13. Teman Baru

12 2 1
                                    

  Tiba di rumah pukul sepuluh, kami semua sudah hampir tertidur di ruang keluarga jika saja Ummi tidak membangunkan kami dan menyuruh untuk membersihkan diri lebih dahulu.

  Ku paksa tubuhku untuk naik ke atas, tidak lupa dengan cara berjalanku seperti orang yang sedang mabuk, aku bahkan hampir terhantuk pintu kamar kak Dewa jika saja kak Dewa tidak cepat membuka pintu kamarnya dan segera menangkap tubuhku yang limbung.

  Berakhir kak Dewa membopongku menuju kamar dan segera keluar begitu memberikan ultimatum padaku. “Cepat bersihkan tubuhmu dan tidurlah. Kau tidak lupa jika besok seharian penuh kita akan bermain bersama dia, kan” begitulah perkataan kak Dewa yang masuk ke pendengaranku.

  Setelahnya aku paksa untuk membuka mata dengan lebar, lalu aku beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak lama, hanya tiga menit saja. Selanjutnya sedikit membereskan barang yang ku bawa tadi lalu saat sudah menyentuh ranjang, aku pun tertidur lelap.

  Keesokan harinya aku berteriak kencang lantaran aku berpikir bahwa hari ini aku terlambat kuliah, mengingat aku selalu mendapat mata kuliah pagi.

  Bergegas membersihkan diri lalu mengambil totebag milikku, aku segera turun untuk sarapan. Ku lihat semua orang sedang berkumpul di ruang keluarga dan menatapku bingung begitu melihatku turun membawa berbagai perlengkapan kuliah.

  “Kamu mau ke mana? Tidak biasanya sudah rapi,” ujar Ummi.

  “Mau berangkat Ummi, Lia sudah terlambat,” ucapku tergesa-gesa memakai sepatu.

  “Berangkat ke mana?” tanya Ummi yang semakin bingung dengan kegiatanku.

  “Kuliah Ummi,” ucapku sedikit frustrasi lantaran terus di tanyai.

  Tiba-tiba kak Dewa merangkulku dan segera membisikkan sesuatu, “Dek, kamu sudah wisuda. Kenapa ingin kuliah?”

  Aku segera membelakan mata kala mendengar rentetan kalimat yang dilontarkan kak Dewa. Seketika aku berteriak kesal hingga membuat Ayah mendatangiku tergesa-gesa, bahkan terlihat Ayah masih memakai pakaian berkebunnya.

  “Kamu kenapa berteriak pagi-pagi begini?” tanya Ayah menatapku bingung.

  “Tidak ada Ayah, hanya merasa kesal lantaran Lia lupa kalau Lia sudah tidak kuliah,” jawabku lalu segera bergabung bersama para kakakku di ruang keluarga. Aku segera merebahkan diri di paha kak Ian yang disambut elusan di kepalaku.

  Lama kelamaan elusan kak Ian membuatku mengantuk. Sepertinya karena bangun dalam keadaan terkejut tubuhku masih belum sepenuhnya pulih. Bahkan aku tidak sadar bahwa aku tertidur hingga pukul sepuluh pagi—jangan di tiru ya!

  Setelah merasa lebih baik, aku segera bangun dan turun ke bawah untuk menanyakan kenapa aku bisa berada di kamar. Padahal yang ku ingat terakhir adalah aku berada di ruang keluarga lalu tertidur di paha kak Ian.

  “Selamat pagi Princess.” Ku dengar kak Vin menyapaku dan segera ku jawab dengan anggukan. Aku berjalan dengan cepat menuju sofa dan duduk di samping kak Dewa. Entah kenapa setiap aku duduk selalu saja di samping kak Dewa. Apa mungkin karena tidak ada yang berani mendekatinya maka dari itu mereka lebih memilih menghindar daripada mendapatkan amukan dari seekor kucing—itu julukan yang army kasih kepada kak Dewa, katanya kak Dewa mirip sekali dengan kucing.

  “Kenapa aku bisa berada di kamarku padahal terakhir yang ku ingat adalah aku berada di sini dan tertidur di paha kak Ian?” tanyaku penuh kebingungan dan segera ruangan menjadi hening sesaat.

  Setelah itu kak Gerhana memecah keheningan dan membuatku sedikit terheran akan jawabannya. “Kamu memang tertidur di paha Adrian, namun kamu tidak di pindahkan oleh siapapun. Kamu tidak ingat?” tanyanya bingung.

The Lost BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang