Gibran menuruni tangga, menghampiri bunda yang sedang berkutat di dapur.
"Bun.."
"Gibran, kenapa bangun sayang, kamu istirahat aja di kamar, bunda lagi bikin bubur, ntar kamu makan ya, abis itu minum obat dari dokter Aris.
"Bosen tau bun di kamar mulu, bunda, aku mau apel satu boleh?"
"Ambil sayang, kupas dulu," ujar bunda sambil mengaduk sup di atas kompor
Gibran duduk di meja pantry setelah mengambil pisau dan buah apelnya, ketika Gibran ingin mengupasnya, teriakan dari arah pintu membuat kedua orang yang berada di dapur berjengit kaget,
"Tunggu gib!!" Teriak Rasya bergegas menghampiri Gibran dan merampas pisau yang berada di genggaman Gibran,
Gibran menatap Rasya horor, begitupun kedua orang yang datang bersama Rasya.
"Apaan sih Lo sya, gw kaget tau" protes Gibran
"Tau Lo sya, apaan dah, bikin panik aja" sambung Irsyad
"Lo tuh harus jauh jauh dari benda tajem" ujar Rasya menjauhkan pisau yang hendak Gibran rebut kembali.
"Yaelah sya, kaya gw mau bunuh diri aje Lo" protes gibran
"Ngomongnya ngomongnya" peringat bunda
"mana siniin apel Lo" tanpa menghiraukan protesan dari gibran Rasya merebut apel Gibran dan mengupasnya dengan tenang, menyita semua atensi dari orng orang yang ada di sana.
Gibran yang merasa canggung pun merebut apel yang belum selesai Rasya kupas, dan melahapnya dengan cepat,
"Belom kelar gib" protes Rasya
"Udah abis" ujar Gibran dengan mulut penuh
Rasya kembali mengambil apel dan mengupasnya untuk di berikan pada Mala,
"Aaaaaa sayang" Rasya menyuapkan sepotong apel buat Mala,
"Gw juga mau syaaaaa" rengek Irsyad dan gelak tawa pun pecah memenuhi dapur.
"Udah udah, pada makan dulu sini, kebetulan sekali ini bunda baru aja selesai masak"
"Iya Tante, makasih.. oiya gib, Lo udah baikan?" Irsyad menghampiri Gibran yang sedang asik dengan apelnya
"Udah, besok juga udah sekolah lagi gw" ujar Gibran sambil menerima potongan apel dari Rasya.
"Apa kata dokter Bun" tanya Rasya sambil menyuapkan kembali potongan apel pada mala.
"Katanya Gibran cuma kecapean aja, sama terlalu banyak pikiran, jadi asam lambung nya naik deh tuh," ujar bunda sambil membawa masakannya ke meja.
"Beneran gib?" Tanya Rasya yang di anggukki oleh Gibran, Rasya mengamati wajah Gibran yang berkedip polos, tampak tidak berbohong,
"Oke gw percaya" lanjut Rasya, mala dan Irsyad hanya menggelengkan kepala karena tidak habis pikir sama tingkah dua bersaudara itu.
"Tante, Mala bantuin yah" ujar Mala ketika melihat bunda kesulitan membawa makanan yang akan di hidangkan
"Baik banget sih sayangnya Rasya" ujar Rasya menggoda Mala,
"Ga papa, kita mah patung ya syad" ujar Gibran, yang mendapatkan delikan dari rasya dan tawa dari bunda dan Mala.
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
.
.
.
Di malam yang dingin dengan bintang yang menghiasi langit, Gibran dan motornya membelah jalanan yang sedikit sepi, berniat ingin mencari udara segar sambil mencari inspirasi, namun netranya tidak sengaja melihat seorang wanita yang terlihat duduk di pinggir jalan sambil menenggelamkan kepalanya di lipatan lutut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different (END)
Fanfictiontentang Gibran yang merelakan Adara untuk cinta pertamanya