bagian delapan

528 44 2
                                    

  Di pagi hari yang cerah, secerah senyuman orang yang sering muncul di iklan pasta gigi,

seorang pemuda dengan tas menggantung di bahu sebelah kiri , seragam sekolah yang tidak terkancing sempurna, dan jaket yang melekat pada tubuhnya, terlihat berlari di koridor sekolah, sebelum suara seseorang menghentikan aksi berlarinya.

"Gibran, seperti nya kamu suka sekali berlari yah" ujar pak Seno menurunkan kacamatanya guna melihat wajah ber peluh Gibran.

"Karena ini sudah jam masuk, takutnya mengganggu murid yang lain, silahkan kmu melanjutkan larianmu di lapangan, limabelas putaran,"

"Tap.."

"Tidak ada penolakan Gibran" tegas pak Seno dan melanjutkan langkahnya.

"Aah sial" keluh Gibran dan berlalu pergi ke lapangan.

Di waktu yang sama namun di tempat yang berbeda, Adara memperhatikan bangku Gibran yang terlihat kosong di sebelah Irsyad, namun perhatiannya teralihkan ketika Angga menyikut lengan adara dan menunjuk ke arah lapangan dengan dagunya, Adara yang penasaran pun melihat ke arah lapangan, melihat seseorang yang tadi berlarian di pikirannya, sekarang malah terlihat berlarian di lapangan, karena kelas mereka yang terletak di lantai atas, dan bangku Adara sama Angga berada di samping jendela kaca, yang ber sebelahan dengan lapangan outdoor membuatnya dapat melihat ke area luar dengan jelas.

Adara melebarkan matanya dan menoleh ke arah Irsyad yang kebetulan sedang menoleh ke arahnya.

"Gibran di hukum" bisik adara membuat Irsyad menepuk jidatnya.

.
.
.
.

bel istirahat berbunyi membuat sebagian  murid berbondong keluar untuk menuntaskan rasa laparnya, ada juga yang pergi ke perpus dan lain sebagainya, namun berbeda dengan seonggok manusia dengan peluh yang senantiasa menetes dari ujung rambut  sedang menetralkan nafasnya di pinggir lapangan, setelah berlari mengelilingi lapangan 15 putaran, siapa lagi kalau bukan Gibran.

"Lo kenapa di hukum gib, telat?" Tanya Irsyad duduk di sebelah Gibran sambil menyodorkan air mineral dan dua bungkus roti ke arah Gibran.

"Nanya lo?" Kesal Gibran namun tetap mengambil air mineral yang Irsyad sodorkan

"Yee, di tanya baik baik juga lo, emang Rasya gak ke rumah Lo?"

"Tau tuh rasya, lagi bucin sama Mala, gw nya di lupain,"

"Yaelah si jomblo, mandiri napa,"

"Lo juga sama"

" Eh Gib gib, ada Adara tuh, mau nyamperin Lo kayaknya," ujar Irsyad sambil menunjuk dua orang dari pinggir lapangan.

Gibran menoleh ke arah yang di tunjuk Irsyad dan berdecak setelahnya.

"Mana mungkin sih syad, dia kan lagi sama Angga" 

"Ya siapa tau dia mau nyamperin Lo kasih minum gitu,"

"Ga mungkin, mau taruhan?"

"Punya apa Lo?"

"Dosa gue nih banyak"

"Yee, itu mah ogah, gue juga punya"

Gibran dan Adara saling pandang dari kejauhan, namun Adara langsung memutus Kontak dan berlalu pergi di ikuti Angga yang berada di belakangnya

"Lo ngarep apa sih gib" gumam Gibran.

Sedangkan di koridor Angga meraih lengan Adara yang berjalan cepat di depannya,

"Apaan sih ngga"

"Kenapa ngga jadi?,"

"Aah, gw malu ada Irsyad,"

Different  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang