12. Kumpul Keluarga

15 2 1
                                    

  Keesokan harinya, aku merasa lebih bersemangat dari hari biasanya. Apa mungkin karena ada kakakku? Hm sepertinya memang begitu. Aku sangat senang karena mereka masih di Indonesia hingga satu bulan ke depan, katanya mereka mendapatkan jatah libur setelah melakukan serangkaian tour yang melelahkan.

  Bulan depan mereka akan kembali ke Korea untuk melakukan konferensi pers guna menjelaskan soal pembubaran mereka. Tidak lupa untuk membereskan barang-barang mereka untuk dibawa ke Indonesia.

  Untuk kak Dewa, dia masih bekerja di hybe sebagai produser. Tapi tenang bukan di Korea kok, kak Dewa akan bekerja sebagai produser di Hybe cabang Indonesia. Iya, Hybe sekarang sudah membuka cabang mereka di Indonesia, katanya untuk memudahkan semua artis mereka jika ingin ke Indonesia.

  Bahkan kak Deva juga masih bekerja di Hybe sebagai guru koreografer bagi trainee-trainee yang berada di bawah naungan Hybe, terkadang kak Deva juga membantu untuk membuat koreografi bagi para artis. Walaupun untuk itu terkadang kak Deva menggerutu di grup keluarga.

  Saat aku turun ke bawah, ruang keluarga sangat ramai akan suara mereka. Aku bahkan bisa melihat kak Tala dan kak Nathan sedang berkelahi memperebutkan se-toples kue kering buatan Ummi.

  Berbelok ke arah dapur, aku melihat Ummi yang sedang memasak. Dengan sigap aku mengambil piring yang sudah berisi masakan Ummi dan menaruhnya di meja makan, setelahnya aku mengambil beberapa piring, sendok dan garpu, gelas, dan tidak lupa teko air.

  Di ruang makan, Ayah telah menunggu dengan secangkir kopi serta koran di tangannya. Memakai kaos tanpa lengan dan celana pendek, Ayah benar-benar terlihat santai hari ini. Kebalikan denganku yang memakai kaos lengan pendek berwarna ungu serta celana panjang, tidak lupa mengikat rambutku gaya ekor kuda menjadikan penampilan ku cukup manis di pagi hari ini.

  “Ayo ke ruang makan semuanya, sarapan sudah siap!!!” seru Ummi memanggil anak-anaknya yang berada di ruang keluarga.

  Tidak lama terdengar suara banyak langkah kaki yang mendatangi meja makan, “Baunya enak Bunda. Bunda masak apa?”

  Kak Gerhana menatap Ummi penasaran, “Hanya masakan biasa. Tumis kangkung, ayam panggang yang sudah diberi bumbu rahasia Bunda, telur balado, dan kimchi. Bunda tahu jika kalian pasti akan pulang, jadi Bunda selalu men-stock kimchi di rumah. Bahkan sekarang Lia dan Ayah suka dengan kimchi, lebih tepatnya kimchi sawi putih,” jelas Bunda.

  “Baiklah, mari kita makan. Kalian boleh makan terlebih dahulu jika kalian memang sudah lapar” ucap Ayah sebelum kami memulai berdoa.

  Sekitar satu menit kami telah selesai berdoa dan sesuai dugaanku, para kakakku belum menyentuh sarapan mereka. Apa mungkin mereka masih canggung pikirku bingung.

  Ummi lantas menatap bingung pada anak-anaknya yang belum menyentuh piring mereka. “Ayo makan, nanti makanannya jadi dingin, tidak enak untuk dimakan.” Ummi menepuk tangannya satu kali guna menyadarkan mereka dan sepertinya itu berhasil.

  Setelah kesadaran mereka kembali, para kakakku mulai memakan sarapan mereka. Tidak lupa diselingi curhatan Ayah tentang pekerjaannya yang semakin menumpuk. Kak Deva pun ikut dalam obrolan Ayah, tidak jauh tentang para trainee yang susah sekali diajari. Bahkan kak Deva mengatakan bahwa trainee tahun ini benar-benar tidak memiliki bakat dibidang dance walaupun bakat menyanyi mereka perlu diberikan jempol.

  Sarapan hari ini berlangsung sedikit lebih lama dari biasanya. Ayah yang telah menyelesaikan sarapan lebih dulu pun telah beranjak menuju halaman di samping rumah untuk mengurus tanamannya yang sudah sangat lama tidak Ayah sentuh. Benar, tanaman itu memang sudah ada yang merawatnya karena Ayah yang tidak setiap hari bisa memperhatikan para tanamannya. Ayah menyewa orang untuk merawat semua tanaman tersebut, sesekali terkadang aku juga ikut merawatnya jika sedang senggang.

The Lost BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang