bagian sepuluh

554 48 0
                                    

Gibran memasuki rumahnya dan langsung bergegas naik ke kamar tanpa menoleh ke belakang, mela menatap punggung gibran dengan pandangan yang sulit di artikan.

Gibran memasuki kamarnya dan dengan cepat menutup pintu, dadanya berdenyut nyeri, lututnya terasa lemas membuatnya terjatuh karena tidak sanggup menopang tubuhnya,

Gibran berusaha merangkak menuju laci nakas, yang terletak tak jauh dari tempatnya terjatuh, Gibran membuka laci paling atas dan mengambil satu botol obat berwarna putih lalu menelannya tanpa bantuan air, dengan terengah Gibran merebahkan tubuhnya yang sudah tak bertenaga, mencengkram dadanya erat sebelum kegelapan merenggut kesadarannya.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
.
.
.
.

Di kamar yang di dominasi oleh warna hitam dan putih itu, terlihat seorang pemuda duduk di tepi ranjang dengan secarik kertas berada di tangannya, terlihat sedang menimbang nimbang, antara cari tau atu tidak, namun rasa penasarannya mengalahkan, membuatnya merogoh ponsel di saku celananya dan menghubungi nomor telepon yang Ter tera di secarik kertas itu.

"Halo" sapa Rasya, dan terdengar balasan dari sebrang telepon

"Maaf, mengganggu waktu anda, saya Rasya, kakak dari Gibran, Saya cuma ingin tau, ada hubungan apa anda dan adik saya yah?" Tanya rasya, namun jawaban dari sebrang telepon membuat sekujur tubuhnya menegang, matanya menatap kosong, dengan bulir bening yang meluncur mulus di atas pipinya.

"Baik, terimakasih atas informasinya, selamat malam" ucap Rasya setelah mampu menetralkan nafasnya yang memburu.

Rasya menghembuskan nafasnya Berat, menatap kosong pada ponselnya

"Anxiety disorder?, ternyata Seberat itu yah gib," gumam Rasya mengingat ucapan seseorang yang di hubunginya tadi

️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
.
.
.
.

Gibran melenguh, merasakan pegal pada tubuhnya dan mendapati dirinya tertidur di lantai, sedetik kemudian dia teringat jika semalam dia tidak sadarkan diri, Gibran berdecak dan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya,

.

Gibran keluar dari kamar mandi dan mendapati Rasya yang sudah ada di kamarnya seperti sedang mencari sesuatu lebih tepatnya mengacak acak kamar Gibran

"Ngapain sih Lo sya ngacak acak kamar gw" protes Gibran yang hanya di anggap angin oleh Rasya,

"Sya, lo lagi nyari apaan?, itu lirik lagu gw jangan di acak acak dong syaaa, taro lagi di lacii" rengek gibran

"Diem lu, gw lagi cari.... nah ketemu" Rasya mengangkat kepalanya dan menunjukkan dua buah cutter kepada Gibran,

"Cutter Lo gw bawa," ujar Rasya sambil memasukan cutter itu kedalam saku jaket,

"Jangan lah syaa, Lo bawa satu aja, yang satu taro lagi, gw juga butuh tau" ujar Gibran dan berusaha mengambil cutter nya dari saku rasya.

"Ga boleh Gibran, Bahaya!! Lo bisa aja suatu saat tinggalin gw hanya dengan sebuah cutter" ujar Rasya kelepasan, membuat keduanya bergeming,

"Lo aneh sya, omongan Lo ngawur tau ngga, ngimpi apa sih Lo semalem?"

"Mimpi apa semalem? Gw bahkan berharap kenyataan yang gw tau semalem itu cuma mimpi.." ujar Rasya membuat Gibran mengerutkan dahi tidak mengerti,

"Gw tau semuanya Gib, tentang hubungan Lo dan dokter Arya" ujar Rasya membuat Gibran tertegun, lidahnya mendadak kelu.

Gibran menghela nafasnya, menutupinya pun sudah percuma ia lakukan, dan tentang sikap Rasya yang aneh pagi ini telah menjawab semuanya.

Different  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang