bagian tiga belas

669 59 3
                                    

Adara berlari menghampiri Rasya dan keluarganya di susul ayahnya,

"Irsyad, Rasya, apa yang terjadi? Jelasin ke gw, kemaren dia baik baik saja ketika berpamitan ke gw mau nginep di rumah Lo syad" tanya adara, Rasya hanya menunduk menenggelamkan kepalanya, tidak mampu menghadapi adara.

"Adara tenang ya sayang, ayah yakin semua akan baik-baik saja, dia sudah berjanji sama ayah, dia akan tetap hidup untuk menjaga mu sayang" ujar Dika menenangkan dan Adara pun menangis di pelukan ayahnya

"Dar, Gibran kemaren ke serempet mobil waktu mau beli cemilan di rumah gw,, gw ga tau kenapa Gibran sempet berhenti waktu mobil itu menuju ke arahnya..

..tapi waktu itu, gw sempet melihat mata Gibran yang memandang kosong ke arah kaca mobil, sumpah gw gatau apa yang Gibran lihat di dalam mobil itu dar,yang gw tau, gw berusaha menarik Gibran, namun kejadian itu terlalu cepat, mobil itu seolah memang datang untuk menabrak Gibran, setelah sadar gw melihat gibran sudah terlepas dari genggaman gw"

Jelas Irsyad dengan berlinang air mata mengingat kejadian yang sangat menakutkan untuk nya.

.

Rasya mengeluarkan ponselnya dari saku celana menghubungi seseorang

"Halo Tante, maaf Rasya tidak tau Tante bakal peduli atau tidak, tapi Rasya cuman mau kasih tau, Gibran sekarat di rumah sakit Tan"

Rasya memutuskan panggilan sepihak, karena tidak sanggup melanjutkan perkataannya, Irsyad menghampiri Rasya dan menepuk bahunya untuk menguatkan

"Gw udah berusaha syad, gw udah berusaha menjauhkan semua hal yang bakal melukainya, sebab darah Gibran yang tidak bisa membeku"  Gumam Rasya sambil terisak,

"Ada apa dengan Gibran sya? Sebenarnya Gibran sakit apa?" Tanya adara meminta penjelasan.

"Dar, Gibran pengidap hemofilia, yang mana darah pengidapnya akan sulit membeku jika terluka" tutur Rasya mencoba menjelaskan.

Mendengar penuturan rasya, memori Irsyad pun melayang ke waktu sebelumnya,

Dimana rasya yang sangat panik ketika Gibran terluka saat mencari kalung, padahal cuma luka kecil,

Ketika Rasya yang panik melihat Gibran  mengupas apel.

Sekarang Irsyad tau, kenapa Rasya se takut itu melihat keadaan Gibran tadi.

Irsyad merasa bodoh, karena dia membiarkan Gibran dengan keadaan terluka, jika tau bakal seperti ini, dia akan lebih keras kepala dari Gibran.

"Sorry sya, ini salah gw, andai saja gw  ga percaya sama omongannya, andai saja gw lebih keras sama dia kemaren, pasti ga bakalan jadi seperti ini, dia bilang kemaren dia baik baik saja, bahkan sambil tertawa, gw merasa bodoh jadi sahabat sya"

"Jangan salahkan diri Lo syad, Gibran itu pembohong, dia bakalan bilang tidak apa apa, ketika dia tidak baik baik saja,"

memory Rasya memutar kembali ingatan tentang Gibran yang selalu berbohong,

"Lo kedinginan gib?"

"Ngga kok, udah biasa" dia berkata dengan badannya yang menggigil.

"Lo sakit gib?"

"Ga papa kok, gw kan kuat" namun Rasya mendapati tidurnya yang meringis kesakitan.

Gibran itu pembohong,

.
.

Mela sudah berada di rumah sakit ketika dokter keluar dari ruangan.

"Dok bagaimana keadaan anak saya" tanya Mela dengan berlinang air mata membuat seisi ruangan melihat ke arahnya.

"Kita berhasil menghentikan pendarahannya, mungkin pasien bisa bertahan dengan hemofilia nya tapi tidak dengan semua keadaanya,"

"Apa maksud dokter?" Tanya maya

"Ada gumpalan darah di kepala belakangnya, yang mengakibatkan pasien kritis "

"Dokter, lakukan apapun untuk anak saya, tolong selamatkan anakku" ayah Rasya membuka suara, membuat Mela menundukkan kepalanya, merasa tidak pantas jika dia menyela dan melantangkan jika Gibran adalah anaknya, dia yang berhak atas anaknya,  karena memang selama hidup Gibran bukan dia, tapi mereka lah yang perduli.

"Sebenarnya bisa di lakukan tindak operasi, namun melihat keadaannya kemungkinan keberhasilan hanya 20%, dan saya tidak berani menyarankan, karena itu hanya  akan menyiksa pasien"

"Nggak nggak, kita harus coba iya kan yah? Kita harus mencobanya kan" rasya menghampiri sang ayah yang hanya menangis melihat putranya se kacau itu.

"Rasya,, apa Rasya gak kasihan sama Gibran?"

"Yah, setidaknya kita ambil tindakan untuk menyelamatkan gibran kita coba ya ayaaaah, apa kita hanya menunggunya pergi tanpa melakukan apapun" Ujar Rasya mengeraskan tangisannya, dan sang bunda yang ikut menangis mendengar penuturan anaknya.

"Gibran sudah berjanji pada saya, dan saya tidak akan memaafkannya jika dia tidak sadar, dia harus bangun meminta maaf sama saya karena sudah membuat anak saya menangis" ujar Dika meyakinkan diri sendiri dan mengeratkan pelukannya pada adara yang yang tidak berhenti menangis.

.
.
.
.
Di ruangan yang di dominasi warna putih dengan bau obat obatan yang menyengat.

Adara menghampiri gibran, dan duduk di samping bangsal,

"Baru aja gw ngerasa bahagia banget kemaren gib, tapi malah kamu renggut sekarang,"

"Lo tau ngga, ayah ga mau maafin kamu katanya kalo kamu ga buka mata ini, sadar sebentar yuk, gw kangen" ujar Adara sambil terisak. 

Tiba tiba badan Gibran kejang kejang, dengan mulutnya yang mengeluarkan darah, Adara dengan panik menekan tombol emergency membuat tim medis berdatangan

Adara keluar ruangan dan merosot ke lantai dengan tangan yang bergetar ketakutan dan mata yang basah

"Adara, apa yang terjadi" Rasya menghampiri dan membantu Adara berdiri

"Gw gatau sya, tiba tiba Gibran kejang dan banyak banget darah yang keluar dari mulutnya, Gw takut syaaa, gw gamau kehilangan Gibran"

Mela menghampiri Adara,

"Kamu temen Gibran?" Ujar Mela lembut sambil menggenggam tangan Adara,

"Pasti kamu takut banget yah, boleh Tante peluk?" Adara hanya menganggukkan kepalanya dan mereka mereka saling melepaskan gundah di hati, memanjatkan doa yang sama, menggantungkan harapan yang sama untuk orng yang terbaring di balik pintu pesakitan itu.

Mela adalah orang yang paling terpukul dengan keadaan Gibran sekarang, bagaimana tidak, seorang anak yang tak pernah ia anggap, yang akhir akhir ini sedikit membuka hatinya berada di antara hidup dan mati sebelum ia sempat meminta maaf dan mengatakan bahwa ia menyesal telah memperlakukannya bagai orang asing selama hidupnya.

Ponsel Mela berbunyi menampilkan panggilan seorang bernama Alvin, Mela dengan pelan melepaskan pelukannya pada Adara, dan meminta ijin mengangkat panggilan itu, lalu menjauh dari sana.

"Bagaimana mela? Apa kekasihmu sudah mati? Ku harap iya, atau ngga cacat juga tidak papa, sayang sekali kemarin aku tidak menabraknya dengan telak, karena sempat di selamatkan oleh temennya" ujar pria di sebrang telfon membuat jantung Mela berdetak dengan keras

"Brengsek kamu Alfin!!! Gibran itu bukan kekasihku, kamu akan menyesal Alfin, aku bersumpah, jika sampai terjadi apa apa pada anak kita, kamu akan menerima akibatnya, aku tidak akan Sudi memaafkan mu" ujar Mela menekankan anak kita membuat pria di sebrang telfon tertegun.

Mela memutuskan panggilan dan meremat ponsel sampai buku buku jarinya memutih.

Ini lebih menyakitkan untuknya, jika benar Alvin lah yang membuat Gibran masuk rumah sakit...

...ayah kandungnya sendiri.

.
.
.

TBC...

Different  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang