Situationship

10 4 4
                                    

Seiring berjalannya waktu, setiap malam Ansel meminta kehadiranku untuk menemaninya tidur. Seperti malam ini. Meskipun hatiku berniat untuk menjaga jarak, entah mengapa, kami justru semakin dekat. Sulit bagiku menolak, karena aku pun merasakan keinginan yang sama.

Kebingungan menghantui pikiranku. Aku tidak ingin dekat dengannya, namun hatiku jelas menginginkannya. Karena itulah tumbuh rasa bersalah akan suatu hal yang membuat hatiku terluka.

Namun sebentar saja aku ingin bersamanya, aku janji hanya sebentar.

Ans : "Aku hari ini sedih sekali, Rys."

Rys : "Ada apa?"

Ans : "Tidak ada yang mau memanggil ku bubub, aku merana."

Tawa ku pecah saat itu juga, mendengarnya mengeluhkan hal yang tidak perlu, sambil berpura-pura menangis. Aku bahkan merinding geli mendengar sebutan itu.

Rys : "hahaha, aku geli mendengarnya, kau kebanyakan bermain sosmed."

Ans : "Kamu keterlaluan aku ingin sekali dipanggil bubub walau sekali, aku ingin orangnya itu kau."

Rys : "Jika saja ada kompetisi laki-laki paling menyedihkan di dunia, kau pasti menang urutan ke 2."

Ans : "Tunggu, kenapa ke 2?"

Rys : "Karena kau menyedihkan hahaha."

Ans : "Kamu jahat banget, ya sudah kalau kau tidak mau, aku akan memintanya pada gadis lain."

Saat kata-katanya terlontar, aku merasa tidak senang, meski hanya sebuah candaan. Walaupun terasa sulit, aku memutuskan untuk melakukannya, untuk mencegahnya meminta pada gadis lain. Ini bukan cemburu, hanya sebuah tindakan untuk menyenangkan hatinya. Catat, bukan cemburu.

Rys : "Kata-katamu Jelek sekali."
Ans : "Makanya kau harus mau."
Rys : "Iya bub aku mau."

Dengan perasaan puas Ansel tertawa cukup lama dan meminta ku untuk mengulanginya lagi. Dia bahkan memintaku untuk memanggil nya dengan sebutan itu saja.

Beberapa hari terlewati, dan hubungan kami semakin terasa seperti kekasih. Kami saling bertukar kabar, bercerita, dan memberikan nasihat satu sama lain bahkan ucapan selamat pagi dan selamat malam pun terucap, meskipun semuanya hanya terjadi secara virtual.

Ans : "Jadi pacarku aja ya."

Rys : "Tidak bisa, kau tahu sendiri."

Ans : "Rasanya kau sulit sekali di gapai padahal kita sedekat ini."

Rys : "Hei, bagaimana jika kita membangun sebuah hubungan yang saling menguntungkan?"

Ans : "Seperti apa?"

Rys : "Aku akan bersikap layaknya pacarmu, anggaplah kita pacaran, namun aslinya tidak, bukankah dalam hubungan ada fase bosan? saat itu lah kita akhiri semuanya. Hal menguntungkannya adalah kau mau punya pacar, aku mengabulkannya dan aku ingin sedikit hiburan."

Ansel merenung dalam keheningan, sementara aku merasa kegembiraan yang kupikir ide ini juga bagus untuknya. Saat kata-kata akhirnya terucap, malah menohok hatiku, Ansel menilai diriku sebagai sosok yang egois.

Ans : "Rys, apa kamu memang sedingin ini? Kamu kira perasaan 3 tahun yang kurasakan hanya main-main? Gak sebecanda itu kali Rys. Kamu anggap aku apa? Hiburan? Konyol."

Rys : "Hei aku tidak bermaksud seperti itu, maksudku aku juga-"

Ans : "Sudahlah kita bahas saja besok, aku matikan teleponnya."

Kekecewaannya membuatku terkejut, ini pertama kalinya dia marah, aku tidak bermaksud menyinggung atau bersikap egois, aku hanya menyarankan solusi yang rasional. Aku bingung tak mengerti apa yang diinginkannya. Yang pasti, besok aku harus meminta maaf langsung padanya.

Esok harinya, hari Minggu, tibalah saat Ansel datang ke rumah untuk meminta tolong membuat kan CV.



***

DISHONESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang