Pretty Boy

10 4 2
                                    

Di atas motor, aroma parfumnya melingkupiku sepanjang perjalanan, menciptakan kenyamanan yang sulit dijelaskan. Tanpa perlu kutanya, dia menjelaskan apa yang aku tanyakan di aplikasi chat,

"Masa sih kamu tidak ingat aku? Kita pernah bertemu loh. Dulu aku punya seorang teman pengantar paket, dia memintaku untuk membantunya. Kami membagi dua puluhan paket untuk diantar ke penerima, dari banyaknya paket ada namamu dan ku antar ke alamat mu, disitulah kita bertemu, kamu cantik sekali memakai rok putih pendek selutut."

Pantas saja hanya aku yang tidak tahu tentangnya, ternyata memang serumit ini. Walaupun dia menjelaskan dengan detail aku tetap tidak ingat. Banyak sekali pengantar paket yang datang ke rumah, sulit bagiku mengingat wajahnya satu per satu.

Tunggu sebentar, bisikku dalam hati, Bukankah baru saja dia menyebutku cantik? Entah mengapa kata-kata pujian itu membuatku membeku. Seharusnya aku sudah terbiasa dengan sebutan itu, mengingat banyak orang yang menyebutku cantik. Tetapi mengapa, ketika dia memuji, aku merasa senang dan terbawa perasaan.

Walaupun aku merasa begitu, aku tetap bisa menjaga ekspresi ku seperti biasa saja.

"Maaf aku benar-benar tidak ingat."

Aku dapat melihat rasa kekecewaan yang dia rasakan lewat matanya yang terpantul dari kaca spion.

Sepanjang jalan kita mengobrol tentang hal-hal kecil, lalu dalam hitungan waktu singkat, sekitar 5 menit, kami tiba di Cafe Senja. Aku turun di depan pintu masuk cafe, sementara Ansel meluncur ke parkiran di seberang pintu cafe untuk menyimpan motornya.

Aku menanti dengan penuh perhatian, menyaksikan setiap gerakannya. Hati penasaran, menanti momen ketika dia akan membuka helm dan masker yang menyembunyikan wajahnya.

Dia menuruni motor dengan anggun, kemudian melepaskan helmnya. Rambut lurus hitam dan poni sepanjang alisnya sedikit berantakan, yang menambah kesan seksi. Dengan segera, tangannya bergerak lincah, menyusun kembali rambut belakang dan poninya. Dalam hatiku, terdengar gumaman ringan,

"Sayang sekali, padahal, rambut yang acak-acakan seperti tadi terlihat lebih lucu dan manis."

Setelah menyimpan helmnya di kaca spion motor, langkahnya mendekat ke arahku, sambil melepaskan masker yang sedari tadi menutupi mulut dan hidungnya.

Selain mata yang sayu dan indah menambah pesona pada wajahnya yang putih bersih dan mulus. Hidungnya yang mancung berkumis tipis memberikan sentuhan maskulin, sementara bibirnya pun yang berwarna pink memancarkan pesona tak tertandingi. Belum termasuk tinggi tubuhnya yang menjulang.

Ketampanannya yang mencolok membuat hatiku tertohok, hingga aku merasa seakan ingin berlutut di atas bukit malam-malam di tengah bulan purnama dan berteriak,
"HEI, ADA PRIA TAMPAN DI HADAPANKU!"

Dengan segera aku menghapus imajinasi itu, dan tersenyum kepadanya. Jika dilihat dari keseluruhan, Ansel terlihat seperti... tidak, dia tidak terlihat keren, dimataku dia seperti anak kucing manis yang terlantar.



***

DISHONESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang