirannya pun sudah di anggap luka oleh sang ibu,

Hidupnya se nggak asik itu, namun Setelah Adara hadir di kehidupan Gibran, hari" Gibran menjadi berwarna, perlahan menghapus noda hitam dalam hidupnya, menorehkan warna baru selain hitam di hatinya, namun takdir berkata lain, Adara telah menemukan seseorang yang pernah memiliki hatinya setelah dua tahun menjalin hubungan dengan Gibran, cinta Adara dan Angga dulu begitu besar sehingga menenggelamkan kisah Gibran yang telah mengisi hari harinya dua tahun belakangan.

Adara adalah inspirasi Gibran untuk menulis lagu, sampai sekarang pun setelah berpisah Adara tetaplah inspirasi seorang Gibran,

jika Adara adalah cinta pertama Gibran, maka Rasya adalah sahabat pertama seorang Gibran, rasya tinggal di dekat rumah Gibran, dari kecil mereka selalu main bersama, pertama kali Rasya mengenal Gibran ketika hari hujan, dimana dia melihat seorang anak dengan jas hujan kuning melekat di tubuh kecilnya, bukan karena anak itu sedang bermain hujan, namun dia sedang menerima hukuman dari sang ibu, Rasya menjadi teman Gibran setelah tiga hari Gibran menempati rumah di sebrang rumahnya, waktu itu Gibran begitu kecil, lebih kecil dari Rasya sehingga Rasya menganggap Gibran sebagai adiknya , namun setelah Rasya masuk sekolah, ternyata Gibran sekelas dengannya yang berarti seumuran, namun Rasya tetap pada pendirian nya jika Gibran telah ia nobatkan menjadi adiknya,

Ketika Rasya mengenalkan gibran sebagai adiknya pada keluarganya, keluarga Rasya pun menyambut hangat Gibran dengan gelak tawa mendengar rasya mengungkapkan jika Gibran harus menjadi adiknya dengan raut muka serius seorang anak kecil,

Sampai sekarang pun Gibran sudah mereka anggap sebagai anak bungsu di keluarga rasya, tanpa memandang latar belakang Gibran.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Pulang sekolah gibran mengendarai motornya sedikit pelan sambil melihat kedai makanan yang berjejer di pinggir jalan, ketika sudah menemukan kedai yang ia cari Gibran pun menghentikan laju motornya dn memasuki kedai tersebut,

"Mak, teh anget Karo pecel sing pedes pol" ujar Gibran kepada si penjual

"Eh ana mas Gibran, lenggah Sik mas, mengko sedela Yoo," jawab si penjual sebelum pergi membuat pesanan Gibran.

Setelah menunggu beberapa menit pesanan Gibran pun jadi

"Nih mas, pesenane, ojo lali senyumee" goda si emak membuat Gibran tersenyum manis, dan di hadiahi cubitan oleh si emak

"Mak, ko pecelnya ga pedes sih, cabenya kurang yah" ujar Gibran protes

"Loh mas, Yo jangan pedes pedes toh," jawab si emak

"Mak ga asik ah," cemberut Gibran, namun tetap di lahap pecelnya.

"Neng Adara udah berpesan Sama emak, kalo mas Gibran mampir ke sini, suruh Jangan Di bikinin yang pedes, gitu" ujar si emak membuat Gibran menghentikan kunyahan nya lalu menatap si emak meminta penjelasan

"Waktu itu, neng Adara kesini, sama seseorang teman laki laki, emak kira mas Gibran, padahal bukan, katanya mas Gibran udah ga sama neng Adara lagi, terus neng Adara berpesan begitu sama emak, katanya sih kalo mas Gibran ga ada neng Adara pasti ga ada yang ngingetin jika mas gibran ga boleh makan pedes" jelas emak panjang lebar membuat Gibran tertegun, Adara masih memikirkan nya? Batin Gibran, dan lamunan Gibran pun buyar setelah emak menepuk pundaknya

"Kalo makan jangan sambil nangis mas, makanannya ntar kabur" ujar si emak dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Enggak Mak, siapa yang nangis?" Tanya Gibran tidak sadar jika liquid bening Telah meluncur mulus di pipinya,

Emak pun tersenyum dan mengusap pipi Gibran yang entah kenapa tidak bisa berhenti mengeluarkan bulir bening nya,

"Hahaha, ngga papa Mak, Gibran ga papa, ini juga air mata kenapa sih gamau berhenti" ujar Gibran ribut menyingkirkan tangan si emak, lalu melahap makanannya tanpa mempedulikan air matanya, membuat sebagian pengunjung di warung melihatnya heran,

"Gapapa nangis mas, tapi jangan lama lama ya, ntar di kira emak yang marahin" ujar emak sambil duduk di depan Gibran.

TBC....

Different  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang